“SPRING IN LOVE 27” (봄 사랑에)
“ma...maaf....”ucap Linda kikuk.
Jun Ki memalingkan wajahnya dan menggaruk kepalanya
yang tak gatal,”apa..., aku rasa kau...”
“a...ayo kita kembali berlatih...” Linda mengelak.
Namun Jun Ki memeluknya dari belakang dan berbisik,”aku
menyukaimu..., aku menyukaimu...”
Linda terdiam kaku, tak tau apa yang harus dia
katakan atau perbuat, jantungnya begitu berdegup kencang,”a...aku...”
“Kapten..., aku pu..., ah mianhe kapten...”ucap
Joana yang tak sengaja melihat keduanya.
Jun Ki langsung melepas pelukannya dan keduanya
sama-sama salah tingkah di buatnya.
“Jo..., Joana..., ayo kita berlatih..., dan
ka...kau..., sudah saatnya kau bisa kembali atau melanjutkan latihan hari
ini...”ucap Linda dan kemudian berbalik pergi. Joana yang merasa tak enak hanya
menunduk memohon maaf pada Jun Ki.
Linda mencuci wajahnya di pancuran taman lalu
memegang bibirnya,”ish...paboo...”maki Linda sambil memukul pelan pelipis
kepalanya.
“apa yang membuatmu ingin mengundurkan diri Ji
Yong?”ucap Ji Hoon. Linda terdiam di tempatnya sambil terus mendengarkan.
“aku tak cocok bekerja di sini..., lagi pula ada
yang mau mengangkatku di rumah sakit swasta...”Jawab Ji Yong sambil duduk di
sebuah bangku taman,”oh ya..., apa kau tak ingin menjenguk anak itu?”
“siapa? Dhicca?”tanya Ji Hoon dengan nada terkejut.
“tidak.., yang ku maksud adalah Bie Khan..., ada
apa? Apa kau...” Ji Yong berusaha untuk tidak menyebutkannya.
“tidak aku...” ucap Ji Hoon ragu.
“sudahlah..., aku sama sepertimu... hanya kali ini
aku terbilang pengecut..., baiklah aku harus ke ruang kepala sekolah...”ucap Ji
Yong mengakhiri pembicaraan kali itu. Ji Yong melangkah ringan meninggalkan Ji
Hoon yang diam di tempatnya.
Sementara Linda terdiam pada apa yang baru di
dengarnya, kenyataan bahwa Ji Hoon ternyata mulai menyimpan perasaan terhadap
Dhicca, dan Ji Yong yang terpuruk pada kecelakaan yang menimpa Bella. Linda
berlari ke arah ruang panah dan bergegas ke arah ruang ganti.
“kapten..., ada apa?”tanya Joana heran.
“latihan cukup hingga hari ini..., kau boleh
kembali..., dan m...kau...”ucap Linda dengan kikuk,”kau juga boleh kembali...,
aku ada urusan...maaf...”ucap Linda dengan tergesah.
“aku akan mengantarmu..”ucap Jun Ki tiba-tiba.
Linda terdiam dan menggeleng,”tidak..., aku bisa
pergi sendiri...”tolak Linda, dengan bergegas dia mengambil tasnya dan berkata
pada Joana,”tolong kau kunci tempat ini..., aku harus pergii...” pesan Linda di
ikuti anggukan Joana. Linda dengan cepat berlari pergi.
Frans Chan menyapu pelan kedai bubur itu. Dengan
perlahan dia menajamkan matanya dan menatap mobil Hee Chul.
“Frans Chan...”ucap nyonya Oh kedai.
“ne..., ada apa nyonya...?” tanya Frans Chan dengan
sopan.
“aku akan menganantarkan pesanan, kau tolong
tangani pelanggan yang lain...” ucap Nyonya Oh kemudian pergi.
“hati-hati di jalan nyonya...”ucap Frans Chan dan
kembali menatap ke arah mobil di luar,”Hee Chul...” ucap Frans Chan perlahan. Frans
Chan berbalik ketika Hee Chul keluar dari mobilnya.
“permisi...”ucap Hee Chul saat memasuki kedai bubur
itu, semua mata menatap padanya. Hee Chul mendekat ke arah pelayan lain dan
bertanya,”m..., di mana pelayan bernama Frans?”
“a...aku... aku tidak tau tuan... mungkin dia ada
di belakang...” ucap pelayan itu gugup sambil menunjuk ke arah dapur.
Hee Chul tersenyum kemudian dengan cepat melangkah
ke arah dapur.
Frans Chan yang mengintip segera panik dan mencari
tempat untuk bersembunyi namun Hee Chul yang telah melihatnya menariknya.
“lepas Hee Chul...”ucap Frans Chan berusaha menarik
tangannya.
“tidak..., sekarang kau ikut aku...”Hee Chul
menarik Frans Chan keluar dapur dengan pandangan orang-orang ke arahnya.
“Hee Chul...” ucap Frans Chan berusaha memberontak.
Ketika Hee Chul berusaha memaksa Frans Chan naik ke mobilnya Si Won datang dan
menarik Frans Chan sambil menatap Hee Chul marah. Frans Chan menatap keduanya
bergantian.
“apa yang kau inginkan?”ucap Hee Chul dengan senyum
sinis.
“lepaskan Frans Chan..., jangan paksa dia lagi...”
Si Won berusaha tenang sambil terus menarik Frans Chan.
“tidak...,tidak akan pernah..., jika kau bermaksud
merebutnya..., aku tak akan menyerahkannya padamu...” tekad Hee Chul dengan
tatapan menantang.
“cukup... kumohon hentikan...” pekik Frans Chan
pada keduanya, orang-orang yang ada di sekelilingnya dan mengerumuninya dengan
penuh minat.
“lepaskan kekasihku...”ucap Hee Chul pada Si Won
yang wajahnya berkerut marah,”kau ingin mengatakan hal itu bukan..., kau ingin
mengatakan bahwa kau adalah T-Chan bukan? Katakan sekarang dan biarkan kami
pergi...” tantang Hee Chul.
Frans Chan yang tak percaya menatap keduanya tak
mengerti.
“Frans Chan..., aku akan mengaku padamu..., sejak
awal aku bukanlah T-Chan..., dan seperti kau lihat..., aku jatuh cinta padamu
saat dia memintaku untuk memastikan kau adalah Frans Chan...” aku Hee Chul
dengan tatapan dingin pada Si Won yang mengepal tangannya penuh amarah.
Tanpa ekspresi Frans Chan terus terdiam bingung,
dengan cepat Hee Chul menarik Frans Chan ke dalam mobil dan meninggalkan Si Won
yang terdiam saat air mata menetes dari mata Frans Chan.
Tsatsa terus menatap Bella yang masih tertidur.
Dengan perasaan bersalah Tsatsa terus menyeka lengan Bella dengan air hangat,
hingga tak menyadari Kyuhyun telah berada di kamar itu.
“em.., kau tak apa?” tanya Kyuhyun di ikuti dehaman
pelan.
Tsatsa sedikit terkejut dan berbalik,”aku tak apa
kak..., kakak sendiri? Apa kakak terluka?”
“tidak..., dan itu berkatmu...”ucap Kyuhyun merasa
bersalah. Keduanya sempat terdiam hingga Kyuhyun kembali
berkata,”gomawo...”
“tak apa kak..., justru aku yang berterimakasih...,
jika...jika saat itu kakak tak datang menemuiku...aku tak akan tau apa yang
terjadi padaku dan... Bella...”ucap Tsatsa lirih.
Tsatsa meneteskan air mata dan tertunduk, mencoba
menyeka air mata yang tak dapat berhenti mengalir.
Kyuhyun berlutut dan menyeka air mata Tsatsa dengan
lembut mencoba menenangkan,”maafkan aku..., kau selalu mendukungku...,maafkan
aku...”ucap Kyuhyun berulang kali.
“maaf kak..., aku tak bisa menahannya lagi...” tangis
Tsatsa,”aku tau..., aku tau... aku tak akan dapat melihat lagi... aku tau...,
jadi biarkan aku menatap kakak aku mohon...” pinta Tsatsa menatap lekat mata
Kyuhyun di balik linangan air matanya.
“aku..., maafkan aku... aku juga telah
mendengarnya..., ini semua salahku... karena aku... kau akan kehilangan
penglihatanmu... maafkan aku maaf...” ucap Kyuhyun dengan penuh penyesalan.
“tidak..., tidak kakak..., kakak tidak
bersalah...”Tsatsa menggeleng kuat namun Kyuhyun menahannya dan menatap Tsatsa
dengan penuh keyakinan.
“aku akan selalu mendampingimu..., aku akan selalu
bersamamu...”ucapan Kyuhyun membuat Tsatsa terdiam dan menatap Kyuhyun tak
percaya.
“tidak..., tidak kak..., bagaimana dengan kekasih
kakak?”Tsatsa tetap menggeleng.
“pilihanku..., adalah akan selalu mendampingimu...,
aku berjanji padamu...”yakin Kyuhyun.
“kak...”
“jangan katakan apapun lagi..., karena itu adalah keputusan
finalku...”yakin Kyuhyun.
Tsatsa menatap Kyuhyun lagi,”katakan padaku...,
apakah kakak benar-benar akan menyukaiku?”
Kyuhyun terdiam tak menjawab.
“jangan memaksakan diri kak..., aku tak ingin
seseorang yang berada disisiku terpaksa karena merasa kasihan..., aku hanya
ingin orang yang benar-benar menyayangiku..., dan aku tau..., kakak hanya
mencintai kekasih kakak..”kata-kata Tsatsa mengalun lembut diikuti senyuman.
Kyuhyun sempat tertunduk dan kembali menggenggam
tangan Tsatsa,”hubunganku dengannya telah berakhir..., semua berakhir hari sebelum
kau menolongku..., dia akan segera bertunangan dengan pilihan orang tuanya
setelah operasi..., aku akan mengatakan segalanya yang akan membuatmu percaya
padaku..., aku menyayangimu..., aku akan mencoba untuk menyayangimu lebih dari
ini..., aku akan selalu bersamamu..., jika kau tak menginginkannya aku akan
terus berada di sisimu hingga kau mau menerimaku...”ucap Kyuhyun dengan teramat
yakin.
Tsatsa hanya terdiam antara perasaan ragu dan
bahagia, sedih atau senang, perasaan aneh itu membuatnya hanya diam membisu
hingga Kyuhyun memeluknya dan berkata,”aku berjanji padamu...”
“Dhicca...”ucap Linda dengan tergesah.
Rindi yang sedang memasukkan pakaian Dhicca kedalam
tas sedikit terkejut dan menjatuhkan pakaian di tangannya,”ya... Linda... kau
mengagetkanku saja...”
“ahjumma..., tolong tinggalkan kami berdua...”ucap
Linda dengan nada sedikit di sopankan.
Rindi yang tau raut wajah Linda hanya diam dan
keluar dari ruangan itu.
“ada apa Linda...?” tanya Dhicca dengan nada heran.
“apakah sensanim Ji Hoon datang ke sini?” tanya
Linda dengan hati-hati.
Dhicca terdiam dan menatap Linda ragu,”dari mana
kau tau?”
“katakan padaku..., apa yang sensanim katakan?
Apakah dia mengatakan bahwa dia menyukaimu?”tanya Linda secara runtun.
Dhicca mengalihkan pandangannya mencoba mengulur
waktu.
“katakan padaku...”pinta Linda mengulang.
Dhicca mengangguk lalu menatap Linda,”belum
lama..., sensanim mengatakan bahwa dia...”
Linda memotong perkataan Dhicca dan bertanya ke
arah lain,”siapa yang kau sukai? Sensanim...
atau Dong Wook?”
Dhicca terdiam lama tak menjawab. Dengan tatapan
fokus Linda terus menatap Dhicca,”aku tak tau...”ucap Dhicca,”di saat aku tau
kenyataanya bahwa yang menolongku adalah Dong Wook, aku merasa bersalah
padanya,, tapi dia begitu saja hadir antara aku dan perasaanku pada
sensanim..., aku tak tau... aku benar-benar tak mengerti dengan perasaanku...”apakah
aku terlalu pabo...”
“kau menyukai keduanya?”ucap Linda kaku,Dhicca diam dan menatap Linda tanpa membantah,”kau tak ingin menyakiti keduanya..., karena itu kau menolak keduanya?” tanya Linda kemudian.
“kau menyukai keduanya?”ucap Linda kaku,Dhicca diam dan menatap Linda tanpa membantah,”kau tak ingin menyakiti keduanya..., karena itu kau menolak keduanya?” tanya Linda kemudian.
Dhicca diam dan memikirkan kata-kata Linda lalu
mengagguk,”apakah aku salah?”
“tidak..., tentu saja..., tak ada perasaan cinta
yang salah..., yang salah hanya...keraguanmu..., kau mencintai keduanya dan
keduanya mencintaimu..., bukan mereka yang tersakiti tapi dirimu sendiri...,
apakah kau benar-benar ingin pergi?, kau hanya ingin pergi karena kau ingin
menghindari mereka berdua?”tanya Linda dengan manahan kekakuannya.
“tidak..., aku hanya ...aku hanya...”Dhicca
menjawab ragu. Namun Linda yang telah di liputi perasaan kecewa hanya menatap
sinis Dhicca.
“ya..., aku mengerti..., aku mengerti sekarang...,
apa yang membuatku marah adalah kau tak mengatakannya padaku..., tak percayakah
kau padaku Dhicca?”tanya Linda menahan gemeretak giginya.
“tidak sungguh aku hanya tak ingin kau...aku tak
ingin kau merasa terbebani...hanya itu...” jelas Dhicca dengan mata yang
mengisyaratkan kesungguhan.
Keduanya lama terdiam dan Linda menatap Dhicca
dengan perasaan yang aneh,”cukup mengasihani aku Dhicca...”Linda berbalik dan
berhenti melangkah dari pintu,”mianhe...”ucap Linda, Dhicca hendak menghentikan
Linda namun perasaannya berubah menjadi tak enak, entah mengapa Dhicca hanya
menatap punggung Linda yang berlari menjauh seakan itu terakhir kalinya dia
akan bertemu Linda.
Seminggu berlalu...,waktu perpisahan itu datang...
“kapan kau akan pergi?”tanya Rindi sambil
memasukkan pakaian Dhicca.
“sore ini ahjumma...”jawab Dhicca tanpa semangat,”ahjumma...,
apa-apakah Linda akan datang hari ini?” tanya Dhicca dengan perlahan.
“tentu saja..., ada apa denganmu? Linda pasti
datang..., hanya saja sekarang dia ada pertandingan turnamen..., dia akan
segera datang dan kau harus menunggunya...”ucap Rindi. Tak lama ponselnya
berbunyi,”ya..., baiklah... ya... tentu tak apa...”ucap Rindi lalu menutup
ponselnya.
“apa ahjumma harus bekerja?”
“ya Dhicca..., ada pemotretan... aku akan segera
datang itu tak lama...”ucap Rindi lalu merapikan tasnya.
“ahjumma..., aku ingin kekamar Bella...”putus
Dhicca.
“baiklah... ayo...” Rindi membantu Dhicca duduk di
kursi roda dan membawanya ke kamar Bella.
“ahjumma...”ucap Tsatsa terkejut.
“aku titip Dhicca..., aku akan segera
kembali...”ucap Rindi lalu segera pergi.
“kak...”ucap Tsatsa dengan tatapan sedih,”apakah
kakak harus benar-benar pergi?”
Dhicca hanya mengangguk lemah dan memegang tangan
Bella yang terus tertidur,”bagaimanapun..., aku akan kembali sesegera
mungkin...”
“ya..., jangan lupakan kami kak...”ucap Tsatsa lalu
memeluk kakaknya dengan erat,”kami selalu di manapun kakak berada...”
“ya..., aku tau itu...” Lina menatap keluarga
kecilnya dari balik pintu dan menyeka air matanya dengan perlahan. Herlina
hanya menepuk bahu Lina berusaha menguatkan Lina.
“aku tak mengerti apa yang salah padaku...”
“tak ada yang salah Lina..., ini semua takdir yang
harus kau jalani... suka ataupun tidak..., kau harus melewati semuanya...”ucap
Herlina sambil tersenyum.
“ya...”
“aku sudah menghubungi Hyung..., dan dia setuju
dengan sandiwara kita..., kau akan jadi kekasih kakakku hingga dia menemukan
kekasihnya...”jelas Herlina dengan perlahan.
Lina hanya diam menatap Herlina, dia sudah masuk
dalam masalah itu. Lina mengangguk mengerti.
“aku harus pergi...,ayo Jo...”ucap Linda setelah
memasukkan peralatan panahnya. Linda menatap kotak kuning di tangannya. Dia
menatap lama sebelum bus yang menjemput datang.
Tak lama bus itu datang dan Linda meletakkan kotak
kecil itu di kantung jaketnya.
“kapten...”Joanna menunjuk ke arah mobil Jun Ki
yang datang menemuinya.
“kau...”ucap Linda gugup.
“ada apa? Kau terkejut?”ejek Jun Ki dan membuat
wajah Linda memerah.
“jika kau datang hanya ingin menggodaku...sebaiknya
kembali saja...”ucap Linda lalu melangkah ke dalam bis.
Jun Ki menariknya dan membuat keduanya saling
bertatapan,”kau belum menjawab pernyataanku...”
Linda diam dan berusaha mengelak,”sudahlah lepaskan
aku...”pinta Linda menahan malu namun Jun Ki semakin kuat menariknya.
“jawab...”
Linda diam dan menatap Jun Ki,”apa yang kau
harapkan dariku...? aku bukan wanita yang cantik..., aku bukan wanita yang
halus...”
“aku suka padamu, apapun ke kuranganmu..., itu yang
ingin ku katakan saat insiden itu..., dari dulu...”ucap Jun Ki, kata-katanya
begitu menekan perasaan Linda.
Linda diam dan terkejut oleh panggilan supir bus
yang kesal menunggu lama,”aku harus pergi...”
“kau harus menjawab...” tahan Jun Ki yang tak
perduli.
“aku tidak bisa...”ucap Linda dengan tertahan.
Jun Ki diam kemudian mengusap rambut Linda
perlahan,”selamat berjuang, aku akan menunggumu..., aku akan menunggu
jawabanmu...”Jun Ki tersenyum dan berbalik akan pergi.
Linda melangkah dan menarik jaketnya lalu menyelubungkannya
pada Jun Ki. Dengan cepat Linda mencium Jun Ki dan menatap mata Jun Ki yang
terkejut.
“aku tak bisa menahan lagi..., perasaan ini...aku
terlambat menyadarinya...,,maafkan aku..., tapi maukah kau menungguku?”senyum
Linda yang tulus terkembang di kedua sudut bibirnya,”aku bukan artis dan hanya
orang biasa..., kehidupanku 180 derajat berbeda denganmu..., jangan menyesal
karena kau telah memilihku..., aku juga ceroboh dan berbuat sesukaku...” ucap
Linda sambil berkedip jahil, Linda masuk ke dalam bis dengan cepat menahan rona
merah di wajahnya. Ketika Jun Ki mengetuk kaca di sebelah Linda.
“ulurkan tanganmu...”ucap Jun Ki yang langsung di
turuti Linda. Untaian gelang perak menggantung lembut di tangan Linda dan Jun
Ki mencium lama lengan Linda lalu tersenyum,”aku menunggumu...”
Bus mulai berjalan pelan dan Linda melambaikan
tangannya hingga kemudian bayang2 Jun Ki menghilang. Linda menatap untaian
gelang di tangannya dan mencium gelang itu.
Joana yang duduk di sebelahnya ikut tersenyum dan
membiarkan ke asyikan kaptennya.
Frans Chan duduk di sudut kamarnya dengan wajah tak
bersemangat. Ingatannya kembali ke saat itu..., sesaat setelah Hee Chul
membawanya pergi.
“kenapa kau berbohong?”tuntut Frans Chan.
“karena aku ingin bersamamu...”jawab Hee Chul
singkat,”maafkan aku...”
“ku kira kau orang yang dapat ku percaya...”Frans
Chan berkata dalam kegetaran.
“aku tak bermaksud untuk menipumu atau apapun...,
aku benar-benar mencintaimu..., kau terlalu kecewa karena kau mencintai Si
Won?”ungkit Hee Chul.
Frans Chan terdiam menatap tak percaya pada Hee
Chul.
“aku terus berjuang untuk mendapatkanmu..., aku tau
aku bersalah, bagaimanapun juga aku tak ingin melepaskanmu...,aku menyukaimu
bukanlah sebuah kebohongan...”Hee Chul menatap Frans Chan lama kemudian menarik
tangan Frans Chan dan menciumnya,”aku tak mengerti apa yang kurang dari bagian
diriku..., tapi aku sungguh-sungguh..., mencintaimu..., bisakah kau.., hanya
melihatku seorang saat ini?”
“aku tak tau..., maafkan aku...”Frans Chan
memalingkan wajahnya dan menarik tangannya.
Dengan tatapan kecewa Hee Chul menghela nafas dan kembali
menatap ke depan,”aku akan keluar dari pekerjaanku...”
Frans Chan menatap Hee Chul tak percaya.
“aku akan keluar...,aku akan melanjutkan studyku ke
Inggris..., ikutlah denganku...”ucap Hee Chul tanpa menatap mata Frans Chan.
“apa maksudmu?”
“aku ingin kau ikut denganku..., aku
sungguh-sungguh Frans Chan..., aku akan menunggumu,, minggu depan..., aku telah
mengurus semuanya...” kali ini Hee Chul menggenggam tangan Frans Chan kuat
berharap membuatnya percaya akan kesungguhannya.
Frans Chan tak dapat menjawab dan hanya diam dalam
kebingungannya.
Frans Chan kembali tersadar ketika ponselnya
berbunyi. Hee Chul telah, menghubunginya berkali-kali dalam lamunan Frans Chan
tadi.
Frans Chan bangkit dan mengambil selembar kertas
lalu menuliskan sesuatu dan meletakkan di meja belajarnya. Dengan cepat Frans
Chan memasukkan pakaian dan semua surat-surat miliknya. Frans Chan menatap foto
ibunya dan menciumnya sekali lalu memasukkan ke kantung mantelnya dan bergegas
pergi.
“kau datang Rindi...”ucap Jong Hun sambil
tersenyum.
“tentu saja..., ini pekerjaanku...”jawab Rindi
sambil membalas senyuman Jong Hun. Keduanya menuju tempat pemotretan yang
berada di luar kota. Dengan tenang Rindi mengikuti semua prosesi pemotretan
bersama Jong Hun tanpa menyadari seseorang menatapnya penuh kebencian.
“bagaimana dengan keluargamu? Aku dengar
kau...”ucap Jong Hun selesai pemotretan dengan perasaan bersalah karena
kesibukannya yang teramat sehingga kurang memperhatikan Rindi,”maafkan aku yang
terus pergi beberapa minggu ini...”
Rindi menggeleng lalu menjawab,”tak apa Jong
Hun..., mereka baik-baik saja..., kau sudah kembali aku sangat senang...”jawab
Rindi tulus.
Jong Hun menarik Rindi dan mengecup kepalanya
lembut,”aku merindukanmu...”ucap Jong Hun dengan tatapan rindu yang teramat.
“ya..., aku juga sangat merindukanmu...”balas
Rindi. Keduanya saling tersenyum dan Jong Hun menyerahkan air mineral pada
Rindi.
“aku dengar Kim Aruna penyebab semua itu?”
Rindi hanya mengangguk sedih aku tak tau apa yang
menyebabkannya begitu membenciku...”
Jong Hun menatap Rindi dan menggenggam tangannya
dengan kuat,”aku selalu bersamamu...”senyum Jong Hun terkembang sambil
menghapus tetesan air mata Rindi,”jangan menangis..., aku tak ingin melihat kau
bersedih...”
“ne...”angguk Rindi balas menggenggam tangan Jong
Hun dan meletakkan di lehernya seakan Rindi mendapat ketenangan dari genggaman
Jong Hun.
Pertandingan di gor panahan di puncak Ja Dong...
“ayo kapten...”teriak Joana dengan bersemangat.
“...”Linda berkonsentrasi penuh di babak terakhir
pertandingan perorangan. Babak beregu dan yang lain telah di lewatinya dengan
sukses walaupun memar di tangannya bertambah parah, Linda telah memenangkan 3
dari 5 pertandingan yang di adakan hari itu dan ini penentuannya. Sambil
menahan perih Linda mulai membidik dengan menarik busurnya. Lengannya berdenyut
hebat dan membuatnya sedikit pusing.
“kapten...”ucap Joana dengan nada khawatir saat
menatap lengan Linda yang mulai membiru.
Linda melesatkan busurnya dengan tatapan tegang.
Berharap tembakannya benar dan tepat pada bulatan hitam di tengah.
ZLEP... panah Linda menancap di bulatan itu dengan
mantap. Joana bersorak keras dan memeluk Linda dengan perasaan haru.
“kapten..., kita menang...kita menang...”teriak
Joana.
Linda tersenyum sambil menatap busur panahnya yang
menancap tepat di sasaran. Penyerahan piala dan medali berlangsung sepi dari
tepuk tangan tanpa ada sporter dari club Linda yang hanya beranggota 2 orang.
“gomawo...”ucap Linda sambil tersenyum pada anggota
club panah dari sekolah lain yang mengucapkan selamat padanya.
“kau hebat..., walaupun sekolah kalian hanya
mengirim dua orang...aku salut..., oh ya aku Young Min, kapten club panah dari
Nam Go Yang....” senyum Young Min sambil menyalami Linda.
“ne..., gomawo...” aku harus kembali...”ucap Linda
saat Joana melambaikan tangan padanya,”aku harus pergi...gomawo...”Linda segera
berlari ke arah Joana.
“ayo kapten..., kita harus kembali...”senyum Joana
terkembang saat menatap tropi di tangannya.
“ne...” ucap Linda lalu menatap gelang di tangannya
dan tersenyum.
“kapten lihat itu laut kan... wah cantik...”kagum
Joana sambil menatap laut dari sisi turunan bukit.
“m...”angguk Linda dengan penuh kenangan. Tiba-tiba
bus yang di tumpanginya kehilangan kendali. 5 penumpang lain berseru panik.
“kapten...”pekik Joana dengan nada ketakutan.
“apa yang terjadi?”ucap Linda menatapke arah supir
yang terlihat panik juga mengendalikan busnya yang terus tak tentu arah di
turunan bukit.
“Jo..., sekarang kita keluar...”perintah Linda saat
menatap beberapa penumpang lain yang nekat melompat keluar.
“tapi kapten...”Joana menatap ketakutan namun Linda
menariknya enuju pintu.
“cepat..., kita bersama...” Linda memegang kantung
jaketnya. Dan tak menemukan kotak itu di sana,”dimana kantungku...”pekik Linda
panik. Linda menatap tempat dia duduk,”joana..., kau melompatlah duluan...aku
akan menyusul!”perintah Linda dalam kepanikan.
“tapi kapten...”cepat...ada semak!”teriak Linda
lalu mendorong Joana saat bus mengarah ke semak Joana jatuh terguling dan
menatap bus yang oleng ke arah jurang,”kapteeennnn...”teriak Joana sambil
menahan sakit di tanganhya.
Dengan cepat Linda mengambil kotaknya dan sempat
menatap seorang wanita yang hanya diam di pojokan dengan tangan terkepal. Tak
ada waktu lagi saat bus memasuki bibir jurang. Linda tau, tak ada kesempatan
baginya. Air matanya mengalir dan Linda menjulurkan kepalanya lalu melempar kotak
itu pada Joana,”berikan pada Dhicca..., katakan aku MENYAYANGI MEREKA...”Linda
tersenyum sesaat sebelum bis memasuki jurang.
“TIDAK...KAPTENNNN”
Prang...
Dhicca menjatuhkan nampan besi di tangannya dengan perasaan yang teramat aneh. Dhicca menatap Lina yang menatapnya dengan aneh.
Dhicca menjatuhkan nampan besi di tangannya dengan perasaan yang teramat aneh. Dhicca menatap Lina yang menatapnya dengan aneh.
“ada apa?”
“aku tak tau umma..., sepertinya terjadi
sesuatu...”ucap Dhicca tertahan.
“Bella...” ucap Tsatsa saat Bella menggerakkan
tangannya.
“ada apa?” tanya Lina yang langsung datang
mendekat.
“lihat..., Bella sadar umma...”Tsatsa terpekik
senang dan segera memanggil perawat.
Bella diam dan menatap ke atas dengan pandangan
ketakutan. Di balik selang oksigennya Bella berusaha mengucapkan sebuah kata.
“ada apa Bella...”ucap Lina sambil membelai kepala
Bella lembut.
Nam Gil yang memeriksa Bella melepas masker oksigen
dari wajahnya,”apa kau mendengarku? Apa kakimu terasa sakit?”
Bella tak menjawab dan hanya menatap bingung.
“ada apa Nam Gil?”tanya Lina yang tau sesuatu
terjadi.
“entahlah..., sebentar...Bella... lihat sinar
ini...”Nam Gil mengarahkan senternya ke mata Bella dan memeriksa,”tidak ada
apa-apa..., kau bisa bangun?”perlahan Nam Gil membantu Bella bangkit,”masih
terasa sakit? Kami harus memeriksa kakimu dan melakukan operasi..., apakah kau
baik-baik saja Bella?”
“Bella? Apakah itu namaku?”tanya Bella dengan
bingung menatap orang-orang di sekelilingnya,”kalian siapa?”
Tsatsa dan Dhicca saling bertatapan tak mengerti.
“Nam Gil...”ucap Lina masih memandang Bella,”apa
yang terjadi?”
“kita harus melakukan pemeriksaan kak..., tolong
bawa dia...”ucap Nam Gil pada para suster yang langsung membawa Bella ke ruang
pemeriksaan.
“apa kak? Bella sadar? Baiklah...aku akan segera ke
sana...ya..., aku akan ke rumah dulu..., aku rasa Franns Chan masih mengurung diri
di kamarnya..., ya akan ku bawa...” Rindi menutup ponselnya dan masuk ke mobil
Jong Hun yang telah menunggunya.
“ada apa?”tanya Jong Hun tenang.
“Bella sadar..., bisakah kau mengantarku terlebih
dahulu?”pinta Rindi perlahan.
“tentu saja...”Jong Hun mulai menyalakan mesin
mobilnya.
Rindi hanya diam dan memperhatikan jalan ketika
Nickhun menghubunginya.
“dimana kau?”tanya Nickhun yang terdengar
panik.
“aku? Aku bersama Jong Hun... ada apa?”Rindi
menatap Jong Hun yang ikut memperhatikannya.
“Kim Aruna menghilang..., dia kabur dari
penjara..., ku harap kau berhati-hati...”ucap Nickhun,”maafkan aku..., aku tak
bisa ...”
“KYAAAAAAAAAA...”teriak Rindi saat Kim Aruna
tiba-tiba mencekiknya hingga Rindi menghempaskan ponselnya begitu saja.
“apa yang kau lakukan!”herdik Jong Hun yang
berusaha menghentikan mobilnya namun, mobil itu hilang kendali dan Kim Aruna
tersenyum angkuh pada Jong Hun.
“jika aku tak bisa memilikimu..., tak akan ada yang
memilikimu...”ucap Kim Aruna dan teus mencekik leher Rindi yang berusaha
memberontak.
“hentikan...” Jong Hun berusaha mengendalikan
mobilnya yang terus melaju tanpa bisa berhenti.
“kita bertiga..., akan mati
bersama...ahahahahahahaha...”teriak Kim Aruna, dengan nekat Jong Hun melepas
stir mobil dan mendorong Kim Aruna ke belakang.
Mobil membanting ke kanan di tikungan jalan. Kim
Aruna terbanting ke kanan saat sebuah container mendadak datang. Jong Hun
menarik Rindi ke pelukannya dan melindungi dengan cepat lalu sempat
berbisik,”aku mencintaimu...”
Lina tersadar saat Nam Gil memanggilnya dan
menyuruhnya masuk ke kamar pemeriksaan Bella. Dengan cepat Tsatsa mendorong
kursi roda Dhicca ke dalam.
“Bella..., kau baik-baik saja?” tanya Tsatsa panik.
“kalian? Apakah aku mengenal kalian?”tanya Bella
bingung.
“aku saudaramu..., dan ini kakak kita..., kau ingat
kak Dhicca...”Tsatsa menunjuk Dhicca dengan nada cemas.
“Tsatsa..., sudahlah...”ucap Nam Gil menahan Tsatsa
yang ingin membuat Bella mengingat sesuatu.
“apa maksudmu Nam Gil?”tany Lina tak sabar.
“Bella mengalami shock ingatan..., dia menghapus
memori masalalunya..., dia tak mengingat siapapun kita saat ini...”Nam Gil
menjelaskan dengan perlahan.
“apa?”Dhicca menatap Bella tak percaya,”bisakah kau
mengingat keluargamu Bella?”paksa Dhicca.
“tidak...tidak..., kenapa kalian memaksaku...siapa
kalian? Kalian belum menjawab pertanyaanku...”pekik Bella yang merasa frustasi
mengingat apa yang di paksakan.
“Dhicca..., sudahlah...”ucap Lina menahan air
matanya dan menggenggam tangan Bella,”kami tak akan memaksamu mengingat..., kami
akan membantumu mengingat..., apakah kau percaya pada kami?” tanya Lina dengan
penuh kasih sayang.
Bella menatap Lina dengan ragu namun Bella hanya
tertunduk diam dan berkata,”aku tak tau..., aku tak mengerti apa yang salah dan
siapa aku..., ku mohon tinggalkan aku sendiri...”pinta Bella.
“ayo kak..., kita biarkan dia untuk sendiri...,
beberapa jam lagi, dokter yang akan memeriksa kakinya akan datang...”Nam Gil
menuntun Lina keluar dari ruangan itu,”ayo Tsatsa...Dhicca...”
Dengan berat Tsatsa mendorong kursi roda Dhicca
keluar dan sempat menatap Bella yang meremas rambutnya berusaha berfikir.
“jangan memaksanya lagi..., aku takut Bella akan
mengalami stres...”ucap Nam Gil dengan nada sedih.
“ya...”angguk Lina,”kita harus pelan-pelan...,
terlalu berat beban Bella..., mungkin itu penyebabnya..., dan ini semua
salahku...”ringis Lina menyalahkan dirinya sendiri.
“kak..., sudahlah...” ucap nam Gil berusaha
menguatkan.
“umma..., ada kami... umma jangan sedih..., dan aku
berjanji akan membantu Bella...”ucap Tsatsa.
Lina menatap Tsatsa dengan penuh kesedihan dan
mengusap air mata Tsatsa,”umma akan berusaha sekuat umma untuk mengobati
matamu..., umma akan bekerja keras untuk kalian...” janji Lina.
“umma..., maafkan aku...”pinta Dhicca memeluk
pinggang Lina dengan penuh kesedihan,”maafkan aku tak bisa bersama kalian...”
“Dhicca...”Lina membelai kepala Dhicca lembut,”kau
harus berjuang..., kau harus sehat..., umma akan selalu menunggumu...”senyum
Lina menghangatkan Dhicca yang hanya mengangguk kecil.
“Nam Gil...”panggil seorang dokter dengan tergesah.
“Yuuqi...ada apa?”tanya Nam Gil.
“apakah ini identitas keluargamu?”tanya dokter
bernama Yuuqi itu menyerahkan dompet dan ponsel pada Nam Gil.
“itu..., milik Rindi...”ingat Lina dengan cepat.
Nam Gil membuka dompet itu dan membetulkan
kata-kata Lina,”ya..., ada apa?”
“kalau begitu benar..., dia mengalami
kecelakaan..., dan sekarang dia akan di bawa ke ruang gawat darurat...” jelas
Yuuqi.
“apa..., tidak itu bukan...”Lina segera berlari ke
arah instalasi gawat darurat dan menemukan Rindi yang telah berlumuran darah
dan terus mengganggam tangan Jong Hun yang berada di sebelahnya telah tak
bernyawa,”RINDIIIII...”teriak Lina histeris.
“kak...,biar kami memeriksanya...”tahan Nam Gil
yang langsung membawa Rindi ke ruang perawatan. Genggaman tangan Rindi pada
Jong Hun lepas begitu saja seiring Rindi yang di bawa masuk ke ruangan yang
berbeda dengan tubuh Jong Hun yang telah tak bernyawa.
Lina dudk lemas tak ada kekuatan lagi pada kakinya
yang terasa lumpuh. Saat itu datang jenazah lain diikuti Joana yang terus
berteriak.
“Kapteeeeennn..., tidak
mungkin...tidaaaaaaaaaakkk...”teriak Joana.
Dhicca menoleh perasaan sakit di dadanya begitu
memuncak. Perlahan Dhicca mengarahkan kursi rodanya ke arah tubuh yang telah
ditutupi kain putih,”Joana...”ucap Dhiccaperlahan berusaha berfikir positif.
“senior...” Joana langsung memeluk Dhicca dan
berkali kali meminta maaf,”mianhe...,mianhe senior...”
“apa? Siapa dia?”tanya Dhicca yang terus berusaha
tenang.
“kapten..., kapten telah tiada..., kapten...,
kapten...”ucap Joana dengan air mata menggenangi wajahnya yang pucat dan penuh
luka.
“bukan..., ini pasti salah..., ini bukan kak
Linda..., bukan...bukan kakakku...,ini orang lainnn...”pekik Tsatsa yang
langsung jatuh terduduk air mata berderai deras dari pelupuk matanya yang entah
mengapa tak dapat di tolaknya.
“Linda? Tidak...tidaaaaaaakkkk
LIIIINDAAAAAAAAAAAA....”Lina berusaha bangkit mendekat,getaran kuat saat Lina
membuka penutup itu. Lina menatap wajah yang penuh dengan luka
bakar,”a...ani...aniiii....anakku...anakku sangat cantik saat aku
menemukannya..., anio..., aku tak dapat mengenalinya sebagai
anakku...aniiiii...ini bukan Linda...bukaaannnn...”teriak Lina histeris di
tubuh kaku itu.
Dhicca tak mampu berbicara saat air matanya
berderai dengan deras. Dhicca menggenggam tangan yang telah hangus terbakar itu
tanpa perasaan jijik sedikitpun,”apakah ini kau? Ya..., bangun Linda..., apakah
ini kau? Kau hanya berbohong kan? Kau hanya ingin memberiku kejutan kan?
Linda..., jangan bercanda...”suara Dhicca bergetar hebat. Dia tak mampu menahan
lagi,”Lindaa..., bangunlah..., maafkan aku..., maafkan akuuuu...,
mianhe...mianhe....”
Joana meletakkan sebuah kotak yang telah rusak pada
Dhicca dengan sesegukan, ”kapten...memenangkan pertandingan...”Joana
memperlihatkan piala di tasnya yang telah rusak,”sebelum bus memasuki jurang
kapten mendorongku turun dan menyuruhku untuk memberikan itu pada senior...,
kapten mengatakan bahwa kapten menyayangi keluarganya...”
Kata-kata Joana menambah kepedihan saat itu. Jun Ki
yang datang terdiam di tempatnya tak mampu berjalan ke arah tubuh wanita yang
di tunggunya dengan penuh perasaan cinta. Jun Ki tak mampu menopang tubuhnya
yang langsung di tahan oleh Yoo Shin sang manager.
Dengan tangan gemetar Dhicca membuka kotak itu,sebuah
kalung berbentuk tetesan embun yang sangat cantik menjuntai lemah di tangan Dhicca,
retakan kecil ada di ujungnya akibat benturan.
“Dhicca...” ucap Eun Hwa yang datang bersama 2
asistennya,”ayo kita pergi..., sudah waktunya..., kita sudah terlambat...” ucap
Eun Hwa tanpa perduli akan suasana itu.
“tidak..., ku mohon... aku ingin bersama Linda...”pinta
Dhicca memberontak, tapi Eun Hwa tak perduli dan memerintahkan asistennya untuk
membawa Dhicca. Ke dua asisten itu menarik kursi roda Dhicca dengan tak sabar.
Dhicca berusaha menggenggam tangan itu namun perlahan terlepas. Lina berusaha
menahan kepergian Dhicca,”jangan bawa anak-anakku pergi...ku mohon
nyonya...biarkan Dhicca tinggal sebentar...”pinta Lina.
Namun Eun Hwa melepaskan tangan Lina dari kursi
roda Dhicca dan memberikan bungkusan uang pada Lina dan berkata,”ini uang
pengganti selama Dhicca tinggal di rumahmu..., terimakasih telah merawat
Dhicca..., ayo...” perinta Eun Hwa.
“tidakkkk..., ummaaaa..., Lindaaaaaa...., tidak
biarkan aku tinggal...”pekik Dhicca berusaha untuk turun namun ke dua asisten
Eun Hwa lebih cekatan dan menahan Dhicca.
“Dhiccaaaa...tidakkk....,jangan pergi...”teriak
Lina seisi rumah sakit menatap ke arah keduanya dengan tatapan aneh.
“lepaskan kak Dhicca...”teriak Tsatsa namun dengan
kasar ke dua asisten itu mendorong Tsatsa hingga terjatuh.
“Linda...., mianhe...”ucap Dhicca sebelum pandangan
tubuh yang di tutupi kain putih itu hilang dari pandangannya.
Hilang....
Perlahan... menghilang...
Benak Lina terus berkecamuk dalam kesedihan...
Keluarga kecilnya...tercerai berai...
Frans Chan, kabur dari rumah dengan meninggalkan
sepucuk surat yang mengatakan bahwa dirinya sedang mencari tujuan hidupnya.
Rindi, menjadi setengah gila setelah pemakaman Jong
Hun. Berkutat pada fikirannya sendiri dan menangis di sudut kamar.
Bella, kehilangan ingatannya dan harus menggunakan
tongkat ketiak. Setiap melangkah kakinya yang terluka berdenyut hebat dan
membuatnya harus sering duduk.
Dhicca, meninggalkannya, pergi setelah keluarga
kandungnya menjemput, tak ada kabar..., tak ada berita...
Tsatsa, penglihatannya semakin kabur dan terus
kabur. Benturan yang mengakibatkan kebutaan itu membuat Tsatsa kehilangan warna
dunianya...
Linda, harus pergi meninggalkan keluarga kecil itu
untuk selamanya...
Saat musim semi kali itu di pemakaman di sebuah dataran tinggi, Lina
menatap makam Linda dengan tetesan air mata. Herlina dengan setia terus
menemaninya...
Keluarga kecil yang tercerai berai itu..., membuat
Lina semakin sesak.
Lina berkata,hidup tak adil padanya...
Tapi ketika dia menatap Bella, Tsatsa dan Rindi
kekuatan yang muncul untuk melindungi anggota keluarga yang tersisa, dengan
kekuatannya yang tak akan pernah menyerah...
TBC...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar