“SPRING IN LOVE 26”
(봄 사랑에)
“Linda..., lama sekali kau tak terlihat...”pekik
Hyu Gie yang langsung menghampiri Linda.
“kenapa kau tak datang ke club?” tanya Linda dengan
spontan.
Hyu Gie terdiam dan menatap sedih pada
Linda,”maafkan aku...”
“kau bergabung dengan club foto grafi? Mengapa kau
meninggalkan aku dan grup?”Linda menatap Hyu Gie dengan tatapan marah.
“maafkan aku..., ini semua...”
“kau menyangka club akan di tutup? Tidak Hyu Gie...
aku akan mempertahankan clubku...”Linda sempat menatap tajam Hyu Gie kemudian
meninggalkannya begitu saja. Di sisa pelajaranpun Linda bersikap acuh pada Hyu
Gie.
“Linda...”sapa Kim Auley ketika berpapasan dengan
Linda di lorong,”maaf jika aku terlalu lancang..., aku ingin bertemu dengan
Dhicca...”
“kau akan menjelaskan apa padanya?”tanya Linda
dengan ketus.
“apa ma...maksudmu?”
“kau ingin mengatakan agar saudaraku tidak
mendekati Dong Wook lagi?” Linda berkata ketus pada Kim Auley.
Kim Auley tersenyum sinis pada Linda dan
berkata,”kau tau aku menyukai Dong Wook rupanya? Ya aku hanya memintanya agar
dia menolak Dong Wook aku tau aku tak akan bisa berada di sisi Dong Wook selama
dia terus memikirkan Dhicca...”
Linda membalas senyum Kim Auley dan menatap ke arah
Dong Wook yang berdiri di belakang Kim Auley,”tanyakan padanya apakah dia akan
menerima sahabat yang tak tau malu sepertimu...”
Kim Auley berbalik dan menatap Dong Wook
gugup,”ka...kau sejak kapan kau...”
“aku sudah mengatakan padamu berulang kali aku
mencintai Dhicca..., dan walaupun dia menjauhiku aku aku akan tetap
menunggunya..., tapi dia menolakku..., dan aku tak akan berubah pada
kata-kataku..., walaupun aku di tolak tapi aku tak akan pernah
menerimamu...”jawab Dong Wook lalu meninggalkan keduanya.
“maaf aku masih memiliki urusan lain yang lebih
penting...”ucap Linda lalu meninggalkan Kim Auley yang menggeram marah.
Linda berjalan ke arah klinik kesehatan dan bertemu
dengan Ji Yong yang sedang berjaga,”ah...kau...”
“sensanim..., sensanim apa kau tau di mana Bella?”
tanya Linda cepat.
Ji Yong mengerutkan alisnya dan menggeleng,”tidak
aku hanya melihatnya setelah pertandingan dan pulang bersama ibumu...”
“baiklah gomawo...” Linda menunduk dan pergi.
Namun Ji Yong menghalanginya dan bertanya,”apa yang
terjadi dengan Bella?”
“sensanim...”
“apa yang terjadi dengannya?”ulang Ji Yong kali ini
wajahnya menunjukkan ke khawatiran.
“entahlah sensanim..., semalaman dia belum pulang
ke rumah kata Taemin dia pergi bersama Tsatsa tapi Tsatsa mengalami kecelakaan
dan masih belum sadarkan diri hingga sekarang...”jelas Linda dengan singkat.
“baiklah jika kau menemuinya..., katakan padaku...”
ucap Ji Yong pelan.
Linda menunduk akan meninggalkan Ji Yong ketika
langkahnya berhenti dan
berbalik,”sensanim..., Bella... terus menunggumu...dia benar-benar menyukai
sensanim...”Linda meninggalkan Ji Yong yang hanya terdiam di tempatnya.
“Nam Gil..., bagaiamana dengan Tsatsa?”tanya Lina
panik,”sudah semalaman dia tak sadarkan diri...” Tsatsa mendapat perawatan di
rumah sakit yang sama dengan Dhicca. Sementara Dhicca dan Frans Chan menatap
Tsatsa dengan raut kekhawatiran.
“benturan itu terlalu keras kak..., Tsatsa pasti
sadar tapi kami tak tau dia akan sadar...”ucap Nam Gil sambil membaca
catatannya.
“apa yang terjadi sebenarnya kak?” tanya Dhicca
pada Frans Chan.
“kami menemukannya di serang preman..., tapi tak
ada Bella di sana...”Frans Chan berkata lirih sambil memandang Tsatsa.
“kita pasti menemukannya...”yakin Lina sambil
menatap Tsatsa.
“umma...”rintih Bella dari dalam lubang, keadaannya
parah dan mengenaskan. Mata Bella menatap ke atas mencari keluarganya akan
menolong dirinya dari lubang kematian itu,”umma...”
“Bella...”ucap Lina yang terkejud.
“umma ada apa?” tanya Dhicca.
“Nam Gil..., kau ada tugas setelah ini?” tanya
Lina.
“sepertinya tak ada kak...”jawab Nam Gil,”ada apa?”
“bantu aku mencari Bella...”pinta Lina dengan nada
di tenangkan dan berusaha tidak panik.
“baiklah...”angguk Nam Gil.
“umma...”Dhicca hendak berkata namun mengurungkan
niatnya,”umma hati-hati ya...”
Lina mengangguk dan tersenyum,”maafkan umma tak
bisa menemanimu therapy...”
Dhicca menggeleng mantap dan memegang tangan
Lina,”tak apa umma..., ada kakak menemaniku...”yakin Dhicca.
“ya umma..., jangan khawatir..., aku akan menemani
Dhicca...”janji Frans Chan.
Lina tersenyum hangat sebelum keduanya meninggalkan
Dhicca dan Frans Chan di kamar perawatan Tsatsa.
“Rindi...”panggil Jong Hun ketika Rindi di sela
syutingnya terdiam tak tentu arah.
“Jong Hun ada apa? Apa sudah akan di mulai?”tanya
Rindi yang tersadar.
Jong Hun menggeleng dan menatap Rindi lekat,”ada
apa denganmu? Dari semalam kau tak mau ku ajak pergi...”
Rindi menatap ragu Jong Hun lalu menjawab,”tidak
hanya saja di rumah sedang banyak masalah..., Bella menghilang dan Tsatsa ada
di rumah sakit..., keluargaku tak pernah menerima kebahagiaan yang semestinya
di dapat...”keluh Rindi.
Jong Hun tersenyum dan duduk di sebelah Rindi,”kau
mau pulang? Aku akan meminta izin pada produser untuk mengistirahatkanmu
sementara...”
Rindi menggeleng kuat dan mencoba tersenyum
tenang,”tidak aku harus bisa memisahkan masasalah pribadi dan pekerjaan...,
jangan khawatir Jong Hun...”
“aku percaya padamu Rindi...” angguk Jong Hun
sambil mencium kening Rindi kemudian keduanya kembali melakukan pekerjaan
mereka.
“Lina...”pekik Herlina, keduanya berpapasan di
depan swalayan.
“Herlina..., lama tak berjumpa denganmu..., kau
masih marah padaku?”tanya Lina berhati-hati.
“tidak..., untuk apa aku marah padamu..., apa yang
kau lakukan di sini dan...”Herlina menatap Nam Gil malu-malu.
“aku sedang mencari Bella..., jika kau melihat putriku
tolong kau hubungi aku..., aku akan memberimu fotonya...”Lina menyerahkan
selembar kertas berisi foto Bella.
“ada apa lagi dengan anakmu? Dia kabur dari
rumah?”tanya Herlina dengan raut kasihan.
Lina menggeleng dan tersenyum,”tidak dia tak akan
melakukan itu..., aku tak tau mengapa tapi ku mohon jika kau melihatnya tolong
hubungi aku...”pinta Lina dengan sopan.
Herlina mengangguk dan mengusap pundak Lina
bersimpati,”aku masih membuka penawaranku Lina..., aku ingin kau mendampingi
kakakku...”
Lina hanya tersenyum dan menunduk,”maafkan aku...,
aku hanya mencintai suamiku seorang maafkan aku...”
“aku mengerti..., aku tak akan memaksamu...”
Herlina membalas senyum Lina kemudian masuk ke dalam mobilnya sambil
melambaikan tangan pada Lina.
“apa yang dia katakan kak?” tanya Nam Gil ketika
Lina memasuki mobilnya.
“tidak..., dia hanya bersimpati padaku... ada
apa?”tanya Lina balik sambil memperhatikan,”kau menyukainya?”
“a...apa? ti...tidak jangan mengada ada ayo...” Nam
Gil mulai menyalakan mesinnya dan melajukan di tengah ke ramaian kota.
“bagaimana dengan Arrie? Aku tak pernah melihatnya
lagi...”tanya Lina di sela perhatiannya.
“apa? Dia..., sudahlah dia hanya mementingkan
studinya...”
“kalian bersatu dan berpisah lagi? Kau harus segera
menikah Nam Gil...”Lina menasehati dan diikuti helaan nafas Nam Gil.
“kau tak mau mendengarkan penjelasanku dulu?”tuntut
Hyu Gie saat keduanya berpapasan di toilet.
Linda yang mencuci mukanya menatap Hyu Gie dari
kaca besarnya sambil tersenyum sinis,”apa itu perlu bagiku?”
Hyu Gie tertunduk dan dia berdiri di sebelah Linda
lalu berkata,”aku tak bisa memberi tahumu bahwa aku tak bisa memanah lagi
Linda...,tanganku mengalami cidera parah pada kompetisi musim gugur saat kau di
rumah sakit..., secara fatal...aku menguasai 20 jenis perlombaan..., bersama
anggota yang tersisa...”ucap Hyu Gie dengan helaan nafas memperlihatkan bagian
sikunya terdapat luka jahitan,”aku melarang Joana memberi tahumu..., aku hanya
tak ingin kau salah paham padaku...saat ini aku tak mengikuti club apapun...”
Hyu Gie meninggalkan Linda yang terdiam dan berfikir keras.
Linda berjalan ke lorong melewati setiap anak yang
menatapnya dengan penuh minat.
“Joana...”pekik Linda ketika berpapasan dengan
Joana di lorong.
“ya kapten? Ada apa?”
Linda mengambil nafas sekali dan menatap tajam
Joana,”katakan padaku yang sebenarnya selain anggota yang keluar apa yang
terjadi dengan anggota lain terutama Hyu Gie...”
Joana sempat terkejut dan terdiam cukup lama,”saat
kapten berada di rumah sakit..., se...senior Hyu Gie menggantikan pertandingan
yang seharusnya ka...kapten lakukan tapi seperti yang kapten tau..., anggota
banyak yang keluar senior Hyu Gie dan senior Dong Wook menggantikan posisi
kapten dan seluruh pertandingan kapten... senior Hyu Gie lah yang paling
berjasa walaupun kita..., kita tidak memenangkannya hingga senior Hyu Gie
cidera dan di vonis tak dapat melakukan hal berat dengan tangannya...”jelas
Joana dan menambahkan sekali,”dia melarangku mengatakan ini...”
Linda mundur kedinding dan merosot ke bawah dengan
wajah tak percaya akan apa yang di dengarnya barusan. Joana tak tau apa yang
harus di lakukannya dia berdiri di tempatnya dan menatap penuh rasa bersalah
pada Linda.
“Frans Chan...” pekik Du Jinai, kali itu dia datang
bersama Santha.
“kalian...”pekik Frans Chan yang sedang menunggu
Dhicca yang sedang Therapy di luar ruangan.
“benarkah kau berhenti menjadi manager?”tanya Du
Jinai cepat.
Frans Chan hanya mengangguk pelan.
“masalah waktu itu?”Santha menebak dan Frans Chan
hanya mengangguk.
“kenapa kau harus mengundurkan diri Frans Chan...,
kau kan bisa membela diri Frans Chan...”dukung Du Jinai.
Frans Chan hanya menghela nafas dan tak berkomentar
lagi.
“Frans Chan..., kau benar-benar yakin?”tanya Santha
memastikan.
Frans Chan menatap kedua sahabatnya,”aku yakin
setiap aku memutuskan sesuatu..., ini bukan hanya masalah semalam..., kalian
percaya padaku kan?”tanya Frans Chan lirih.
Keduanya saling bertatapan dan mengangguk.
“gomawo...”ucap Frans Chan dengan nada lega.
“kami temanmu Frans Chan...”Du Jinai menepuk pelan
bahu sahabatnya,”oh iya kami ke sini juga ingin menjenguk adikmu...”
“dia sedang therapy...” jawab Frans Chan sambil
menatap ruangan di sebelahnya,”gomawo kalian sudah mau menjenguk adikku...”
“tentu saja..., sudah lama kami ingin datang
menjenguk hanya saja kami takut malah akan memperburuk suasana...” keluh Santha
yang langsung duduk di sebelah Frans Chan.
“apa yang kau fikirkan..., apa kalian akan melakukan
kejahatan padaku?”cibir Frans Chan setengah bercanda. Tak lama seorang dokter
datang dengan raut tergesah pada Frans Chan.
“kau kakaknya Tsatsa bukan? Bisa kita bicara
sebentar?”pintanya dengan nafas terengah.
Frans Chan mengangguk dan mengikuti dokter itu
kesudut ruangan sementara Santha dan Du Jinai saling bertatapan heran.
“ada apa dengan Tsatsa?” tanya Frans Chan cepat.
“tadi dia sempat sadar, tapi dia mengamuk dan
mengatakan ingin pergi ke kuil, sekarang dia tertidur setelah suster memberinya
suntikan penenang...” jelas sang dokter lagi.
“a...apa? kuil... untuk apa...” Frans Chan segera
tersadar dan mengambil ponselnya, dia terus mencoba menghubungi ponsel Lina
sementara dokter itu meninggalkannya.
Ponsel Lina terus berdering di dalam mobil Nam Gil
yang di tinggalkan begitu saja sementara Lina dan Nam Gil menyebar brosur
tentang Bella.
“ada apa Frans Chan?” tanya Santha yang langsung
mendekat pada sahabatnya yang menghentak marah.
“aku sedang menghubungi umma..., tapi tak ada
jawaban..., sial...”Frans Chan mengganti nomor dan menghubungi Linda yang baru
saja pulang sekolah.
“halo kakak...”ucap Linda dengan nada lemas, dia
berhenti sejenak tepat di depan klinik,”apa? Bella ada di kuil? Baiklah aku
akan segera ke sana kak..., aku tau, aku mengerti apa yang di maksud kakak
hanya saja ada dua kuil di dekat situ aku akan mencarinya..., iya...”Linda
menutup ponselnya dan segera berlari berbalik ketika Ji Yong datang
menghalanginya.
“sensanim...”
“biarkan aku ikut mencari Bella...” ucap Ji Yong dengan
raut berbeda.
Linda hanya mengangguk dan keduanya segera berlari.
Ji Yong menyetir mobilnya dengan kecepatan penuh dan menuju kuil yang tak jauh
dari rumahnya atas petunjuk Linda.
“kita berpencar..., kau cari di depan sementara aku
akan mencari di belakang...”perintah Ji Yong cepat dan Linda hanya menyetujui
begitu saja.
“Bella...”teriak Linda. Setenga jam mereka mencari
namun tak kunjung menemukan Bella. Keduanya kemudian meninggalkan kuil pertama
dan menuju kuil lain yang tak jauh dari situ.
“aku akan mencari di belakang kau mengerti?”tanpa
menunggu persetujuan dari Linda Ji Yong segera berlari ke arah belakang kuil.
“Bella..., Bella...”Linda bersandar pada sebuah
pohon ketika merasakan rasa pusing di kepalanya membuat setengah kesadarannya
hilang.
“nona..., kau tak apa” tanya salah seorang penjaga
kuil.
Linda mencoba bangkit dan hanya mengangguk lalu
bertanya spontan,”tuan..., apakah ada tempat untuk menyembunyikan seseorang di
kuil ini?”
Biksu itu mengerutkan alisnya dan menggeleng,”tidak
nona..., saya permisi dulu...” Biksu itu meninggalkan Linda sambil membawa
karung sampah.
“tunggu tuan biksu..., yang kau bawa itu sampah?”
ulang Linda.
Biksu itu mengangguk dan masih memandang Linda
dengan heran.
“kemana kau akan membuangnya?”
“tentu saja ketempat pembuangan sampah kami
nona...” kata biksu itu kesal.
“apakah itu..., tempat yang sangat dalam? Maksudku
boleh aku melihatnya?”tanya Linda berusaha tenang.
Biksu itu hanya mengangguk dan langsung berjalan
diikuti Linda.
“kami baru saja menggalinya hari minggu lalu...,
sebenarnya tempat itu ada di sebelah namun karena membuat tidak sedap
pemandangan kami memindahnya...”jelas biksu itu dengan salah tingkah.
Linda tak memperhatikan dan berjalan mendahului
biksu itu menengok ke dalam lubang dan menemukan Bella tergeletak tak sadarkan
diri.
“TIDAK BELLA!!!!!!” pekik Linda, Ji Yong yang tak
jauh dari situ mendengar teriakan Linda dan langsung menghampirinya.
“ada apa? Kau...”Ji Yong melotot ke dalam lubang
dan memastikan apa yang di lihatnya.
“tidak Bella..., Bella sadarlah... Bella...”teriak
Linda dan berusaha masuk ke dalam namun Ji Yong menariknya dan langsung
melompat ke dalam.
“Hubungi ambulance dan pemadam kebakaran
cepat!”teriak Ji Yong dari dasar lubang. Linda hanya menurut dalam panik dan
segera menghubungi yang di perintah Ji Yong.
Tak lama pemadam kebakaran datang di susul dengan
ambulance. Dengan hati-hati para pemadam kebakaran mengangkat Bella dari dasar
lubang dengan peralatan evakuasi mereka.
“Bella...,Bella...”panggil Linda panik,”Bella...”
“ka...,kak...”suara lemah Bella terdengar sangat menyedihkan
dengan sisa tenaga terakhirnya dia sempat menatap Ji Yong dengan raut wajah
khawatir sedang menatapnya.
“apa yang terjadi..., umma...”ucap Lina panik dan
menatap ke arah ruang icu.
“umma..., ku mohon jangan panik..., aku yakin Bella
baik-baik saja...”yakin Frans Chan, Santha dan Du jinai hanya dapat menatap
lirih ke arah keluarga kecil itu.
“apa yang terjadi?”tuntut Nam Gil.
“aku menemukan Bella berada di dalam lubang di di
belakang kuil..., aku rasa dia dan Tsatsa terjebak di sana hingga Tsatsa dapat
melarikan diri...”jelas Linda dengan wajah tegang lalu menatap Ji
Yong,”sensanim..., gomawo... sensanim telah menolongku menemukan Bella...”Linda
menunduk hormat pada Ji Yong.
Ji Yong balas menunduk dan menatap Lina,”maafkan
aku jika aku mengganggu..., aku berharap dia baik-baik saja..., aku akan segera
pergi...”
“bisakah kita berbicara berdua Ji Yong?” tanya
Lina.
Ji Yong hanya mengangguk dan keduanya berjalan ke
arah sudut ruang tunggu.
Lina menghela nafas sejenak kemudian berkata,”gomawo...,
kau telah menolong Bella..., aku sangat berterimakasih..., saat ini aku tak tau
apa yang terjadi padamu ataupun pada Bella..., aku sudah menganggapnya sebagai
anakku sendiri..., aku tau bila Bella menyukaimu..., dia tak pernah berdekatan
dengan laki-laki manapun..., aku tau Bella sangat-sangat menyukaimu...yang
ingin ku katakan..., jika kau tak menyukai Bella..., tolong jangan membuat
Bella semakin tersiksa..., jika kau tak menyukainya tolong menjauhlah dari
Bella...aku yakin sebagai orang yang telah dewasa kau mengerti ini...”
“aku mengerti bibi..., aku tau aku lebih sering
melukai Bella..., aku akan menjauh darinya..., kamsahamnida bi...”Ji Yong
menunduk lama hingga Lina meninggalkannya sendiri. Ji Yong hanya menghela nafas
sambil menatap ke ruang icu, kemudian pergi.
“baiklah kak..., iya... aku mengerti...”ucap Rindi
kemudian menutup ponselnya.
“ada apa Rindi?” tanya Jong Hun menatap raut wajah
Rindi yang berubah.
“tidak aku hanya merasa sedikit lega...,m... Jong
Hun bisakah acara makan malam hari ini di tunda? Aku harus ke rumah
sakit...”pinta Rindi sambil menatap Jong Hun penuh permintaan maaf.
“tentu saja.., apa yang terjadi? Ada masalah dengan
kakakmu?” tuntut Jong Hun dengan nada serius.
“Bella masuk rumah sakit..., keadaanya kritis dan
aku tak tau..., aku harus...”kata Rindi panik.
Jong Hun menggenggam tangan Rindi dan berkata,”aku
akan mengantarmu..., jangan panik okey...”
Rindi hanya mengangguk dan akhirnya menuruti
kata-kata Jong Hun.
Di mobil Rindi berusaha menatap ponselnya ketika
ponselnya kembali berdering. Rindi menatap ragu nomor di ponselnya dan langsung
menutup begitu saja ketika Jong hun bertanya,”ada apa?”
“a...aniyo...”geleng Rindi cepat. Kali ini
ponselnya kembali berdering dengan nomer sang kakak, Rindi segera
mengangangkat,”ya kak..., ne...aku akan segera datang kak...”
“apa?” tanya Jong Hun.
“kakak memintaku mengambil uangnya..., bisakah kita
berbalik dulu?” tanya Rindi setengah memohon.
“baiklah...” Jong Hun segera memutar mobilnya.
“Nam Gil..., bagaimana dengan Bella?” tanya Lina
dengan nada khawatir.
Nam Gil melepas masker yang menutupi sebagian
wajahnya dan berkata,”masih sama dia masih dalam masa kritisnya karena demam semalaman
dan memar serta luka di kakinya..., aku takut jika memar itu tak kunjung sembuh
maka kami harus... kami harus melakukan hal itu...”
Lina jatuh terduduk dan menangis. Frans Chan
mencoba menahan ibunya namun dia tak kuasa menahan air matanya.
“maafkan aku kak...”ucap Nam Gil yang tak tau harus
berbuat apa.
Linda bersandar menghentak ke dinding sambil di
tenangkan Dhicca yang mengusap pundaknya. Sementara di sudut lain Ji Yong
menatap ke arah keluarga itu dengan pandangan perih dan menyayat.
Dua jam setelah Bella di pindahkan ke ruang
perawatan...
“umma...”tegur Frans Chan pada Lina yang menatap
buku tabungannya.
“Frans Chan...”Lina dengan cepat menutup buku
tabungannya dan menatap Frans Chan penuh tanda tanya,”ada apa?”
“ada yang ingin aku bicarakan dengan umma...” kata
Frans Chan dengan sangat yakin.
Lina sempat terdiam dengan keseriusan Frans Chan
lalu mengangguk dan menyuruh Frans Chan duduk di sebelahnya,”katakanlah...”
“umma..., aku ingin berhenti kuliah...” ucap Frans
Chan sambil menatap Lina dengan serius.
“a...apa? apa maksudmu Frans Chan? Kau tidak... maksudku...
kau bercanda kan?” pekik Lina tak percaya.
“aku yakin Umma...”
“tapi...tapi itu semua hasil jerih payahmu nak...,
kau bisa mendapatkan beasiswa di universitas itu..., tidak aku tak ingin kau
berhenti kuliah...”tentang Lina sedikit tegang.
“umma..., aku ingin bekerja..., aku ingin membantu
umma..., lagi pula aku hanya berhenti sementara waktu umma..., hingga
Linda,Bella, dan Tsatsa menyelesaikan studynya..., ku mohon umma..” pinta Frans
Chan dengan wajah memelas.
“Tidak Frans Chan apapun yang terjadi..., aku masih
kuat dan aku mampu membiayai kalian..., jangan perdulikan itu nak..., umma tak
ingin kau berhenti kuliah mengerti...” putus Lina lalu meninggalkan Frans Chan
yang hanya diam kecewa.
Tsatsa membuka matanya perlahan dan menatap
kesekeliling lalu bangkit begitu saja,”aku harus pergi..., aku harus...”
“tidurlah kembali Tsatsa..., jika kau ingin mencari
Bella dia berada di ruang Icu...”ucap Linda dengan lemah dan menatap hampa ke
luar jendela.
“kakak...apakah... apakah Bella...”yakin Tsatsa
mencoba untuk menajamkan pendengarannya.
“kami telah menemukannya tapi semapai sekarang dia
belum sadarkan diri..., entah kapan...tapi yang ku takutkan jauh ketika dia
sadar...”ringis Linda dengan kepedihan di hatinya.
“apa? Apa yang terjadi kak? Bagaimana kau bisa
menemukan Bella?”
“aku takut jika kaki Bella harus di amputasi...,
aku takut jika...”air mata Linda seketika mengalir deras diiringi Tsatsa yang
menariknya dan memeluk sebatas pinggang Linda.
“ini semua salahku kak..., salahku... seharusnya aku
tak memaksakannya..., aku bersalah pada Bella...”tangis Tsatsa mengiringi
hentakan jengkel pada dirinya sendiri.
“sudahlah..., kau atau siapapun tak perlu di
persalahkan..., semua telah terjadi tak ada yang menginginkan hal itu
terjadi..., jangan salahkan dirimu...”Linda mencoba meredam tangisnya lalu
menyeka air matanya.
“aku tetap bersalah padanya...”ucap Tsatsa terus
menyalahkan dirinya,”aku bersalah padanya... aku bersalah padanya...aku
bersalah padanya...”Tsatsa terus mengulang kata-katanya tanpa dapat Linda cegah
lagi.
Hari-hari keluarga itu di hiasi dengan diam dan
hanya saling memandangi, di hari ketiga Bella belum menunjukkan kesadarannya,
dan semakin pendek kebersamaan mereka dengan Dhicca. Saat itu keluarga kecil
Lina berkumpul di ruang perawatan Bella dan mereka saling terdiam.
“maafkan aku nak...”pinta Lina berusaha tersenyum
pada Dhicca yang bersandar di bahu Linda.
“umma..., jangan khawatirkan aku..., aku... aku tak
apa-apa..., aku yakin tak akan lama berpisah dengan kalian... aku yakin kita
akan bersama lagi...”janji Dhicca, diikuti anggukan yang lain.
“yakinlah dan kau harus sembuh Dhicca...”syarat
Frans Chan sambil tersenyum tulus.
“m...”angguk Dhicca, air matanya menetes deras dan
membuat suasana haru di keluarga kecil itu.
Rindi menyeka air matanya dan membelai lembut
punggung Dhicca mencoba memberi semangat.
“aku akan merindukanmu kak...”Tsatsa membelai
tangan Dhicca dengan penuh kasih sayang.
“jangan seperti ini...”ucap Linda di sela-sela
tangisan,”aku tak ingin kita seperti ini..., tidak... kita pasti akan bertemu,
Dhicca..., sebelum kau pergi..., aku akan memberikan kejutan untukmu..., bukan
sebagai perpisahan..., tapi agar kau selalu mengingat kami dan akan menyambutmu
kembali...,jika kau ingin datang kelak...”ucap Linda dengan nada penuh
keyakinan.
“tak perlu Linda aku...” Dhicca berusaha
menolaknya.
“aku berjanji...” Linda beranjak dari tempatnya dan
menatap yakin pada keluarganya,”tunggulah...aku pasti akan membuat kejutan itu
untukmu..., aku harus pergi...”Linda menunduk dan berlari pergi meninggalkan
keluarganya yang menatap heran ke arahnya.
“apapun..., kau adalah bagian dari kami...”ucap
Lina setelah cukup lama terdiam.
“ya..., tentu saja...”angguk yang lain.
“umma...”desah Bella yang membuat semuanya
berpaling.
“Bella...”pekik Lina,”katakan nak..., katakan
sesuatu padaku...”
“aku akan memanggil dokter...”putus Frans Chan yang
langsung berlari ke luar.
Tak lama berselang dokter datang dan memeriksa
Bella secara lengkap.
“kau harus kembali Dhicca...”ucap sang Dokter,
dengan berat hati Dhicca kembali kekamarnya di antar Frans Chan, begitu pula
dengan Tsatsa yang di antar Rindi kembali ke Kamarnya.
“dokter ingin mengatakan sesuatu?”tebak Lina yang
tau raut wajah sang dokter.
Dokter itu mengangguk dan menyerahkn map di
tangannya pada Lina.
“Bella..., dia tidak akan di amputasi kan
dokter?”tanya Lina dengan penuh hati-hati.
Sang dokter menggeleng pelan dan berkata,”tidak
tapi kami harus melakukan operasi kecil untuk menyatukan tulangnya yang
bergeser..., sementara itu yang terbaik yang bisa kami lakukan...”jelas sang
Dokter,”kami tau kau sangat berat menerima ini selain ke 3 anakmu yang di
rawat..., tapi... hanya itu agar dia bisa kembali berjalan normal...”
“aku mengerti dokter..., lakukan lah dok...,
lakukan hal terbaik untuk anakku..., berapapun biayanya aku akan
membayarnya..., tolong ku mohon kau bisa membuat anakku kembali seperti
dulu...”yakin Lina dengan mantabnya.
Sang dokter yang melihat kesungguhan Lina hanya
mengangguk dan menepuk bahu Lina perlahan kemudian keluar dengan rasa kasihan
terhadap Lina.
Frans Chan yang mendengar dari luar hanya dapat
terdiam dan menunduk, beban yang Lina pikul bertambah lagi dan kali ini tak ada
habisnya. Perlahan Frans Chan meninggalkan tempatnya bersandar, menjauh dari kamar
yang menyedihkan itu.
“apa yang kau lakukan Frans Chan?” tanya Du Jinai
mengerutkan alisnya pada Frans Chan yang terlihat terburu-buru.
“tidak aku hanya aku hanya...” jawab Frans chan
ragu ketika Santha menatapnya,”aku harus pulang cepat kau tau bagaimana
keadaanku...”Frans Chan berlari cepat menghindari rentetan pertanyaan temannya
yang menatapnya dengan heran.
Frans Chan
terus berlari meninggalkan kedua sahabatnya tanpa menyadari Hee Chul mengikuti
perlahan di belakang.
“annyeong...”sapa Frans Chan di sebuah kedai
bubur,”boleh aku bertanya? Apakah tempat ini masih membutuhkan pegawai?”tanya
Frans Chan penuh harap.
“kau ingin melemar? Ya... kami membutuhkan
pegawai...”jawab salah seorang wanita paruh baya dengan ramah,”apa kau pelajar
smu?”tanya wanita itu lagi.
“ah..., bukan bi..., namaku Frans Chan..., saat ini
aku berkuliah di sebuah universitas...”Frans Chan menyerahkan amplop berisi
lamaran pekerjaan pada wanita itu.
“kau cukup memanggilku nyonya Oh . . . aku tak
memerlukan lamaran mu..., asalkan kau bisa melayani dengan baik dan bukan
pelajar smu..., kau bisa langsung ku terima..., apakah kau bisa bekerja
sekarang? Aku cukup kerepotan tanpa ada yang membantu...”pintanya dengan
perlahan sambil menatap ke arah kerumunan para pelanggan yang mengantri.
“baiklah..., gomawo nyonya...”dengan bersemangat Frans
Chan meletakkan tasnya di belakang dan memulai pekerjaan barunya itu.
“apa yang kau lakukan?” herdik Linda pada Jun Ki
yang melakukan kesalahan.
“aku hanya sedikit melenceng dan kau selalu
membentakku...”ucap Jun Ki dengan nada jengkel.
“itu karena kau pabo...”balas Linda, Joana yang
sedang mencoba panahnya di lapangan sebelah hanya dapat menggeleng tak
mengerti.
“kau meneriakiku pabo sudah 20 kali..., apa itu
belum cukup... aish... dasar wanita ini...”Jun Ki tak memperdulikan lagi dan
menghentakkan busurnya begitu saja lalu meninggalkan Linda ke arah ruang ganti.
“kapten....”ucap Joana perlahan. Linda mengatur
nafasnya dan berbalik.
“ya..., ada apa Joana?”
“soal turnamen itu..., apa kau yakin? Bahkan saat
masih beranggotakan 5 orang kami cukup sulit untuk memenangkannya..., tapi
anggota kita hanya 2... dan aku masih...” ucap Joana ragu tak berani
melanjutkan kata-katanya.
Linda mendesah ringan dan menggenggam tangan Joana
lalu berkata,”kita akan memenangkannya..., aku yakin pada kemampuanmu..., aku
yakin kau pasti bisa..., meskipun mungkin tak akan menang setidaknya kita sudah
mencoba...”jelas Linda dengan perlahan.
Joana menatap Linda tak percaya,”maksud kapten...,
kapten akan melepas klub panah?”.
Linda menggeleng lemah,”tidak jika aku bisa...,
tapi kau tau..., tak akan ada kemungkinan club ini untuk terus ada..., meskipun
ada aktor setampan dia berlatih di sini..., tapi itu hanya percuma..., kau tau
aku mendengar segera setelah turnamen..., club ini akan di ganti dengan yang
lain dan kurasa itu sudah keputusan final...”
“kapten...”ucap Joana tak percaya dan kembali
menggenggam tangan Linda yang melemah,”ayo kita memengangkan turnamen kali ini
dan kita buktikan club panah..., club panah bisa membuktikannya...”Joana
tersenyum pada Linda yang di balas senyuman kecil dari Linda. Hyu Gie yang
mendengar hanya menatap sedih ke arah keduanya.
Setelah satu jam lamanya berlatih Linda
memerintakan Joana untuk pulang dan dia melanjutkan sendiri latihannya kali itu
hingga Jun Ki datang dengan minuman kaleng dingin yang langsung di tempelkan di
dahi Linda yang sedang berkonsentrasi membidik panahnya.
“argh..., kau gila...”maki Linda.
“duduk dan minumlah...”perintah Jun Ki lalu
menyeret Linda ke arah pinggir.
“ya..., ollpaemiii...”ucap Linda gusar namun Jun Ki
tak perduli dan membuka kaleng minuman itu.
Linda akhirnya menyerah dan menikmati minuman itu
bersama Jun Ki yang terus menatapnya,”ada apa?” tanya Linda sedikit jengah.
“kau, hari ini aneh...”ucap Jun Ki dengan nada
setengah malas lalu membuka kaleng limunnya.
“masih saja kau meminum itu..., kau tak takut
lambungmu sakit?” tanya Linda dan sempat terdiam,”maafkan aku...., aku...
maksudku dulu...”
“Jangan memulai lagi..., aku sudah melupakannya...,
kau sendiri? Apa saat itu kau tak apa-apa?” tanya Jun Ki dengan nada perlahan.
“tentu saja..., aku bukan Linda si lemah kau
tau...”ucap Linda agak bersemangat.
“syukurlah kau kembali bersemangat...”ucap Jun Ki
sambil mengusap rambut Linda hingga berantakan.
“aish..., kau ini...”ucap Linda agak malu-malu dia
merapikan kembali rambutnya namun degup jantungnya membuatnya sedikit salah
tingkah,”ayo berlatih..., sebelum aku mengikuti turnamen...kau harus bisa
menguasai semua gerakan memanah...”ucap Linda sambil meletakkan kalenganya
kemudian akan pergi ketika Jun Ki menarikanya dan menatap lengan Linda lalu
merekatkan perekat pemanas di lengan Linda.
“dengan begini..., lenganmu akan berkurang rasa
sakitnya...”Jun Ki tersenyum hangat dan membuat Linda terdiam. Keduanya saling
bertatapan lama ketika perlahan Jun Ki mendekatkan wajahnya pada Linda. Dan
keduanya berciuman . . .
“Tsatsa..., ayo kembali...”ucap Rindi dengan
perlahan ketika mendapati Tsatsa sedang menemani Bella yang tak kunjung
sadarkan diri sejak pemeriksaan itu.
“biarkan aku di sini ahjumma..., aku sudah tak
apa-apa...” tolak Tsatsa tak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Bella.
“tak apa-apa bagaimana? Kau kira lukamu sudah
sembuh? Ayo..., kau harus melakukan cek-up...”ucap Rindi dengan sedikit
memaksa.
Dengan terpaksa Tsatsa meninggalkan Bella yang
terbaring lemah.
Tak lama Ji Yong datang dan menatap miris pada
Bella lalu mencium keningnya,”aku bersalah padamu...”perlahan Ji Yong
melepaskan masker oksigen yang menutupi sebagian wajah Bella, perlahan dia
mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Bella cukup lama.
Lina ang hendak masuk ruangan itu terdiam dan hanya
berdiri di balik pintu sambil menatap ke arah keduanya.
Ji Yong meletakkan kembali masker itu dan
menggenggam tangan Bella,”aku menyukaimu..., aku tak bisa mengatakannya
padamu..., aku telah berjanji akan melindungimu..., tapi aku menyakitimu...,
kau tau..., mungkin kau benar... aku sudah gila..., tapi ini yang terakhir
kalinya..., lupakanlah aku...”ucap Ji Yong dengan lembut dia mengusap kening
Bella lalu kembali mengecup keningnya.
Perlahan Ji Yong berjalan ke arah kaki Bella yang
di perban dan tanpa sungkan mengecupnya. Dengan pandangan sedih Ji Yong
meninggalkan Bella.
Lina menghindar dengan bersembunyi dan menatap
langkah berat Ji Yong meninggalkan tempat Bella di rawat.
“Lina...”
“aigooo...”pekik Lina yang cukup terkejut dengan
kedatangan Herlina.
“maafkan aku...”ucap Herlina dengan nada bersalah.
Lina menenangkan jantungnya kemudian mencoba
tersenyum pada Herlina,”aku tak apa..., apa yang kau lakukan? Kau...”
“tolong bantu aku....”pinta Herlina agak panik.
Lina mengerutkan alisnya tak
mengerti,”tolong?”tanya Lina berhati-hati.
Herlina mengangguk lalu menarik Lina ke arah lorong
yang agak sepi.
“tolong bantu aku..., ku mohon... kali ini
saja...”pinta Herlina bersungguh-sungguh.
“Herlin..., tapi aku...”
Herlina langsung menarik Lina ke arah baseman rumah
sakit,”sudahlah tak ada waktu..., kali ini saja ku mohon bantu aku...”
“apa maksudmu?”Lina merasakan sesuatu yang tak
beres pada Herlina yang terus merahasiakan kemana mereka akan pergi.
“aku tak tau di mana ibumu..., bahkan ponselnyapun
tak aktif...”omel Nam Gil yang terus mencoba menghubungi Lina.
Dhicca hanya mengangkat bahunya dan menatap ke arah
jam dinding,”paman..., apa Linda belum datanga juga?”
“belum..., ku rasa dia masih ada di sekolahnya...,
maaf Dhicca..., aku angkat telfone sebentar...”Nam Gil meninggalkan Dhicca yang
sedang duduk di koridor rumah sakit menikmati cuaca sore itu.
“kau sendiri lagi?”tanya seseorang dan membuat
Dhicca cukup terkejut.
“kau lagi..., maksudku... untuk apa seorang dokter
selalu mengganggu pasien?”tanya Dhicca dengan nada jengkel.
Ji Seob tersenyum senang dan duduk di sebelah
Dhicca dengan santainya,”saat berbeda antara pekerjaan dan kehidupan
pribadi...”godanya.
Dhicca hanya menggeleng sebal dan menatap ke arah
dedaunan yang terbang diiringi angin yang melambai lembut.
“kenapa kau hanya diam? Kau ada masalah?”tanya Ji
Seob dengan penuh perhatian.
“jika ya..., apa patut seorang dokter mencampuri
urusan pasiennya?”tanya Dhicca dengan ketus.
“aku tak berbuat jahat padamu kan? Ah... ini...”Ji
Seob mengeluarkan sebatang coklat dan meletakkan di tangan Dhicca.
“coklat lagi...”dengus Dhicca sinis.
“aku pecinta coklat...”jawab Ji Seob dengan
entengnya.
Dhicca meletakkan begitu saja coklatnya dan kembali
menatap lurus.
“apa lagi? Aku hanya ingin berteman denganmu...”
Dhicca mengerutkan alisnya menatap dokter
itu,”lucu..., kau aneh baksanim...”cibir Dhicca yang mencoba meraih kursi
rodanya, sedikit ceroboh Dhicca menggeser kursinya dan akan terjatuh ketika Ji
Seob menarik pinggangnya dan keduanya saling bertatapan.
“maaf..., aku mengganggu kalian...”ucap seorang
wanita dengan raut tak suka.
Ji Seob menarik Dhicca agar tidak terjatuh. Keduanya
cepat kembali keposisi semula dan Ji Seob meninggalkan keduanya dengan salah
tingkah.
“sepertinya dia menyukaimu nak..., aku tak pernah
menemuimu..., aku Jung Eun Hwa..., aku nenek kandungmu...” ucap Eun Hwa dengan
senyum sinis lalau duduk di sebelah Dhicca.
“aku..., maafkan aku...aku ingin bertanya...apakah
boleh?”tanya Dhicca perlahan.
“tentu setelah kau mendengarkan
kata-kataku...”tahan Eun Hwa,”tinggal 1 minggu lagi..., kita akan pergi ke luar
negri untuk mengobati penyakitmu dan untuk melanjutkan sekolah mu..., aku ingin
kau belajar bisnis nanti..., aku ingin kau meneruskan perusahaanku...” ucap Eun
Hwa dengan wajah keras seakan tak ingin di bantah,”pasport dan segala yang kau
butuhkan telah siap...”
Dhicca hanya menunduk lemah dan kemudian menatap
Eun Hwa penuh keingin tahuan,”kenapa..., kenapa kau baru mencariku? Kenapa kau
baru mengatakan dan menjemputku sekarang di saat aku telah menemukan keluarga
yang menyayangiku?” tanya Dhicca menahan air mantanya.
Eun Hwa menghela nafas berat,”aku telah lama
mencarimu, aku telah lama mengirimkan orang-orang untuk menemukanmu..., tapi
aku tak pernah menemukanmu..., aku baru menemukanmu beberapa bulan yang lalu ku
mencoba memastikan dan saat aku melihatmu di televisi saat kau dan keluargamu
itu mengalami kecelakaan aku tak bisa tinggal diam lagi...” jawab Eun Hwa.
“aku mengerti tapi aku bahagia dengan keluargaku
saat ini, aku tak ingin pergi...” Dhicca berusaha menunjukkan keinginannya.
“kau ingin tinggal sementara wanita itu membutuhkan
banyak uang untuk mengoperasi adikmu? Kau ingin keluargamu terlilit hutang, kau
harus menyadari kondisimu sendiri..., kau tau..., wanita itu mengalami masalah
dengan keuangan...”ucap Eun Hwa dengan penuh ketegangan.
Dhicca hanya diam tertunduk dan tak tau apa yang
harus dia katakan.
“aku bisa membantu ibumu untuk oprasi adikmu...,
aku akan mengganti semua uangnya selama kau di rawat..., dan aku akan
memberikan uang pembiayaan...”Eun Hwa memberika penawaran pada Dhicca yang
membuatnya semakin gundah.
Dhicca hanya terus diam memikirkan hal itu. Hingga
Eun Hwa kembali bicara,”baiklah jika kau tak ingin..., aku akan meninggalkan
kalian, tapi jangan harapkan apapun dariku lagi..., aku akan melepaskanmu jika
kau benar-benar ingin melihat mereka menderita...”Eun Hwa beranjak dari
tempatnya, Dhicca melangkah mendahului Eun Hwa kemudian berlutut.
“baiklah..., baiklah... aku akan ikut denganmu...,
aku akan ikut, tapi ku mohon ku mohon bantu keluargaku ku mohon bantu
mereka...”pinta Dhicca terus berlutut sambil menangis di hadapan Eun Hwa.
Sementara Rindi yang menatap dari kejauhan tampak ikut meneteskan air mata.
“Herlina..., tempat apa ini?”tanya Lina bingung.
“aku mohon padamu..., aku mohon dengarkan aku dulu,
tolong aku,,, halmeoni..., ah maksudku nenek kami datang, aku mohon kau
berpura-pura menjadi kekasih Hyung..., aku mohon Lina” pinta Herlina dengan
wajah penuh pengharapan.
“a...apa aku?”tanya Lina dengan gugup,”tidak
Herlin..., aku tak bisa... aku tidak..”
“aku tau kau tak menyukai kakakku..., tapi aku
mohon untuk kali ini Lina..., kakakku sedang pergi untuk perjalanan
bisnisnya..., aku tidak ingin kembali ke rumah itu..., aku aku mohon padamu
Lina...”Herlina berlutut di depan Lina.
“a...apa yang kau lakukan Herlina..., baiklah...,
baiklah apa yang harus aku lakukan?” Lina menyerah dan menuruti kata-kata
Herlina yang menuntunnya untuk melakukan segala yang di sukai neneknya.
“bagaimana? Kau bisa kan? Halmeoniku menyukai
wanita yang dapat merawat anak-anak dan pandai memasak...” ucap Herlina setelah
menjelaskan segalanya.
“aku bisa tapi..., aku tak ingin membohongi tentang
statusku..., aku tak ingin membohongi orang lain..., bagaimana?” syarat Lina.
Dengan berat herlina mengangguk setuju,”baiklah...,
aku tau kau orang yang baik, akan ku upayakan, kau katakan saja pada nenekku
tentang dirimu yang telah memiliki anak, aku rasa mungkin dia akan sedikit
marah, tapi itu tak jadi soal..., trims Lina...”
“baiklah...”Lina menatap ke arah rumah besar itu
dan melangkah bersama Herlina dengan tegang.
“Herlin..., kemana saja kau? Dan... siapa
dia?”tanya seorang wanita tua dengan raut wajah keras.
“Ha..., halmeoni..., dia Lina..., dia..., dia
kekasih Hyung...”ucap Herlina sedikit tegang.
“Hyung mengatakan dia belum memiliki kekasih...”
ucapnya dengan nada curiga.
Herlina menatap Lina dan kembali menatap
neneknya,”Hyung tak ingin halmeoni marah bahwa dia..., dia memiliki kekasih
yang telah memiliki anak...”Herlina berkata perlahan dan menunggu reaksi yang
di berikan neneknya.
Benar saja, raut ketidak sukaan tampak di wajah
wanita tua itu,”apa? Apa Hyung gila? Seperti tidak ada wanita lain di dunia
ini..., kau kira aku akan merestui mereka berdua?” ucap wanita itu dengan
murka,”kataka pada Hyung cari wanita lain...”
“tapi...”Herlina berusaha menjelaskan.
Namun Lina maju dan menunduk sopan,”saya Lina
nyonya, saya memang telah memiliki seorang anak, bisa saja sekarang saya
meminta Herlina untuk tidak mengatakan bahwa aku tak memiliki anak, tapi saya
hanya ingin agar suatu saat nyonya dapat menerima saya apapun kekurangan yang
aku miliki...”ucap Lina dengan lembut dan penuh kesopanan.
Sang nenek sempat terpesona dengan kata-kata Lina
dan sempat terdiam ragu.
“nyonya apakah anda sedang merangkai bunga? Aku
memiliki toko bunga..., ah tapi sayang kami mengalami musibah..., jika nyonya
ingin aku akan membantu nyonya...” ucap Lina mengalihkan pembicaraan saat itu
lalu mendekat dan memperhatikan tumpukan bunga di atas meja.
“ah..., kau pemilik toko bunga yang mengalami
kebakaran itu?” tanya nenek itu dengan nada berbeda.
“anda tau nyonya? Ya... saya pemiliknya...”
angguk Lina.
“ya..., tentu saja aku tau..., setiap bulan aku
selalu membeli bunga dari tokomu..., kau tau setelah itu aku susah mencari toko
bunga lain yang sebaik toko bungamu...” dengan nada ramah dia berbincang dengan
Lina. Sementara Herlina mendesah lega menatap keduanya yang tampak akrab.
TBC.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar