“SPRING IN LOVE 30” (봄 사랑에)
“Dhicca...”teriak Lina histeris.
Dhicca dan Frans Chan erguling ke sisi jalan, dan dengan
segera Lina menghampiri keduanya, orang-orang pun langsung berkumpul.
“Dhicca...” ucap Lina dan segera membanu Dhicca kemudian
terdiam menatap Frans Chan.
“Frans Chan...”ucap Nam Gil terkejut menatap Frans Chan.
Frans Chan hanya terdiam kaku tak tau apa yang harus dia
lakukan.
“umma..., kakak...”ucap Dhicca yang langsung memeluk Lina
erat tanpa memperdulikan luka di tangannya,”umma..., kakak..., paman...Tsatsa
aku merindukan kalian..., aku rindu...”tangis Dhicca. Orang-orang yang telah
berkumpul kemudian pergi satu persatu dan beberapa di antaranya mengumpat
kesal.
“Dhicca..., umma juga merindukanmu...”ucap Lina sambil
memeluk Dhicca balik. Saat Frans Chan akan meninggalkan diam-diam Lina langsung
menggenggam tangan Frans Chan kuat dan membuat Frans Chan kembali terdiam.
“Kau gila Dhicca...”maki Eun Hwa dengan wajah marahnya,”ayo
ikut aku..., kita pulang...”Eun Hwa menarik Dhicca namun Dhicca terus memeluk
Lina erat.
“aku tidak mau..., aku ingin bersama dengan ummaku aku tidak
mau...”ucap Dhicca bersikeras terus memeluk Lina.
“Dhicca..., lepaskan dia atau aku akan menyeretmu
pergi...”bentak Eun Hwa tak suka.
“Aniiii...”
“nyonya..., jangan memaksa seperti ini..., kau lihat apa
yang di lakukan Dhicca hanya demi bertemu dengan ibunya...”ucap Nam Gil emosi.
“nam Gil...”tegur Herlina yang takut memperkeruh suasana.
“tak ada hubungannya dengan kalian keluarga miskin tak tau
diri...”maki Eun Hwa dengan nada dingin yang sangat menyakitkan.
“kakak...”ucap Tsatsa namun Herlina menahannya. Sementara
Frans Chan hanya diam menahan amarahnya yang akan meledak akan kata-kata kasar
Eun Hwa pada ibunya.
“Dhicca...”ucap Lina dengan lembut,”jangan seperti itu...,
jangan membentakatau membantah pada orang yang lebih tua darimu...”
“tapi aku..., aku rindu dengan umma...”Dhicca hampir
meneteskan air mata ketika Hyung datang dengan tergesah.
“Hyung..., dari mana kau tau kami di sini? Dan acara makan
malamnya?” tanya Herlina bingung.
“aku datang ke rumah Lina dan kata Bella kalian masih di
sini karena Lina memutuskan begitu saja telphone Bella..., apa yang
terjadi?”tanya Hyung kembali menatap ke arah Lina.
“insiden..”ucap Nam Gil.
“paman..., ada apa sebenarnya?”Tsatsa terus mengulang
pertanyaannya meminta penjelasan. Namun tak seorang pun menjawab dan kembali
menatap Lina.
“Aku tidak mau pergi...”Dhicca bersikeras terus memeluk Lina
ketika Eun Hwa memerintahkan asistennya membawa paksa Dhicca.
“nyonya..., jangan membuatnya seperti ini..., aku
mohon...”pinta Lina pada akhirnya.
“ada apa, Lina...?”tanya Hyung dengan khawatir.
“Hyung...”
“siapa kau berani ikut campur dengan urusan kami...”ucap Eun
Hwa tak suka pada Hyung.
“aku Kim Hyung Joon..., jika nyonya tidak berkeberatan untuk
menyelesaikan masalah ini di tempat lain...”ingat Hyung sambil menatap
orang-orang yang berkumpul.
“siapa? Kim?? Kau keponakan Kim De Jin?”tanya Eun Hwa
mengulang.
Hyung mengangguk dan menjawab,”ya...”
“kau yang akan di jodohkan dengan cucuku bukan?”ucapnya
mengulang.
“di jodohkan?”ucap Herlina sambil mengerutkan alisnya
bingung,”apa maksud anda..., tidak mungkin karna Hyung ku akan menikah dengan
Lina...”Herlina membuat Eun Hwa terkejut dan mengerutkan alisnya.
“tidak..., makan malam hari ini untuk memperkenalkan
keponakan De Jin dengan cucuku...” ucap Eun Hwa bersikeras.
“cih..., bibi De Jin berusaha membatalkan pernikahan kau dan
Lina rupanya...”ucap Herlina dengan senyum sinisnya. Lina hanya diam dan Dhicca
memandang terkejut apa yang di katakan neneknya.
“maaf..., bukan bermaksud tak sopan pada anda nyonya...,
tapi saya akan segera menikah dengan wanita ini...”Hyung menatap Lina dan
menyentuh pundak Lina meminta dalam isyarat agar Lina menyerahkan segalanya
pada dirinya.
“apa?! Tidak..., lalu untuk apa De Jin mengajak kami makan
malam...”Eun Hwa menahan perasaan malunya dengan menaikkan nada suaranya.
“karna nyonya De Jin tak menyukaiku...”ucap Lina kemudian
membantu Dhicca bangkit yang terus memeluknya tak mau melepaskan ibunya sedikit
pun, begitu pula dengan Frans Chan yang hanya diam mendengar karena bingung,”aku
mohon nyonya.., untuk malam ini... biarkan Dhicca bersama kami..., aku akan
mengantarnya besok..., aku tak akan menculik Dhicca atau apapun...,biarkan
malam ini kami bersama...”Lina berusaha memohon pada Eun Hwa.
“argh...”Eun Hwa menggertakkan giginya dan menatap tubuh
Dhicca yang penuh luka akibat terjatuh berkali-kali tadi,”baiklah jika itu
maumu Dhicca..., kau harus kembali sebelum kau bekerja di kantor besok...”Eun
Hwa memalingkan wajahnya dan segera pergi dengan wajah marahnya.
“umma...,gomawo...”tangis Dhicca. Lina tersenyum singkat dan
membelai punggung Dhicca dengan sebelah tangannya dan seblah lagi tetap
memegang tangan Frans Chan kuat.
“sudahlah ayo kita kembali...”ingat Hyung dan akhirnya
Dhicca melepaskan pelukannya.
“ayo...,Frans Chan..., kau ikut dengan kami...”ucap Lina
dengan nada lembut pada Frans Chan yang tertunduk malu.
“anni...umma... aku...”Frans Chan berusaha menolak dengan
mengalihkan pandangannya pada sepedanya yang tergeletak di sebrang.
“tidak masalah..., aku akan membawanya...”ucap Nam Gil yang
tau Frans Chan akan kabur lagi. Tanpa banyak bicara Nam Gil menyebrang dan
membawa sepeda Frans Chan ke bagasi mobilnya.
“benarkah itu kak Frans Chan?”tanya Tsatsa kemudian meju
dengan tertatih meraba wajah Frans Chan dengan senyum bahagia,”kakak...”
“...”Frans Chan menatap Tsatsa aneh kemudian menatap Lina
meminta penjelasan.
“aku akan menjelaskannya di rumah Frans Chan...,
segalanya..., dan umma tak akan marah padamu...”senyum Lina membuat Frans Chan
sedikit tersenyum dan mengikuti ibu beserta keluarganya kembali kerumah.
Nickhun memeluk Rindi yang tertidur dalam pelukannya. Sepanjang
waktu itu Nickhun terus memeluk Rindi yang meronta menolak ke hadirannya. Namun
Nickhun tak perduli dan bernyanyi merdu hingga Rindi tenang dan tertidur lelap.
Nickhun mencium kening Rindi dan merapatkan selimutnya kemudian meninggalkan
kamar itu.
Bella dan Kwang Min menunggu dengan cemas kedatangan
keluarganya yang lain hingga tak menyadari Nickhun ada di situ.
“ku rasa aku harus kembali pulang...”ucap Nickhun setelah
berdeham kecil.
“ah..., ne paman..., gomawo sudah membawa ahjumma ku
kembali...”tunduk Bella dengan sopan,”apakah ahjumma sudah tidur?”tanya Bella.
Nickhun mengangguk dan sempat berbalik sekilas,”mungkin aku
akan kembali besok..., apakah ibumu belum kembali?”
Bella menggeleng lemas,”gomawo sekali lagi paman...”
Nickhun tersenyum kemudian meninggalkan Bella dan Kwang Min.
“apa yang terjadi dengan umma? Kenapa umma memutuskan
telfonennya begitu saja...”pekik Bella khawatir pada Kwang Min.
“jangan panik, mereka akanbaik-baik saja...”Kwang Min
menenangkan Bella sambil menarik Bella bersandar ke bahunya.
Tak lama Bella mendengar deru mobil dan segera beranjak
menyambut keluarganya.
“umma..., apa yang terjadi?”tanya Bella dengan nada khawatir.
Bella mengerutkan alisnya menatap Dhicca dan Fran Chan.
“umma baik-baik saja..., mian umma tak sengaja menutup
telfone darimu..., Kwang Min gomawo sudah mau menemani Bella...”ucap Lina
tersenyum pada Kwang Min lalu menuntun Dhicca masuk.
“sebaiknya aku kembali...”ucap Kwang Min yang cukup mengerti
kondisinya lalu mencium kening Bella,”aku pulang..., aku akan menjemputmu
besok...”ucap Kwang Min di ikuti anggukan dan senyuman Bella.
“kau ini membuatku iri...”ucap Tsatsa yang di bantu Herlina
menuju ruang tengah.
“sudahlah Tsatsa kau bisa melakukannya dengan
Kyuhyunmu...”ucap Herlina sambil tersenyum jahil.
“ahjumma...”desah Tsatsa gusar.
“annyeong paman...”tunduk Bella pada Nam Gil dan Hyung. Tak
lama Frans Chan menyusul di belakang dan memandang Bella penuh dengan
kerinduan,“annyeong nona...”
“nona?”ucap Dhicca dari dalam. Sama seperti Dhicca, Frans
Chan pun terkejut dengan kata-kata Bella.
“apa aku salah?” tanya Bella bingung ketika semua orang
menatapnya.
“kau bukan salah Bella hanya mereka tak tau...”bisik Tsatsa.
Bella hanya diam dan kembali masuk di ruang tengah keluarganya yang penuh
sesak.
“sebaiknya kami pergi..., ayo Herlin... ini urusan keluarga
mereka...”Hyung menarik adiknya untuk pulang tau akan apa yang diinginkan Lina
dan keluarganya.
“ya..., hari ini pun aku harus berjaga di rumah sakit...”
ucap Nam Gil yang tak ingin merusak moment bahagia kakak angkatnya itu.
“Lina..., kami pulang... besok akan kami bicarakan lagi
tentang masalah tadi...”ucap Herlina lalu memberi salam pada semua orang
kemudian pergi bersama Hyung di ikuti Nam Gil.
“hati-hati..., besok biarkan aku yang datang ke rumah
kalian...”ucap Lina sambil mengantarkan ketiganya ke depan pintu.
“Tsatsa..., apakah kau... tak bisa melihatku?” tanya Dhicca
lalu berpindah duduk di sebelah Tsatsa.
“m...”angguk Dhicca dengan pasti. Dhicca memeluk Tsatsa dan
menangis untuknya.
“mianne..., mian... aku pergi begitu saja..., mianhe
Tsatsa...”ulang Dhicca.
“anni...kakak jangan khawatir ini memang sudah
takdirku...”ucap Tsatsa dengan tenang.
“apa yang membuatmu sepert i ini?”tanya Frans Chan ragu.
Tsatsa terdiam ragu untuk menjawab ketika Lina memotong
dengan bertanya pada Bella,”ahjummamu..., sudah tidur? Apa dia ada di kamar?”
tanya Lina pada Bella yang hanya terdiam di sudut memandang asing pada Dhicca
dan Frans Chan.
“su...sudah umma..., tadi ada seorang paman yang
mengantarkannya...”jawab Bella cukup terkejut.
“paman? Siapa?” tanya Lina bingung.
“entahlah aku tak mengenalnya....”Bella mengangkat bahunya
dan akan naik ke kamarnya saat Lina mencegahnya,”ada apa ma?”
“duduklah..., kau juga harus tau apa yang terjadi...”Lina
berkata pelan meminta Bella untuk duduk bersama yang lain. Bella menurut dan
duduk agak berjauhan dengan Dhicca dan Frans Chan,”umma ambilkan kotak obat
dulu...” Lina berjalan ke sudut lemari kecil dan mengambil kotak obat.
“kau takut denganku?”tanya Frans Chan pada Bella yang
menatapnya dengan tak suka.
“kau polisi bukan? Aku hanya tak suka..., aku benci harus
mengingat sesuatu yang telah aku lupakan...”jawab Bella dan mengalihkan
pandangan pada Tsatsa
“jangan begitu Bella..., bagaimanapun kak Dhicca dan kak
Frans Chan adalah kakak kita...”Bella hanya mendesah kesal dengan kata-kata
Dhicca, dia tak mengingat sedikitpun tentang Frans Chan atau Dhicca.
“akan ku jelaskan perlahan...”Lina menunduk dan membersihkan
luka di tangan Dhicca yang mengering.
“au...”ringis Dhicca menahan sakit.
“mian...”ucap Lina berusaha sepelan mungkin membersihkan
luka-luka Dhicca,”apa yang kau ikirkan saat melompat dari mobil? Apa pernah aku
mengajarimu seperti itu? Apa kau sudah gila Dhicca?”Lina berkata cepat
menumpahkan segala kekhawatirannya.
“aku hanya merindukan umma...”tunduk Dhicca merasa bersalah.
Lina menghela nafas dan memberikan obat luka pada
Dhicca,”umma mengerti..., umma juga merindukanmu..., tapi bukan dengan
membahayakan dirimu seperti ini..., umma tak ingin kau melakukan hal ini
lagi...” Dhicca mengangguk dengan peringatan Lina. Lina beralih pada Frans yang
hanya diam,”ulurkan tanganmu Frans Chan...” Frans Chan mengulurkan tangannya
ragu dan dengan lembut Lina membersihkan luka di tangan Frans Chan.
“umma..., umma tidak marah padaku?”tanya Frans Chan ragu.
Lina tersenyum dan terus mengobati luka di tangan Frans Chan
lalu membalutnya dengan perban,”umma tidak pernah marah pada kalian umma hanya
khawatir..., kalian gadis kecil yang ku besarkan dengan susah payah aku tak
ingin sedikitpun dari kalian terluka..., Frans Chan...Bella... dengarkan...,
setelah kau pergi..., banyak yang terjadi..., tapi aku tak pernah menyalahkan
kepergianmu Frans Chan..., aku tau kau sudah dewasa..., aku tau kau memiliki
sendiri impianmu..., dan umma yakin kau akan kembali kekeluarga ini...”senyum
Lina sambil membelai pipi Frans Chan penuh kasih sayang.
“umma..., apa yang umma maksud adalah..., benar dia yang
umma ceritakan?” tanya Bella perlahan memegang tongkatnya kuat menahan gemetar
kikuk.
Lina mengangguk pada Bella,”dia kakakmu..., Frans Chan...dan
Dhicca juga kakakmu..., kau tak ingat karena saat kau sadar Frans Chan telah
pergi... Bella..., dan Dhicca...hanya sebentar kau melihatnya...sekarang kenali
mereka..., jangan hindari lagi... okey...”pinta Lina diikuti anggukan Bella.
“umma..., apa yang terjadi? Dan Linda..., di mana dia?”tuntut
Frans Chan yang tak tahan dengan terbatasnya pengetahuan tentang apa yang
terjadi pada keluarganya.
“ya ada apa dengan Tsatsa dan Bella umma?” tuntut Dhicca
menatap Tsatsa dan Bella yang hanya tertunduk dan diam.
“setelah kau meninggalkan rumah, Bella sadar dia tak mengingat
siapapun, secara tak sengaja Bella menghapus memori masa lalunya, dan kakinya
umma tak akan sanggup bila Bella benar-benar di amputasi...Bella hanya di
operasi dan harus mengikuti therapy rutin, tapi kesembuhannya hanya ada dalam
diri Bella...”Lina menatap Bella dengan sedih, anaknya terlalu banyak luka dan
trauma yang membuat Bella tak kunjung dapat berjalan normal,”dan Tsatsa saat
itu dia di diagnosa tak dapat melihat karena..., karena benturan di kepalanya
yang membuat penglihatan Tsatsa menurun..., ahjummamu..., setelah mengalami
kecelakaan, ahjummamu menjadi gila setelah Jong Hun meninggalkannya dalam
kecelakaan itu dan Linda...,Linda mengalami kecelakaan dan umma hanya menemukan
tubuh Linda..., tapi umma umma tak percaya jika itu Linda..., setelah malam
ini....”Lina terdiam dan mengingat iklan di tengah kota itu.
“be...benarkah umma? Benarkah itu kak Linda?”tanya Tsatsa
dengan antusias.
“ya..., umma yakin itu adalah Linda kita..., umma
yakin...”Lina meneteskan air matanya dan menatap anaknya satu persatu,”umma
senang kita bisa berkumpul..., umma kira...., umma kira saat seperti ini tak
akan datang..., umma senang...”tangis Lina dengan emosi yang masih tertahan.
“ne umma...”Frans Chan memeluk Lina diikuti Dhicca,”mianhe
umma..., mian..., mian... aku tak tau jika seperti ini..., aku hanya mengikuti
keegoisan hati ..., mianhe umma...”ucap Frans Chan berulang.
“anniii..., Frans Chan dengarkan umma..., jangan lagi
menyalahkan dirimu...,kalian harta umma...,umma bahagia jika kalian menemukan
kebahagiaan kalian sekarang..., jangan ada yang menangis lagi okey...”pinta
Lina. Frans Chan melepas pelukan dan menyeka air matanya.
“aku berjanji umma..., aku tak akan meninggalkan keluarga
ini lagi...” yakin Frans Chan.
Lina tersenyum dan menyeka air mata Frans Chan yang
tersisa,”umma tau..., dan umma percaya pada kalian...”
“umma..., mianhe...”Bella bekata pelan dan meninggalkan
ruangan itu menuju kamarnya dengan mengendap, entah perasaan apa yang membuat
Bella seperti cemburu dan belum bisa menerima kedatangan kedua kakaknya,”ada
apa ini?” Bella berjalan tertatih masuk ke kamarnya dan mencoba melupakannya
tapi semakin di lupakan dada Bella berdegup kencang.
“Bella..., kau ingin sarapan dulu?”tanya Dhicca sambil
tersenyum bersemangat.
Bella hanya diam dan menatap Dhicca yang membantu Lina dan
Frans Chan yang sedang berbincang dengan Tsatsa membuat perasaanya kembali
berdegup,”aku tak ingin makan..”jawab Bella cepat dan memutar tongkatnya menuju
toko namun Lina mencegahnya.
“ani..., kau harus makan...”ucap Lina mengarahkan Bella
menuju meja makan.
“ada apa? Kau tak suka dengan kedatangan kami?” tanya Frans
Chan menginvestigasi Bella.
“aku hanya makan roti saja umma...., hari ini aku sedang tak
bernafsu...”Bella membalikkan arah pembicaraan dan membuat Lina bingung.
“kau sakit?” Lina memegang kening Bella,”tidak..., seperti
biasa...”
“aku tak apa umma..., hanya tak ingin makan..., Kwang Min
akan menjemputku sebentar lagi....”Bella beralasan.
“Bella...jangan seperti itu..., kau butuh energi...”ucap
Tsatsa dengan nada tenang.
“sudahlah..., kau akan kuliah ne..., aku akan memasakkan
sesuatu untuk kau bawa...”tawar Dhicca.
“Tidak..., sudah ku katakan tidak...”pekik Bella dan membuat
yang lain terkejut lalu menoleh Bella,”aku sebaiknya pergi...” Bella mengambil
tongkatnya dan melangkah pergi.
“sepertinya dia belum bisa menerima aku dan kak Frans
Chan...”keluh Dhicca sedih.
“umma rasa dia akan cepat menerima kalian..., jangan
khawatir...” Lina menenangkan dengan senyumannya.
“umma benar kak..., saat Bella sadar dan tak mengenal aku
beserta umma..., dia memang seperti itu..., jangan khawatir..., Bella hanya
butuh waktu...”tambah Tsatsa.
“hah...,sekarang kau jadi sok tua...”maki Frans Chan.
“ya kakak..., aku sudah 20 tahun...”ucap Tsatsa dengan sedikit
bangga.
“lalu? Apa harus seperti itu... huh ada-ada saja...”cibir
Frans Chan diikuti tawa Dhicca dan Lina.
“oh iya..., bagaimana pernikahan umma dan paman Hyung?”
tanya Dhicca kemudian.
Wajah Lina memerah dan tertunduk tak menjawab.
“ada apa umma? Sejak kapan umma berpacaran dengan
paman?”Frans Chan terus bertanya pada Lina dan semakin membuat wajah Lina semerah tomat.
“umma sudah berpacaran dengan paman Hyung selama lima tahun
kakak..., kau tau aku terkejud umma tak mengatakan padaku...”ingat Tsatsa
sambil terkikik.
“su...sudahlah...”
“umma...”ucap Dhicca dan Frans Chan bersamaan.
“kakak...”ucap Rindi yang baru saja turu dengan wajah
kebingungan.
“Rindi..., ada apa? Apa kau ingin makan??” tanya Lina lalu
menuntun Rindi ke meja makan.
“ani..., kakak tau di mana suara indah itu? Siapa pemilik
suara indah itu kakak?” tanya Rindi berulang.
“suara indah? Apa maksudmu rindi...”tanya Lina tak mengerti.
“ahjumma..., ahjumma masih mengenalku?” tanya Dhicca
perlahan.
Rindi diam dan mengamati satu persatu orang-orang yang
berada di ruangan itu kemudian berbalik lagi pada Lina,”suaranya..., sangat
indah kakak..., masa kau tak mengenalnya..., dia dia seperti malaikat...”ucap
Rindi dengan penuh harap.
“tidak Rindi..., aku tak tau sungguh...”jawab Lina dengan
wajah penasaran.
“aku akan mencarinya...”putus Rindi yang langsung berlari
keluar.
“andwe...,, Rindi... jangan...”Lina berlari mengejar Rindi
yang telah melesat keluar,”kalian tunggu di sini...”pekik Lina pada Frans Chan
dan Dhicca yang akan menyusul. Lina berusaha mengejar sebelum Rindi menuju
jalan besar,”Rindi... kakak mohon berhentiii...” Lina berusaha menarik Rindi
yang meloncat (?) ketengah jalan.
TIIIINNNNNNN
Lina yang terkejut langsung melindungi Rindi yang terdiam
gemetar ketika melihat mobil.
CHHHHIIIITTTT
“yak kau gila..., kau hampir saja menabrak orang lain...”
“mian Linda..., aku tak sengaja... kita harus buru-buru...,
jika tidak Seung akan membunuhku...”ucap Rezty dengan perasaan bersalah,”nyonya
apa kau tak apa?” tanya Rezty segera ketika orang-orang mulai menatap ke arah
mereka.
“tak apa bagaimana..., kita harus membawa ke rumah
sakit...”pekik Linda panik.
Lina membantu Rindi bangkit,”ani..., kami tidak terluka kami
hanya...”Lina terdiam ketika menatap Linda yang mencoba menolongnya.
“nyonya tidak apa-apa? Aku benar-benar minta maaf... ayo
kita segera ke rumah sakit..., semua biaya akan kami tanggung...”balas Linda
dengan sangat bersalah.
“kakak..., lepaskan aku...lepaskan...”Rindi meronta dari
pelukan Lina dan berusaha lari namun Lina terus memeluknya dan menatap Linda
seolah itu hanya ilusi kabur menatap anak yang selama ini menghilang.
“nyonya..., apa anda baik-baik saja?” tanya Linda dengan
bingung lalu bertatapan dengan Rezty yang mengangkat bahunya tak mengerti.
“a...ani... ani...”geleng Lina,”kami tak apa-apa nona...”
tambah Lina lalu menarik Rindi ke pinggir jalan.
“benarkah? Yak...Rezty... cepat kau buka mobil...”perinta
Linda membantu Lina yang terlihat lemas.
“untuk apa Linda? Kita sudah terlambat..., kita beri saja
mereka uang...,, aku yakin Seung akan membunuhku nanti...”Rezty bergidig ngeri
dengan kata-katanya.
Linda memberenggut kesal dan mengambil kunci mobil dari
tangan Retzy dan mengarahkan mobilnya menepi,”ayo nyonya aku akan mengantarmu
hingga rumah jika nyonya tak ingin ke rumah sakit, dan jika kau ingin ke
agency...,kau naik taxi saja...”ucap Linda ketus, Lina menatap ragu dan
kemudian berbalik memohon maaf pada Rezty yang tampak jengkel.
“baiklah...baiklah...”Rezty mengalah dan membantu Lina masuk
ke dalam mobil.
Tak lama keempatnya tiba di rumah Lina.
“nyonya pemilik toko bunga ini? Aigo..., semalam aku membeli
buket bunga di toko ini...”pekik Linda mengingat.
“yak..., Linda sudahlah... ayo kita cepat kembali...”paksa
Rezty namun Linda tak perduli dan ikut turun bersama Lina.
“benar-benar tak apa nyonya? Pasti nyonya syok..., kita
perlu...” Linda terus memberikan perhatian pada Lina yang menarik Rindi yang
masih bergetar menahan ketakutannya.
“ani..., aku tak apa...kau benar-benar tak tau aku?”tanya
Lina.
“nyonya pemilik toko bunga ini kan?”Linda sedikit bingung
dengan kalimat Lina.
“a...ani...”geleng Lina yang sempat meneteskan air mata.
“kakak..., kakak kenapa?” Tanya Rindi yang tiba-tiba terdiam
dan menyeka air mata Lina dengan penuh sayang,”kakak sakit? Aku tak akan nakal
lagi kakak..., kakak...”
“Linda..., ayo...”pekik Rezty tak sabar.
“ya...baiklah...” sahut Linda lalu kembali menatap
Lina,”maafkan aku nyonya...sekali lagi..., jika terjadi sesuatu karena insiden
tadi nyonya bisa menghubungiku...”Linda mengeluarkan sebuah kertas lalu menulis
nomornya di situ,”sekali lagi maafkan aku...” pinta Linda sambil menunduk agak
lama.
“umma..., umma tak apa kan?” pekik Dhicca yang baru saja
keluar ikuti Frans Chan yang membantu Tsatsa berjalan.
“aku permisi...”senyum Linda dan menatap Dhicca serta Frans
Chan dengan senyum singkat dan setengah berlari menuju mobilnya.
“kakak..., aku berjanji aku tak akan nakal lagi...” Rindi
terus berkata seperti anak kecil dan membuat Lina kembali dari lamunannya.
“apa itu tadi Linda?” tanya Dhicca tak percaya.
“apa? Kenapa? Kenapa dia menganggap kita seperti orang
lain?” tanya Frans Chan yang terpaku.
“apa yang terjadi? Benarkah itu kak Linda? Apa?”tanya Tsatsa
dengan nada jengah ingin tau apa yang sedang terjadi saat itu. Namun ke tiganya terus diam dan sibuk dalam
fikiran masing-masing.
“Bella..., kau mendengarku tidak?” tanya Kwang Min
mengerutkan alisnya sambil menatap Bella yang terus diam.
“eh..., m... ne...Kwang Min ayo kita masuk..., aku rasa sudah
waktunya...” ucap Bella berkelit dan berusaha beranjak dari tempatnya namun
Bella menjadi oleng dan hampir jatuh ketika seseorang menahanya.
Bella terdiam menatap Ji Yong hingga Kwang Min berdeham
keras menahan cemburu.
“mianhe...”ucap Bella, dengan cepat Kwang Min membantunya
dan menatap Ji yong tak suka.
“tunggu..., kalian akan kekelas bukan? Kita bisa
bersama-sama...”ucap Ji Yong dengan senyumnya.
“apa maksud..., anda?”tanya Kwang Min tak suka.
“dia dosen baru Kwang Min...”sahut Hong Ki yang baru saja
tiba bersama Dy Ah.
“annyeong Bella...”sapa Dy Ah. Dan Bella membalasnya dengan
senyuman.
“a...apa?”Kwang Min menatap tak percaya dan tersenyum kecut.
“ada apa denganmu? Kau aneh..., ayo kita masuk...” Hong Ki
berjalan pergi sementara Dy Ah membantu Bella.
“yak...Kwang Min kau tak ingin masuk?” tanya Bella.
“kalian duluan saja...”jawab Kwang Min tanpa lepas menatap
Ji Yong.
Bella menggeleng dan berjalan pergi bersama Dy Ah.
Kwang Min diam dan menatap Ji Yong lalu mulai berkata,”apa
yang kau inginkan? kembali pada Bella?” tanya Kwang Min dengan nada dingin,”dengan
susah payah aku mendapatkannya...”
“aku tau..., aku mengerti..., aku tak akan mencoba untuk
merebutnya..., tapi aku yakin, jika dia masih menyukaiku dia pasti akan
kembali...”jawab Ji Yong tenang.
“hah..., pada intinya kau ingin merebut Bella dariku? Aku
tak akan menyerahkannya..., aku tak akan membiarkan Bella lepas dariku karena
aku lebih mencintainya dari pada kau...” Kwang Min sempat berkata emosi namun
kemudian dia mengambil tasnya dan berjalan pergi meninggalkan Ji yong yang diam
di tempatnya.
“aku pun..., jika bisa mengulang apa yang telah ku perbuat
aku tak akan melakukannya...”desah Ji Yong singkat dan menyibakkan jasnya
kemudian berjalan ke arah yang sama.
“untuk apa Halmeoni mengirim orang untuk menjemputku..., aku
bisa kembali sendiri...”pekik Dhicca kesal setibanya dia di rumah.
“aku sudah mengatakan padamu untuk kembali pagi tadi..., kau
seharusnya bersyukur telah ku beri waktu dan aku mengundur pekerjaanmu...,
sekarang kau mandi dan berganti pakaian kita akan pergi ke perusahaan untuk
pengangkatanmu mengerti...”ucap Eun Hwa dengan tegas.
Dhicca hanya mendengus kesal dan menuruti kata-kata Eun Hwa.
Tak lama Dhicca siap dengan pakaian kerjanya dan menatap Eun
Hwa tak bersemangat.
“kau ingin terlihat buruk di hari pertamamu bekerja?”tanya
Eun Hwa pada wajah Dhicca yang terus cemberut.
“ne...halmeoni... aku akan tersenyum...”jawab Dhicca dan
mencoba tersenyum kemudian mengikuti Eun Hwa. Sepanjang jalan Dhicca hanya diam
sambil menatap keluar.
Tak lama mobil tiba di sebuah central perusahaan Jung
Company. Dhicca mendesah pelan sebelum melangkah keluar.
Semua pegawai menunduk hormat saat Eun Hwa dan Dhicca
berjalan ke arah lift.
“kau harus bersikap dengan baik, banyak pemegang saham yang
menginginkan kau memperlihatkan kehebatanmu..., jangan kecewakan aku...”Eun Hwa
hanya berbicara singkat sebelum lift terbuka dan keduanya masuk di ikuti
sekertaris Eun Hwa.
Dhicca menatap ponselnya dan menatap lekat foto anggota
keluarganya yang baru tadi pagi dia foto hingga tak memperhatikan lift telah
berhenti.
“ayo cepat...”ucap Eun Hwa hingga Dhicca terkejut dan
menjatuhkan ponselnya.
Saat Dhicca menunduk akan mengambil ponselnya seseorang
lebih dulu mengambilnya.
“gomaw...”Dhicca terdiam menatap namja di depannya, namja
yang sangat di kenalnya dengan baik, namja masalalunya...,namja itu...,”Dong
Wook...”
“annyeong nona..., kau menjatuhkan ponselmu...”Dong Wook
menyerahkan ponsel itu pada Dhicca yang terus menatapnya kaku.
“tuan Choi..., anda sudah datang...maaf kami agak
terlambat...cucu saya memang sangat lambat..., kau tak keberatan kan?” tanya
Eun Hwa dengan sedikit penekanan yang aneh.
“ne..., tentu saja nyonya..., ayahku tak akan menarik
sahamnya hanya karena keterlambatan...”senyum aneh menghiasi wajah Dong Wook
lalu menatap Dhicca,”lama tak berjumpa...”setelah perkataan singkat itu Dong
Wook berbalik dan meninggalkan Dhicca beserta Eun Hwa masuk ke sebuah ruangan.
“Halmeoni...”ucap Dhicca menahan langkah Eun Hwa.
“dia, anak dari salah seorang pemilik saham terbesar di
perusahaan kita..., dan dia yang akan mengajarim segala tentang
perusahaan...”jelas Eun Hwa pada Dhicca yang diam mematung.
“apa yang Halmeoni katakan..., bukankah...”Dhicca akan
membantah namun terdiam ketika mata Eun Hwa menyiratkan ketidak sukaan akan
lanjutan dari kata-kata Dhicca.
“ayo...” Eun Hwa menarik tangan Dhicca yang terus terdiam
dalam kebingugan.
“apa yang kau lakukan Frans Chan..., kita sedang bertugas,,
bukan saatnya untuk mencari sesuatu di internet...”ucap Zie dengan ringisan
kecut memperhatikan gedung di sekelilingnya.
“aku tau..., tapi juga aku harus mencari tau...”bantah Frans
Chan terus mencari sesuatu di internet.
“kau kapten kami ingat...”tambah So Nam,”lihat mereka
keluar...”pekiknya dan cepat mengambil pistolnya begitu saja.
“ck..., sial...” Frans Chan meletakkan ponselnya dan keluar
dari mobil dinasnya dengan setengah berlari. Frans Chan menarik pistol dari
sakunya dan mengejar penjahat yang lari ke segera arah,”yak..., berhenti
kau...hei...” Frans Chan menerjang penjahat itu hingga di tengah kerumunan
orang-orang hingga berteriak kencang. Frans Chan dan penjahat itu berguling
memperebutkan pistol di tangan Frans Chan,”yak aku bilang hentikan..., kau
membuatku kesal hari ini...” pekik Frans Chan ketika penjahat itu memukul
bagian wajahnya hingga topi yang di kenakannya lepas. Frans Chang langsung
memukul penjahat itu dan membantingnya hingga tak berdaya lalu memborgolnya dan
mengeluarkan sebuah catatan,”merepotkan..., 12.45...”Frans Chan terduduk lemas
dan mendesah kesal lalu menatap orang-orang di sekelilinya ketakutan menatap ke
arah Frans Chan, tak lama kedua rekannya dan bantuan lain datang.
“kau tak apa?” tanya So Nam lalu menarik penjahat itu.
“ne...” angguk Frans Chan. Dia mencoba beranjak dari
tempatnya ketika seseorang mengelurkan tangan padanya. Frans Chan menerima
uluran tangan itu dengan sedikit tertegun.
“lama tak berjumpa...,Frans Chan...”senyumnya begitu tulus.
Bahkan tak ada tanda perasaan luka itu ada. Frans Chan diam tak dapat berkata
menatap namja itu. Begitu aneh dan membingungkan.
Namja itu menunduk dan mengambil topi milik Frans Chan lalu
mengenakannya kembali di kepala Frans Chan,”ada apa? Kau seperti melihat hantu
saja? Kau rindu padaku? Atau kau sudah melupakanku?” ucapnya dengan senyum
tulus.
Frans Chan terus diam tak mampu berkata hingga namja itu
membelai memar di bibir Frans Chan dengan lembut.
“aku merindukanmu...”ucapnya kemudian memeluk Frans Chan.
Frans Chan baru menyadari sekeliling tempatnya mengejar
penjahat tadi adalah tempat lokasi syuting sedang berlangsung. Frans Chan
berusaha melepas pelukan itu namun dia memepererat pelukannya.
“aku tak akan melepaskanmu Frans Chan untuk kali ini biarkan
aku... memelukmu...”ucapnya lagi.
Frans Chan terdiam dan berusaha menutupi kegugupannya,” Hee
Chul...”
“aku merindukanmu...”
Frans Chan hanya dapat terdiam dalam pelukan Hee Chul.
“aku akan membantu kakak..., aku ingin membantu
kakak...”rengek Rindi seperti anak kecil saat Lina sedang menanami kebun
bunganya dengan bibit baru.
“ani..., Rindi... kau masuk saja..., biar aku yang...”namun
Rindi menolak dan memainkan selang air hingga mengenai Lina,”yak...kau ini...”ucap
Lina yang kaget.
“gyahahahahahaha...”Rindi tertawa senang dan menyiram ke
atas selangnya seperti hujan. Lina mengejar Rindi yang mengelak.
“Rindi...”pekik Lina yang kerepotan oleh ulah Rindi.
Sementara itu Taemin tertawa di sebelah Tsatsa yang memberenggut
jengkel.
“ada apa? Apa yang di lakukan umma?” tanya Tsatsa ingin tau.
“ummamu dan ahjummamu..., seperti anak kecil bermain air di
kebun...” jelas Taemin menahan tawanya.
“kau ini..., apa kau sudah membuat buketnya? Aku akan
berjualan di depan...”tanya Tsatsa sambil meraba keranjang di sebelahnya.
“tentu nona cantik...” Taemin membantu Tsatsa mengambil
keranjangnya dan menuntun Tsatsa ke depan tempat Tsatsa biasa mejual bunganya,”aku
akan mengambil yang lain... kau tunggu di sini...” pesan Taemin yang langsung
berlari ke dalam.
Tsatsa meraba bunga di keranjangnya sambil menghitung jumlah
bunga yang akan dia jual. Tsatsa merasakan orang di dekatnya dan mencoba
tersenyum Tsatsa berkata,”ada yang anda beli?”
Orang itu hanya diam hingga Tsatsa mengulang kata-katanya
berulang kali.
“oh baiklah...”Tsatsa menyerah dan tak memperdulikan lagi
lalu menghitung bunganya ketika sesuatu menyentuh tangannya,”apa yang kau
lakukan...hei...” Tsatsa berusaha melepas genggaman orang itu namun semakin
erat dia menggenggamnya,”yak..., atau aku harus berteriak...!!”
“kau... tak bisa melihat Tsatsa...”suara yang sangat di
kenalnya membuatnya seakan terhipnotis, Tsatsa menjatuhkan keranjangnya dan
mencoba mendengar lebih jelas,”kau benar-benar tak bisa melihatku?”
“...” Tsatsa terdiam ragu, namun benar dia mengenalnya,
mengenal suara ini,”Kim Bum...”ucap Tsatsa ragu.
“apa yang terjadi padamu? Apa yang membuatmu seperti ini?”tuntutnya.
Tsatsa berusaha menarik tangannya namun Kim Bum semakin
mempererat,”lepaskan...”
“jelaskan padaku apa yang terjadi padamu...”lengkingan suara
Km Bum membuat orang-orang di sekitar menatap ke arah mereka.
Tsatsa menahan gejolak(?) di hatinya dan kemudian berteriak,”aku
buta..., apa kau puas...aku buta...” Kim Bum terdiam dan melepaskan tangan
Tsatsa dengan pandangan nanar sementara Tsatsa hanya dapat terduduk dan
menangis di antara bunga-bunganya.
“ada apa?” tanya Lina bingung dengan teriakan Tsatsa.
Taemin hanya mengarahkan pandangannya pada Tsatsa dan Kim
Bum di depan toko.
“kakak..., aku takut...”ucap Rindi yang mengkeret di
belakang Lina.
Lina terdiam sejenak menatap ke arah keduanya,”Taemin...,
tolong jaga Rindi...” dengan langkah pasti walau pakaian basah Lina menghampiri
keduanya,”kapan kau tiba?kenapa kau tak memberi tau kami? Bagaimana dengan
ibumu?” tanya Lina berusaha mencairkan suasana.
“ahjumma...aku...” ucap Kim Bum ragu.
“seperti yang kau lihat..., jika kau tak keberatan...kita
berbicara di dalam saja...”pinta Lina dengan sopan lalu membantu Tsatsa bangkit,”kita
masuk dlu ne...”
Tsatsa hanya mengikuti tuntunan Lina yang mengajaknya masuk
diikuti Kim Bum.
Dengan cepat Taemin merapikan bunga-bunga yang berserakan. Rindi
menatap bunga-bunga itu dan bergerak maju menolong Taemin.
“tak apa ahjumma...”ucap Taemin.
“aku ingin bunga...”ucapnya manja.
“tentu..., tapi ahjumma...”ucap Taemin, karena terlalu
semangat Rindi menggenggam cuter hingga terluka dan berdarah,”ahjumma...”
Rindi diam dan menatap darah di tangannya dengan tangan
gemetar, Rindi mengambil cutter itu dan mengarahkan ke pergelangan tangannya
ketika Nickhun datang dan menarik tangan Rindi.
“apa yang kau lakukan...” ucapnya lalu membuang cutter itu.
“berikan aku..., berikan aku cutter itu...,
berikan...berikan..., aku ingin menyusul Jong Hun...”pekik Rindi dengan
lengkingan tinggi.
“berhenti memikirkan orang yang telah tiada..., dan kasihani
dirimu sendiri Rindi...”balas Nickhun dan mambuat Rindi terdiam,Nickhun
menyerahkan cutter itu pada Taemin yang langsung membawanya kedalam.
“aku rindu Jong Hun...”ucap Rindi dengan suara serak dan
lemah dalam pelukan Nickhun,”aku rindu dia..., sangat...”
“Jong Hun akan sedih jika melihatmu seperti ini..., sudah
seharusnya kau melepaskannya..., aku tak ingin kau terluka lagi...” Nickhun
mengecup puncak kepala Rindi dengan penuh cinta tanpa memperdulikan tetangga
yang menatap mereka.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar