“SPRING IN LOVE 25”
(봄 사랑에)
Sorak sorai penonton di sekeliling lapangan
pertandingan menandakan kemenangan dari tim Bella. Pemian lain saling
berpelukan dan memuji Yenny yang mampu memasukkan bola terakhir ke ring.
Bella tersenyum dalam kondisi terduduk di
tempatnya. Dia mencoba berdiri namun kakinya yang terkilir parah membuatnya tak
mampu bangkit. Uluran tangan seseorang membuat Bella mendongak dan tersenyum
sinis.
“kau lagi...”
“aku akan menolongmu..., ayo...”ucap Kwang Min.
Dengan terpaksa Bella menerima uluran tangan Kwang Min. Bella berusaha menahan
sakitnya namun oleng hingga Kwang Min menahannya. Keduanya saling bertatapan lama.
“ehm...”deham seseorang dan membuat keduanya sadar.
“senior Hyun Min...”Ucap Bella sedikit salah
tingkah.
“ayo aku akan membawamu ke klinik...”Hyun Min
mencoba menarik Bella namun Kwang Min menahannya dan menatap sebal pada Hyun
Min.
“biar aku saja...”ucap Kwang Min lalu memapah Bella
di pundaknya.
“biar aku saja...”Hyun Min tak mau kalah dan
mencoba memapah di sebelahnya.
“kau harus bertanding bukan?”ingat Kwang Min tak
suka.
“bukannya kau juga...” balas Hyun Min.
Namun Ji Yong yang datang langsung menggendong
Bella dan berkata,”biar aku saja..., kalian bertandinglah...”Ji Yong
meninggalkan keduanya.
“siapa dia?”tanya Kwang Min kesal.
Hyun Min tersenyum sinis kemudian berbalik tanpa
menjawab pertanyaan Kwang Min.
“apa yang ka..., maksudku apa yang sensanim
lakukan?” ucap Bella menahan rasa kegugupannya.
“membantumu dari dua pria yang
memperebutkanmu...”jawab Ji Yong santai kemudian meletakkan Bella di sebuah
kursi dan melepaskan sepatu Bella,”apa ini sakit?” tanya Ji Yong sambil menekan
memar Bella yang mulai membiru.
“au...”ringis Bella kesakitan. Dengan perlahan Ji
Yong memberikan obat di kaki Bella lalu memperbannya.
“baiklah...”ucap Ji Yong dan memasukkan
peralatannya,”kau mau ku antar pulang?”
“jangan lakukan ini lagi kak...” Bella beranjak
dari tempatnya namun langkahnya sedikit oleng dan Ji Yong menolongnya namun Bella
menampiknya,”jangan membuatku berharap lagi pada kakak..., aku sudah berusaha
untuk melupakan apa yang telah aku katakan pada kakak, jadi tolong bantu aku
untuk melupakannya kak...dan...”Bella mengeluarkan sapu tangan dari saku
celananya lalu mengikatkan ke tangan Ji Yong,”aku kembalikan pada kakak...,
mulai sekarang... mohon bantuannya sensanim...”Bella berjalan keluar dengan
sedikit tertatih sambil menyeka air matanya yang sedikit keluar,”ini lebih baik
untukkmu Bella...”tekad Bella dengan suara kecil.
Lina yang mendengar percakapan keduanya hanya
terdiam di tempatnya dan menyadari Bella akan datang ke arahnya, dengan wajah
biasa Lina menemui Bella,”kau tak apa-apa?”
“o...,umma...”ucap Bella setengah
terkejud,”umma...melihatku tadi?”
“tentu saja sayang..., umma melihatmu..., kau tak
apa? Kau hebat sekali tadi...”puji Lina dan membantu memapah Bella.
“gomwao umma..., gomawo umma sudah mau
datang...”Bella tersenyum pada Lina yang balas tersenyum padanya.
“aku tak ingin pergi...”ucap Dhicca lirih.
Linda hanya tersenyum sambil mengupaskan apel untuk
Dhicca,”aku juga tak ingin kau pergi...,ini...”Linda menyerahkan pada Dhicca
apel yang di kupasnya.
“maafkan aku Linda..., sudah sering membuatmu
susah...” pinta Dhicca dan memakan apelnya dengan gigitan kecil.
“aniyo..., aku yang sering menyusahkanmu..., kau
ingat dulu ketika aku tak membawa catatan, lalu kau berpura-pura sakit agar aku
bisa menggunakan catatanmu..., saat itu kau memang pintar beracting..., aku
salut padamu...” senyum Linda terkembang saat mengingat kejadian masa lalu.
Dhicca terkikik hingga menghentikan makannya,”dan
kau ingat tidak waktu kau mengajakku membolos...”
“aish...sudahlah..., untuk yang satu itu aku tak
ingin mengingatnya lagi...”potong Linda.
“ara...,tapi waktu itu..., kau luarbiasa...”goda
Dhicca.
“Dhicca...”
“aku datang...”ucap Rindi yang telah tiba dengan
bungkusan di tangannya.
“ya ahjumma..., apa itu? Kau ingin mengangkut
seluruh isi rumah kemari?”Linda mengerutkan alisnya menatap apa yang di bawa
Rindi.
“diam kau..., aku membawa banyak makanan...,
seharian ini aku bosan hanya di rumah...”keluh Rindi.
“tumben sekali..., ahjumma apa tidak ada
syuting?”tanya Dhicca heran.
“ani..., hari ini aku... sebenarnya aku ingin
istirahat tapi sepertinya hal itu cepat membuatku bosan...”ucap Rindi lalu
mengeluarkan tempat makan.
“tumben sekali ahjumma...”kata-kata Linda terhenti
ketika ponselnya berdering,”ah kau..., ya aku ingat tenang saja
baiklah...”Linda menutup ponselnya dan menatap Rindi serta Dhicca
bergantian,”aku harus pergi... aku akan kembali nanti malam...”
“pergilah..., jangan mengkhawatirkanku...”kata
Dhicca dengan suara tenang dan lambat.
“baiklah..., ahjumma...tolong jaga Dhicca..., aku
pergi dulu...”Linda bergegas mengambil mantelnya dan pergi dengan tergesah.
“aish anak itu...”ucap Rindi,”ini kau makan ini
ya...”Rindi menyerahkan kotak makanan pada Dhicca.
“ahjumma...”Dhicca berkata dengan nada
gusar,”apakah ajumma tau...jika aku akan...”
“jika kau aka apa?” tanya Rindi dengan nada heran.
Dhicca menggeleng kuat,”ani..., aku makan
bi...”ucap Dhicca berkilah.
Tsatsa berdiri di depan rumah Kim Bum dengan
tatapan ragu dia berusaha meraih bel di sebelah pintu.
“sebentar...”sahut suara dari dalam. Tak lama pintu
terbuka.
“annyeong bi..., aku ingin bertemu dengan Kim
Bum..., apakah dia sudah berangkat?” sapa Tsatsa.
“ah kau terlambat..., baru saja Kim Bum berangkat
dengan taksi..., Kim Bum sudah mengatakan padamukan?”tanya ibu Kim Bum.
Tsatsa mengangguk dan tertunduk kecewa,”baiklah
bi...aku akan pulang dulu...”
“tunggu sebentar...Kim Bum menitipkan sesuatu
untukmu...”ibu Kim Bum kembali ke dalam dan kembali dengan membawa sebuah kotak
kecil yang akan di berikan pada Tsatsa,”Kim Bum menitipkan ini untukmu..., anak
itu memang aneh...ku kira dia tak akan mau menyusul ayahnya ternyata dia
mendadak memintanya..., bibi jadi kesepian..., kau kapan-kapan bermainlah ke
sini..., ibu dan kakakmu baik-baik saja kan?”
“gomawo bi..., ya mereka baik-baik saja bi..., akan
ku usahakan untuk datang lagi bi..., sekali lagi terimakasih bi...” Tsatsa
menunduk sekali kemudian pergi.
Tsatsa berjalan menuju ke arah rumahnya yang
terbakar itu dan melihat Taemin sibuk mengurus petak taman kecil.
“apa yang kau lakukan di sini?”tanya Tsatsa dan
membuat Taemin terkejut hingga menjatuhkan penggaruknya.
“kau ini mengagetkanku saja..., seperti yang kau
lihat aku sedang mengumpulkan apa yang masih tersisa..., Bella bekerja keras
untuk ini...”jawab Taemin sambil meneruskan pekerjaanya.
“Bella? Hm...”Tsatsa menghela nafas sekali kemudian
duduk di sebuah papan yang telah di tumpuk seperti bangku. Tsatsa menatap kotak
itu lekat lalu membukanya perlahan. Lilin aroma teraphy dengan bentuk teratai
yang sangat cantik,”cantik...”kagum Tsatsa.
“wow..., lilin yang indah..., siapa yang
memberimu?”tanya Taemin yang sempat beralih dari pekerjaanya.
“Kim Bum..., dia pergi ke Amerika..., ku rasa ini
semua salahku...”keluh Tsatsa dan memasukkan kembali lilin itu.
“jangan suka menyalahkan dirimu..., apa dia
mengatakan bahwa itu salahmu?”tanya Taemin diikuti gelengan Tsatsa,”kau harus
bisa menghargai pilihan orang lain tanpa kau harus menyalahkan dirimu
sendiri..., sekarang kau mau membantuku atau hanya melihat saja?”
“kau ini...”pekik Tsatsa jengkel namun akhirnya
Tsatsa ikut membantu juga.
Tak lama sebuah mobil berhenti di depan mereka.
Tsatsa terdiam ketika menatap orang yang keluar dari mobil itu.
“bagaimanapun juga aku harus mengajarimu tentang
memanah...”ucap Linda setelah dia bertemu Jun Ki di tempat pemotretan Jun Ki.
“kau masih ingat rupanya...”sindir Jun Ki kurang
antusias,”setelah kau menghilang dan pergi begitu saja..., kau fikir aku tak
akan membayarmu?”
“ya..., ini salahku... kapan kau akan memulai
syutingmu itu?”tanya Linda setengah mengelak.
“dua minggu dan itu tak akan cukup bagimu..., aku
sangsi kau bisa mengajariku...”tamabah Jun Ki sambil meminum jus kalengnya.
Linda berfikir lama lalu menjentikkan jarinya,”jika
aku mengajarimu selama itu bisakah kau memberikan uangku pertengahan bulan ini?”pinta
Linda penuh harap.
“apa? Bahkan kau...”
“aku mohon..., aku mohon padamu...”pinta Linda
sambil merapatkan kedua tangannya penuh harap pada Jun Ki.
Jun Ki menghela nafas kesal lalu meminum lagi
jusnya,”baiklah..., tapi jika dalam seminggu kau tak berhasil..., aku tak bisa
memberimu...”
“pasti bisa..., aku yakin...,setelah ini...apakah
kau ada jadwal?” tanya Linda.
“Yoo Shin..., apakah aku ada jadwal?”tanya Jun Ki
kurang antusias.
“ku rasa tak ada Jun Ki..., kau sudah menyelesaikan
pemotretan hari ini...”jawab Yoo Shin dari jauh.
“baiklah ayo kita mulai latihan...”ucap Linda
dengan penuh semangat.
“apa? Kau kira aku robot...”pekik Jun Ki dengan
nada tinggi.
“kau ingin bisa atau tidak? Tak ada waktu lagi
bukan? Ayo ikuti saja aku...ini bukan jam kerjaku lagi kan?”ingat Linda.
Jun Ki mendengus kesal namun pada akhirnya dia tak
bisa menolak kata-kata Linda,”kau kira ini gara-gara siapa?”,Sebelum menuju
tempat pelatihan Jun Ki menghentikan mobilnya di depan agency,”kau tunggu saja
di sini dan jangan kemana-mana aku hanya sebentar...”
“aku mengerti...kau kira aku anak kecil dasar
Olppaemi (burung hantu)...”ucap Linda dengan wajah kesal.
“hei kau...”
“sudah pergi saja sana...”
“aish...” dengus Jun Ki kesal lalu membanting pintu
mobilnya dan pergi.
Selama beberapa menit menunggu membuat Linda tak
betah di dalam mobil hingga dia memutuskan meninggalkan mobil untuk menghirup
sedikit udara. Linda duduk di tumpukan bata sambil menatap pohon tua di
depannya.
Pluk..., Linda yang cukup terkejut menjatuhkan
minuman kaleng yang di lempar seseorang padanya.
“kau...”pekik Linda mengambil minuman kaleng itu.
Jae Jong duduk di sebelah Linda dan membuka minuman
kaleng yang di bawanya dengan santai,”kau sedang apa mematung menatap pohon
itu? Kau aneh sekali... “
“aish..., bilang saja kau ingin mengatakan bahwa
aku gila...”ucap Linda sebal sambil meremas kaleng minuman di tangannya hingga
terbuka dan mengenai dirinya,”aigo..., sial sekali aku jika bertemu
denganmu...”
Jae Jong tertawa keras dan semakin membuat Linda
jengkel,”sudahlah..., nona penyelundup...” Jae Jong mengeluarkan sapu tangannya
dan menyeka coffe kaleng yang tumpah di wajah Linda,”lukamu tak apa-apa?” tanya
Jae Jong sambil memperhatikan perban di tangan Linda.
Wajah Linda bersemu merah karena malu dan langsung
mengambil sapu tangan Jae Jong dan mulai menyeka wajahnya sendiri,”ku rasa
tidak hanya pereban saja yang belum di lepas..., aku rasa akan ada bekas luka
bakar tapi itu tak mempengaruhiku...”
“walaupun penuh luka kau tetap manis...” Linda menatap
Jae Jong tak percaya, Linda menggeleng dan beranjak namun oleng dengan Jae Jong
yang menahannya,”dan kau terlalu ceroboh...”
Keduanya saling berpandangan hingga Jun Ki menarik
Linda dan menatap Jae Jong dengan wajah cemburu,”apa yang kalian lakukan di depan
umum? Kalian tak lihat orang-orang menatap kalian?”
Linda dan Jae Jong baru menyadari orang-orang
menatap mereka, namun Jae Jong hanya berkomentar singkat,”ya..., kau cemburu?”
“a...apa yang kau maksud? Ayo kita pergi...” Jun Ki
menarik Linda pergi tanpa memperdulikan gelak tawa Jae Jong.
“ka...,kau ini kenapa sih? Ya olppaemi...”ucap
Linda dengan nada gusar.
Jun Ki tak menjawab sedikitpun dan dengan
wajahserius dia mengarahkan mobilnya menuju club panah sekolah.
“kau marah padaku?”tanya Linda lagi.
“berhenti bicara dan mulai ajari aku...”ucap Jun Ki
dengan sedikit menghentak.
Linda terdiam dan tanpa banyak bicara lagi dia
berganti dengan pakaian memanahnya. Tak lama Jun Ki pun siap dengan pakaiannya
dan keduanya mulai berlatih.
“Aku ingin tau sejauh mana kau menguasai teknik
dasar...” ucap Linda dengan wajah serius. Jun Ki perlengkapannya,”rentangkan
busurmu dengan benar...”
Linda menatap Jun Ki dan setiap gerakannya den
membenarkan kesalahan-kesalahan yang di perbuat Jun Ki sambil menahan perih di
lengannya.
“Jika kau belum sanggup jangan memaksakan
diri...”ucap Jun Ki tiba-tiba dan membuat Linda yang berada di belakang Jun Ki
terkejut sambil menyembunyikan tangannya yang berdenyut kebelakang tubuhnya.
“aku tidak apa-apa..., cepat lanjutkan...” perintah
Linda. Jun Ki menghela nafas sekali dan melanjutkan latihannya.
“pa...,paman...”pekik Tsatsa terkejut dengan
kedatangan Hyun jong. Hyun Jong mentap Tsatsa dengan tajam.
“ku rasa aku pernah bertemu denganmu...”ucapnya
berusaha mengingat.
“y...ya paman..., sewaktu aku salah masuk ke kantor
paman...”jawab Tsatsa gugup.
“ah... ya benar...”angguk Hyun Jong,”ada apa dengan
toko ini?” Hyun Jong mengerutkan alisnya menatap rumah yang terbakar itu.
“Oh em...”
“ada apa tuan datang ke sini? Apakah tuan ingin
memesan bunga kami lagi?” tanya Taemin dengan sopan.
“ya sebenarnya..., tapi sepertinya...”kata Hyun
Jong ragu.
“maaf kami...”
“jika paman ingin...,kami akan mengambilkan bunga
dari toko kami yang ada di daegu...”ucap Tsatsa cepat.
“nona...”Taemin menatap Tsatsa khawatir.
“benarkah? Aku akan membayar lebih padamu jika kau
bisa mencarikan seluruh pesananku ini...”Hyun Jong menyerahkan selembar kertas
pada Tsatsa,”aku akan membayarmu langsung...”
“paman jangan khawatir..., aku pasti akan
mengantarkan bunga-bunga ini pada paman..., tapi jika paman memberikan kami
izin untuk masuk...” ucap Tsatsa sedikit berbisik.
“tentu saja..., aku butuh minggu depan sebelum
pukul 7 dan ini...”Hyun Jong menyerahkan sebuah kartu pada Rindi dan tumpukan
uang padanya,”itu kartu agar kau bisa langsung mengantarkannya masuk...,cobalah
untuk tidak terlambat mengantarkannya...”
“m..., pasti paman...”angguk Tsatsa pasti.
“baiklah aku terburu jadi aku tak bisa lama di
sini...”ucap Hyun Jong kemudian berbalik ke mobilnya dengan di antar Tsatsa
yang kemudian tertunduk setelah Hyun Jong masuk ke dalam mobil. Mobil itu
berjalan pergi dan Tsatsa melambaikan tangan ke arahnya.
“kau gila?”pekik Taemin,”nyonya tidak memiliki toko
di daerah lain...”
“ya..., kau tenang saja... karena ini... akan
menyatukan ibuku...”ucap Tsatsa dengan yakin.
Taemin menatap Tsatsa tak mengerti dengan kata-kata
yang diucapkannya,”haish..., bunga-bunga yang kita tanam saja belum tentu akan
berbunga..., kau ini...”
“sudahlah diam saja dan bantu aku mencari semua
ini..., kau pun tak akan mengerti bila aku jelaskan...”ucap Tsatsa sebal dan
berbalik meninggalkan Taemin kemudian memandang kartu di tangannya,”appa...,
aku pasti bisa membuatmu kembali pada umma...”ucap Tsatsa dengan bisik kecil
mencium kartu itu.
“a...au...”rintih Bella kesakitan saat Lina membuka
perlahan sepatu basketnya setibanya di rumah.
“umma akan mengompresnya jika kau mau...”Lina
melepas mantelnya dan meletakkan di atas meja.
Bella menggeleng dan berkata,”tidak umma..., umma
pasti lelahmenjaga kak Dhicca semalaman..., umma tidur saja...”
“ani..., umma lebih mengkhawatirkanmu...”
“umma...”ucap Frans dengan nada berbeda.
“Frans..., kau sudah pulang? M... ada apa Frans
Chan?” tanya Lina yangtau kondisi Frans Chan yang berbeda.
“umma..., bisakah kita berbicara?” tanya Frans Chan
dengan hati-hati.
Bella yang mengerti situasi langsung beranjak dari
kursinya,”umma bicara saja dengan kakak..., aku masih bisa berjalan kok...”
Bella berjalan tertatih menuju kamarnya.
“ada apa Frans Chan?” tanya Lina setelah Bella
memasuki kamarnya.
“umma..., umma aku ingin tau... apakah umma tau
asal usul orang tua kandungku? Maaf umma
aku hanya tak bermaksud...”ucap Frans Chan yang merasa tak nyaman.
“umma mengerti...”Lina tersenyum pada Frans Chan,
Lina beranjak sebentar ke kamarnya dan kembali membawa sebuah foto dan
menyerahkan pada Frans Chan,”syukurlah ini tidak ikut terbakar...,ini foto
milikmu...umma menemukannya di kantung celana yang kau pakai sewaktu kecelakaan
dengan ibumu dulu..., umma menunggu hingga kau bertanya dan menginginkannya
sendiri...”
Frans Chan menatap foto seorang ibu yang sedang
menggendong dirinya itu kemudian membalik foto itu. Dengan tenang Frans Chan
membaca kata-kata di belakangnya,”jika kau menyadari perasaan sesungguhnya yang
di sembunyikan ada di tatapan matanya...”ulang Frans Chan.
“kata-kata yang indah..., umma akan membantumu jika
kau ingin juga mencari keluargamu...”Lina tersenyum tulus pada Frans Chan
sambil membelai rambutnya dengan lembut.
“umma...”Frans Chan memeluk Lina dengan erat lalu
menangis dengan keras di pelukan Lina.
“ada apa denganmu Frans Chan..., kau seperti sedang
gelisah?” tanya Lina yang mengerti kondisi Frans Chan.
“aku tak mengerti umma..., kenapa semua seberat
ini..., aku tak mengerti umma aku tak mengerti...”tangis Frans Chan tanpa bisa
dapat dia tahan lagi.
“ada apa Frans Chan? Jika kau belum ingin
menceritakannya pada umma..., menangis lah nak...” Lina terus membelai lembut
kepala Frans Chan mencoba menenangkannya.
“ahjumma...”ucap Dhicca dengan lemah.
“ya? Ada apa?” tanya Rindi yang sibuk bermain
dengan ponselnya.
Dhicca terdiam sejenak lalu berkata,”ahjumma...,
apa ahjumma tau jika aku..., jika akuakan di bawa pergi oleh keluarga
kandungku?”
“apa?!”pekik Rindi dan meletakkan begitu saja
ponselnya,”ke...kenapa?”
“hal...halmeoniku datang ahjumma..., dan dia akan
membawaku pergi sebulan lagi...” ucap Dhicca lalu tertunduk sedih,”aku tak
ingin pergi ahjumma...”
Rindi menatap Dhicca serba salah,”pantas saja Linda
tadi...”
“Linda tadi apa ahjumma?” tanya Dhicca antusias.
“a...ani..., maksudku pantas saja dia tampak murung
saat kembali ke rumah paman Nam Gil tadi...”ucap Rindi setengah berbohong.
“oh...,iya...”Dhicca kembali tertunduk sedih.
Keduanya lama terdiam hingga Rindi kembali
berkata,”kau tak bosan? Jika kau ingin kita akan jalan ke luar...”
Dhicca menatap Rindi lalu mengangguk,”ya
ahjumma...” Rindi membantu Dhicca duduk di atas kursi rodanya kemudian
mendorongnya menuju taman rumah sakit,”ahjumma tidak kuliah?”
Rindi menghela nafas sekali lalu berkata,”aku sudah
berhenti..., lebih baik bila aku harus selalu di kerjai...,jangan fikirkan aku
hanya ingin bekerja saja..., aku tak ingin lebih merepotkan ummamu...”
“tapi ahjumma...”
“ah sudahlah...”tiba-tiba ponsel Rindi
berdering,”ya halo? A...apa maksud anda? Tidak...tidak mungkin Kim
Aruna...”Rindi terdiam lama hingga dia jatuh terduduk di sebelah kursi roda
Dhicca.
“ahjumma..., ada apa?”tanya Dhicca khawatir.
Rindi terdiam lama kemudian bangkit dan menyeka
sedikit air matanya yang sempat menetes,”Dhicca aku harus pergi..., aku akan
mengantarmu ke kamar...”
“tidak perlu ahjumma..., aku masih ingin di
taman..., pergilah ahjumma...”tahan Dhicca.
Rindi menatap Dhicca hingga alisnya berkerut
tajam,”tidak bagaimana..., ayo...”
“ahjumma..., jika hanya kursi roda aku bisa...,
pergilah...”ucap Dhicca sambil tersenyum dan memegang tangan Rindi.
Rindi menghela nafas dan berkata,”baiklah jika ada
apa-apa kau harus memanggil perawat...”
“tenang saja ahjumma..., pergilah...”
Rindi menatap Dhicca lalu dengan cepat dia segera
berlari pergi meninggalkan Dhicca yang terus termenung di taman itu.
“kau sendiri lagi...”ucap seseorang dan sempat
membuat Dhicca terkejut.
“kau...”
laki-laki berjas dokter itu duduk di bangku taman di sebelah Dhicca,”ya..., kau sangat tak menyukaiku ya?”tanyanya tanpa melepas pandangannya dari kumpulan bunga yang baru saja di siram.
laki-laki berjas dokter itu duduk di bangku taman di sebelah Dhicca,”ya..., kau sangat tak menyukaiku ya?”tanyanya tanpa melepas pandangannya dari kumpulan bunga yang baru saja di siram.
“ya..., kau dokter yang sangat mengesalkan...”
cibir Dhicca tak suka.
“berapa umurmu?”
“apa itu urusan kau baksanim?”tanya Dhicca dengan
nada tajam.
“kau galak sekali...”cibirnya dan tertawa
kecil,”aku belum memperkenalkan diriku padamu..., aku So Ji Seob..., bagaimana
keadaanmu?”
“baik dan buruk...”jawab Dhicca ketus dan
mengarahkan kursi rodanya berbalik ke arah lorong rumah sakit. Ji Seob hanya
tersenyum tipis dan membantu Dhicca mendorong kursi rodanya,”aku bisa sendiri
pergilah..”
“kau benar-benar membenciku?”tanyanya dan terus
mengikuti Dhicca,”aku seperti orang yang buruk sekali...”
“berhenti mengikutiku..., baiklah baksanim..., aku
jengkel denganmu okey...jadi ku mohon jangan ikuti aku lagi...”pinta Dhicca
sambil menatap tajan Ji Seob.
“karena sikapku? Maafkan aku...”ucap Ji Seob sambil
menunduk pada Dhicca. Dhicca hanya mendengus kesal menatap Ji Seob.
“baksanim..., dokter Jin Man memanggil...”ucap
salah seorang perawat yang menghampirinya.
“baiklah..., bisakah kau membawa nona ini
kekamarnya..., dan aku sekali lagi meminta maaf padamu...”Ji Seob mengeluarkan
2 permen coklat dan meletakkan di tangan Dhicca kemudian pergi.
Dhicca hanya menatap permen coklat itu sesaat dan
tersenyum tak mengerti ketika perawat itu membawanya ke kamar.
Rindi menatap Kim Aruna di depannya dengan ketidak
percayaan,”kenapa kau melakukannya?”
Kim Aruna tersenyum sinis menatap Rindi,”dengan
apa? Membakar rumahmu?”
“kenapa? Kenapa Aruna? Kenapa padahal aku percaya
padamu...”hentak Rindi yang langsung berurai air mata.
“ini semua karena aku iri padamu! Kau baru saja
masuk dan kau langsung populer..., kau baru saja masuk tapi kau sudah debut...,
dan kau... kau tak mengenal Jong Hun sebaik aku tapi kau jadian
dengannya!”bentak Kim Aruna balik, dia memalingkan wajahnya dan berkata,”semua
keberuntunganmu..., aku iri padamu...”
Rindi terduduk lemas, lama keduanya terdiam
kemudian Rindi menatap Kim Aruna mencoba untuk meredam emosinya,”kenapa kau
harus iri padaku? Aku sudah menganggapmu sahabat..., dan aku sudah
mempercayaimu...” tunduk Rindi dengan wajah sedih.
“itulah kebodohanmu Rindi..., tak semua orang
menyukaimu..., kau kira aku suka berkutat di belakangmu? Aku membencimu..., dan
sangat membencimu... dan kebencianku...sebesar api yang membakar rumahmu...”
ucap Kim Aruna sinis dan tertawa keras.
PLAK...
Rindi bangkit dan memukul wajah Kim Aruna hingga
memerah,”berhentilah menyakiti orang lain..., sampai kapanpun aku adalah
temanmu..., tapi aku tak akan pernah ingin bertemu denganmu lagi... karena apa
yang kau bakar bukan milikku..., dan kau...semoga saja suatu saat ada yang
mengerti denganmu...” Rindi meninggalkan Kim Aruna begitu saja sambil menahan
tangisnya. Rindi sempat berbalik sekali dan menatap kantor polisi sebelum
kemudian melangkah gontai menyebrangi jalan tanpa melihat ke arah lain.
“nona...awas...”pekik orang-orang yang ada di
pinggir jalan ketika lampu berubah menjadi hijau. Rindi terdiam di tempatnya,
seperti terhentak ke jurang. Hingga seseorang menariknya dan keduanya terguling
ke sisi jalan.
“kau gila...” maki Nickhun.
Rindi menatap terkejud dan segera bangkit lalu
menunduk pada Nickhun,”maafkan aku..., kau tak apa kan?”
“sudahlah..., bagaimana denganmu?”tanya Nickhun
sambil menatap kening Rindi,”ayo..., sebelum para wartawan datang...” Nickhun
menarik Rindi ke sebuah taman yang sangat sepi lalu meninggalkannya sebentar
dan kembali membawa perekat luka,”ini..., aku membersihkannya dulu...”ucap
Nickhun sambil memberi obat luka di kening Rindi lalu memplesternya dengan
perekat luka.
“gomawo..., kau menolongku lagi...”ucap Rindi
lirih.
“sudahlah..., kau jangan bertindak bodoh seperti
itu lagi..., seharusnya kau pergi bersama Jong Hun agar dia bisa menjagamu...”
ucap Nickhun lalu meletakkan jus kaleng ke tangan Rindi,”minumlah..., kau harus
menenangkan dirimu...”
Rindi menurut namun minuman kaleng itu tak kunjung
terbuka hingga air mata Rindi terus mengalir,”apa yangt harus ku lakukan...”
Nickhun menatap kasihan pada Rindi lalu mengambil
minuman kaleng itu dan membukakannya untuk Rindi,”menangislah..., tapi jangan
kau tunjukkan kesedihanmu di depan Jong Hun...”
Air mata Rindi tumpah begitu saja tanpa dapat di
tahannya dan dia menangis tersedu di sebelah Nickhun yang terus menunggunya.
“baiklah..., kau hebat...hari ini cukup sampai di
sini..., dan besok aku menunggumu saat kegiatan club seperti biasa...”ucap
Linda setelah Jun Ki berhasil menembakkan busur panahnya ke objek dengan jarak
pendek.
“aku akan mengantarmu...”ucap Jun ki sambil menata
peralatan panahnya.
“ti...tidak perlu..., aku bisa pulang sendiri...ini
sudah malam dan kau harus pulang untuk beristirahat...”tolak Linda dan melepas
ikat rambutnya membiarkan rambut panjang hitamnya tergerai bebas.
“kau ingin bertingkah lagi? Aku akan
mengantarmu...”ucap Jun Ki bersikeras mengantarkan Linda pulang.
“tak perlu... kau kira aku selemah apa?”
Jun Ki menarik Linda hingga keduanya saling
bertatapan,”kenapa kau selalu memperlakukanku seperti ini?” tanya Jun Ki.
“a...apa?”ucap linda yang langsung salah
tingkah,”Jun Ki..., ku mohon lepaskan aku..., jika orang lain tau...ini akan
menjadi skandal...”
“berhentilah seolah olah kau merasa bersalah
padaku...kejadian sepuluh tahun yang lalu tak menyebabkan apa-apa padaku...,
jadi berhentilah kau bersikap seperti ini padaku...”
“ya..., aku tak mengerti maksudmu..., ku
mohon...lepaskan aku...”pekik Linda dengan wajah merahnya ketika menatap mata
Jun Ki.
Jun Ki hanya diam dan tiba-tiba mencium Linda
begitu saja. Tak lama Jun Ki menatap Linda dan berkata,”mulai sekarang jangan
menatapku dengan pandangan kasihanmu..., bagaimanapun mulai sekarang...aku tak
akan membiarkan kau pergi lagi...”
“a...apa maksudmu..., ke kenapa kau tiba-tiba
menci...menciumku?”ucap Linda kali ini dia sulit untuk menutupi kegugupannya.
“jika kau pintar kau tau kenapa aku
melakukannya..., setelah berganti pakaian aku akan mengantarmu...” ucap Jun Ki
tanpa perduli Linda yang langsung terduduk lemas sambil memegang bibirnya.
“kau mau kemana Bella?”tanya Lina saat Bella keluar
dari kamarnya dengan mantelnya.
“ada yangharus ku lakukan umma..., jangan
khawatir...”ucap Bella tanpa perduli meninggalkan rumah dengan langkah yang
tertatih. Tak lama Bella tiba di taman kecilnya dan menatap Tsatsa kurang
antusias,”sedang apa kau di sini?” tanya Bella.
“aku membantumu..., sepertinya pertandinganmu
berakhir buruk?”Tsatsa menatap langkah Bella yang tertatih.
“tidak seperti yang kau fikirkan..., mana Taemin?”
tanya Bella setelah melepas mantelnya dan mengambil beberapa bibit bunga yang
siap untuk di tanam.
“dia sedang membeli minuman...”
“kau tak pulang? Sudah larut...” ingat Bella dan
memasukkan vitamin ke bibit itu.
“kau sendiri? Malam-malam seperti ini kau malah
pergi...”balas Tsatsa jengkel dengan sikap Bella.
Bella hanya mengangkat bahunya dan kembali
memasukkan vitamin itu ke tanamannya yang lain.
Tak lama Taemin datang dengan bungkusan plastik
besar,”kau sudah datang bella? Apa yang terjadi dengan kakimu?”
“hanya terkilir..., malam ini kau bisa pulang
Taemin...kita biarkan saja seperti ini...”ucap Bella.
“kau juga akan pulang bersama Tsatsakan?”Taemin
memastikan Bella yang tak akan mengulangi tidur di tempat itu.
“tentu saja tidak..., aku akan memastikan dia akan
pulang bersamaku...”yakin Tsatsa setelah mencuci bersih tangannya.
“cih..., yakin sekali kau...” ejek Bella.
“ya...”
“sudahlah...”Taemin menengahi keduanya,”baiklah
kita rapikan ini lalu kita pulang...” ketiganya meletakkan alat-alat di tempat
tersembunyi lalu menatap taman kecil itu.
“ayo...”Tsatsa menggandeng Bella pergi, sementara
Taemin menuntun sepedanya dan ketiganya berjalan beriringan.
“ya..., bisa tidak kau melepaskan tanganmu?”tanya
Bella risih pada gandengan tangan Tsatsa.
“baiklah...”ucap Tsatsa sebaldan melangkah maju
mendahului Bella yang berjalan tertatih,”bukankah ini halaman rumah Ji Yong
sensanim?”pekik Tsatsa di sebuah rumah dengan taman kecil yang indah.
Bella sempat terdiam dan melangkah begitu saja.
“baiklah aku harus lewat ke sebelah sini kalian tak
apa kan?”tanya Taemin.
“pulanglah...jangan khawatirkan kami..., gomawo
Taemin...”ucap bella sambil sedikit menunduk.
“m..., aku akan datang lagi besok..., sampai
jumpa...”Taemin menaiki sepedanya dan meninggalkan keduanya.
“kau ingin tetap berdiri di situ?”tanya Bella
dengan sinis.
Tsatsa menghela nafas panjang lalu mengikuti
langkah Bella,”ada apa? Kau seperti membenci Ji Yong sensanim?”selidik Tsatsa.
Bella hanya diam tak menjawab dan terus berjalan
menuju halte bis.
“ya...”
“diamlah...”pinta Bella berbisik ketika ada tiga
orang pria mendekat ke arah mereka. Tsatsa mundur kebelakang Bella setengah
ketakutan.
“hai nona..., kalian manis sekali...kita minum
sebentara kalian mau?” ucap salah seorang di antaranya dengan tatapan licik.
“kami pelajar maaf...”ucap Bella yang menarik
Tsatsa menjauh. Namun keduanya masih saja diikuti ketiga pria itu,”Tsatsa kau
bisa berlari kan?” ucap Bella di antara kekhawatirannya.
“aku tak akan meninggalkanmu...”putus Tsatsa yang
tau rencana Bella.
“diamlah dan turuti aku...”belum sempat Bella
melanjutkan kata-katanya salah seorang pria menarik Tsatsa,”Tsatsa...”
“lepaskan aku...”ucap Tsatsa setengah ketakutan.
“jika kalian bersedia untuk minum bersama kami nona
manis..., ayo...”
“lepaskan saudaraku...”ucap Bella dengan berani.
Dua orang di antaranya menatap Bella dengan
pandangan kemenangan,”kau juga ikut nona manis jika kau ingin saudaramu ini tak
kami sakiti...”
“aku tak sudi sedikitpun...”hentak Bella dan
mencoba melawan dengan memukulkan tas ranselnya yang berisi bola basket ke dua
pria itu hingga menyingkir. Bella sekali lagi memukulkan tasnya ke arah pria
yang menahan Tsatsa hingga melepaskan Tsatsa begitu saja. Bella segera menarik
Tsatsa dan keduanya berlari,”au...”rintih Bella kesakitan.
“kau tak apa?”tanya Tsatsa khawatir mencoba untuk
berlari pelan namun Bella terus menariknya.
“jangan berhenti..., ayo...”pekik Bella yang terus
berlari tak tentu arah.
Katiga Pria itu terus mengejar Tsatsa dan Bella.
“Frans Chan..., kau lihat Tsatsa?”tanya Lina yang
terus mencoba menghubungi ponsel Tsatsa.
“tidak..., ada apa umma? Mungkin dia di rumah sakit
menemani Dhicca..., aku akan ke sana...”ucap Frans Chan yang baru saja keluar
dari kamarnya.
“ya..., cepatlah...ponsel Bella tertinggal di
kamarnya..., entah mengapa umma merasa terjadi sesuatu dengan mereka...”ucap
Lina panik.
“ya umma...”saat Frans Chan akan keluar,Linda
barusaja datang dan melihat wajah panik Lina.
“ada apa kak?”tanya Linda,”apa terjadi sesuatu
dengan Dhicca?”
“tidak..., kau tau di mana Tsatsa?”tanya Frans
Chan.
Linda menggeleng,”apa yang terjadi?”
“entahlah umma merasa terjadi sesuatu pada
mereka...”ucap Lina sambil memegang dadanya.
“aku akan ikut mencarinya...”putus Linda lalu
mengikuti Frans Chan menuju rumah sakit.
“Dhicca...”ucap Frans Chan dengan suara pelan
memasuki kamar perawatan Dhicca.
Dhicca yang sedang asik membaca terkejud dan
mengerutkan alisnya menatap keduanya,”Linda..., kakak... ada apa?”
“apa Tsatsa dan Bella ke sini?” tanya Frans Chan
cepat.
Dhicca menggeleng kuat,”tidak...mereka tak ada ke
sini...”
“kalian sedang apa di sini?” tanya Rindi yang baru
saja tiba untuk menjaga Dhicca.
“ahjumma..., apa ahjumma lihat Tsatsa?” Linda
berbalik dan menatap Rindi dengan harap cemas.
“ani..., bukankah mereka sudah pulang tanya Rindi
bingung.
“ya...tapi mereka belum kembali..., baiklah kami
akan mencari lagi...” putus Frans Chan.
“tunggu kakak aku ikut...”ucap Dhicca yang mencoba
bangkit namun Linda menahannya.
“jangan Dhicca ku mohon biar kami saja yang
mencarinya...” Linda mencoba mengurungkan niat Dhicca.
“kau ini mereka juga adik-adikku...”kata Dhicca
kesal,”aku seperti orang bodoh yang tak berdaya di sini...”
“ini bukan soal bodoh atau tidak..., tapi kondisimu...,
ku mohon mengertilah..., ahjumma...tolong jaga Dhicca..., ayo kak...” Linda
segera berlari pergi dengan Frans Chan meninggalkan Dhicca yang menatapnya
kesal.
“sudahlah Linda benar..., dia hanya mengkhawatirkan
kesehatanmu Dhicca...”ucap Rindi dengan lembut.
“baiklah ahjumma..., hanya saja aku...” Dhicca tak
melanjutkan kata-katanya dia hanya berbalik dan pura-pura tidur dengan air mata
menetes dari pinggir matanya.
“Bella..., kau tak apa?” tanya Tsatsa yang khawatir
pada kondisi kaki Bella yang semakin parah.
“a...ani...,ayo...sepertinya mereka masih
mengejar...”kata-kata Bella sedikit terengah keringat membanjiri tubuhnya dan
perban di kakinya berubah menjadi merah.
“ayo kita bersembunyi di sini...”Tsatsa yang tak
tahan pada kondisi Bella menarik Bella ke arah kuil kecil di pusat kota dan
bersembunyi di halaman belakang. Tsatsa mengintip dari semak-semak pengejarnya
kebingungan mencari mereka,”kita aman...” ucap Tsatsa lalu menatap Bella yang
setengah pingsan dan nafas yang terputus,”Bella..., kau tak apa? Kita akan
segera pergi...sebentar lagi mereka akan lelah mencari kita...”
“yah...hh..hh...aku baik-baik saja...”ucap bella
terbata.
Tak lama ketiga peria itu menyerah mencari keduanya
dan beranjak pergi dari tempat itu.
“mereka pergi Bella..., ayo...”Tsatsa menyangga
tubuh Bella dan menuntunnya memutar ke belakang kuil. Keduanya tak menyadari
lubang yang baru saja di gali untuk pembakaran sampah hingga keduanya terjatuh
ke dalam lubang.
“a...au...”Rintih Tsatsa lengannya terluka akibat
terkena akar pohon yang menjalar di sisi lubang.
Sementara Bella hanya terengah mencoba untuk terus
menyadarkan dirinya.
“Be...Bella...sadaralah...”pinta Tsatsa dan
membantu Bella bangkit keduanya menatap ke atas. Aku tak yakin...ayo kita
istirahat dulu...” Tsatsa meletakkan Bella di sebuah batu berukuran sedang lalu
mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menyentak kesal,”sial...kenapa ponsel ini
harus habis batrai..., tak berguna...”Tsatsa mencoba mencari sesuatu di dalam
tasnya dan hanya menemukan lilin yang di berikan Kim Bum di sana. Tsatsa
kemudian menatap Bella dan memegang keningnya,”astaga kau panas sekali..., aku
akan mencoba mencari bantuan...”ucap Tsatsa panik dia mencoba untuk naik ke
atas lubang dan berkali-kali terjatuh. “Sial...”
“lubang ini tidak terlalu dalam. H.. h..., kau
naiklah ke pundakku dan raih tali yang menjulur itu...”ucap Bella di antara
kesadarannya.
“tapi kau sedang sakit Bella...”Tsatsa setengah
menolak rencana Bella.
“diam dan cepatlah naik...”Bella berjongkok ke sisi
lain, dengan ragu Tsatsa menginjakkan kakinya ke pundak Bella perlahan Bella
bangkit berdiri hingga Tsatsa berhasil meraih tali itu dan memanjat hingga ke
atas.
“aku akan segera memanggil bantuan...”teriak Tsatsa
dan langsung berlari pergi. Sementara Bella perlahan kali ini kesadarannya
benar-benar hilang dan Bella jatuh tak sadarkan diri.
Tsatsa terus berlari menuju telfone umum terdekat,
belum sempat Tsatsa meraihnya ketiga pria itu datang dan meringis licik pada
Tsatsa.
“ternyata kau di sini..., bodoh sekali jika kau
berusaha kabur dari kami...”ringis salah seorang yang langsung menarik Tsatsa.
“lepaskan aku...”pekik Tsatsa yang meronta kuat.
Sebuah mobil berhenti di depan mereka dan Kyuhyun keluar sambil memukul pria
yang menarik Tsatsa.
“siapa kau...”bentak pria yang lain.
Tsatsa langsung bersembunyi di belakang Kyuhyun
dengan gemetar ketakutannya.
“apa yang kalian lakukan padanya...”bentak Kyuhyun
dengan nada tinggi.
“kau yang siapa? Berani sekali mengganggu
kesenangan kami...”ucap salah seorang di antaranya keempatnya terlibat
perkelahian dan Tsatsa hanya bisa terdiam dan memandang ngeri ke arah Kyuhyun.
“tuan..., tolong perlambat menyetirnya...”pinta
Frans Chan sambil menatap berkeliling,”stop...,ku mohon berhenti...”pekik Frans
Chan.
“ada apa kak?” tanya Linda. Frans Chan menunjuk ke
arah Tsatsa yang ketakutan menatap Kyuhyun sedang berkelahi dengan 3pria.
Taksi itu berhenti tepat di sebelah mobil Kyuhyun,
dan dengan segera Linda memukul salah seorang pria yang terus memukul Kyuhyun
dengan brutal. Linda langsung terlibat dalam perkelahian itu.
“Tsatsa...”pekik Frans Chan setelah menghubungi
polisi.
“kakak...”Tsatsa sedikit lega namun kelegaannya
mendadak berubah kengerian ketika salah seorang pria mengambil batu besar dan
bersiap akan memukul Kyuhyun dari belakang,”Andwe....”teriak Tsatsa yang
langsung berlari menamengi Kyuhyun hingga dia yang terkena hantaman batu itu
dan jatuh tak sadarkan diri dengan darah segar mengalir dari kepalanya.
“TSATSA!”teriak Linda dan Frans Chan berbarengan.
Linda membanting lawannya dengan brutal dan menghempas jatuh laki-laki yang
melempar batu itu hingga tak lama polisi datang.
“Tsatsa..., hei... Tsatsa...”teriak Frans Chan
panik,tanpa banyak bicara Kyuhyun mengangkat Tsatsa ke dalam mobilnya diikuti
Frans Chan dan Linda.
“kami akan menghubungi kalian untuk meminta
keterangan..., bisa kami meminta nomer anda?” tanya salah seorang polisi Frans
Chan yang kesal setengah mati langsung memberikan nomer ponselnya, dan Kyuhyun
segera melajukan mobilnya di tengah keramaian kota.
TBC . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar