“SPRING IN LOVE 35” (봄 사랑에)
“apa yang kau katakan? Tak ingin bekerja? Yak kau ingin aku
marah?” pekik Eun Hwa pagi itu.
Dhicca tak perduli dan merapatkan selimutnya.
“yak..., cepat bangun atau aku akan...”
“akan apa halmeoni?”tantang Dhicca jengah. Eun Hwa menatap
keterkejutannya pada sikap Dhicca.
“cukup..., cepat bersiap...”perintahnya lagi kemudian keluar
dari kamar Dhicca.
“HYAAAAAAAAAAAAAAA...”Teriak Dhicca dengan kesal sambil
melempar bantal ke arah kaca riasnya,Dhicca menutup wajahnya dengan kedua
tangannya dengan frustasi.
“luar biasa..., lihat-lihat..., aku tak tau jika sunbaenim
bisa menari sebaik ini...” Bisik Zie dengan para anggota yang lain pagi itu.
Frans Chan yang baru saja datang dan tak di sadari oleh yang
lain langsung mengerutkan alis menatap kerumunan itu dan mengintip ketika
melihat apa yang sedang mereka lihat,”yaa...,ya... apa yang kalian
lihaaaaaatt...”
“sunbaenim...”kerumunan itu langsung bubar dan menempati
posisi masing-masing dengan tetap saling lirik.
“yah...senior FransChan..., aku tak tau kau sehebat
ini...”puji Zie, PLETAKKK
Frans Chan menjitak kepal Zie dengan kesal dan kembali ke
tempat duduknya tanpa bicara lagi,”ish..., ini semua gara-gara namja sial
itu...”
“sunbaenim..., ada bunga untukmu...”ucap salah seorang
anggota polisi yang menyerahkan setangkai mawar merah pada Frans Chan,”dia
mengatakan jika kau tak keluar menemuinya setiap menit akan mengirimkan mawar
ini padamu...” tambahnya kemudian pergi.
Frans Chan mengerutkan alisnya dan menatap kartu yang
menempel pada mawar itu.
“aku ingin bertemu
denganmu..., aku menunggumu di luar...” jelas surat itu. Frans Chan hanya
tersenyum sinis tanpa memperdulikan bunga itu dan memasukkan ke dalam tempat
sampah.
Linda termenung dengan kejadian semalam, benar-benar
membuatnya tak bisa tidur. Benarkah? Atau itu hanya...
“yah..., Linda Park..., apa yang sedang kau fikirkan?” tanya
Rezty sambil menyerahkan segelas coklat panas pada Linda.
“ani...”Linda meminum coklatnya dan kembali menatap ke
beranda,”apakah hari ini kita akan syuting bermain ski lagi?” tanya Linda
dengan bosan.
“ne..., kau tau... katanya acara semalam ratingnya naik...,
yah... kalian memang serasi...” tambah Rezty dengan senyum terkembang.
Linda menghela dan mengucapkan sebuah nama,”Seung...”
Rezty terdiam dan menatap Linda kasihan,”kau menyukainya?”
“mwo? Siapa?” Linda berusaha berkilah dan meminum kembali
coklatnya.
“ck..., jangan membohongiku Linda... kita sudah lama saling
mengenal..., dan kau tanggung jawabku... kau menyukainya?” ulang Rezty.
Linda terdiam dan menatap gelasnya,”sudahlah..., aku tak
ingin membahas lagi...” Linda meletakkan gelasnya dengan berat dan meninggalkan
managernya menuju kamar mandi.
“maafkan aku...”ucap Bella memulai. Keduanya berjalan di
taman.
“gwencana..., aku juga bersalah..., aku pabo mampu berjalan
hingga menemui oppa...”jawab Tsatsa dengan nada lirih,”aku..., entah mengapa
teringat peristiwa itu...”
Bella terdiam dan tersenyum,”ne aku juga..., sama
sepertimu...”jawab Bella dengan susah payah mengarahkan tongkatnya mengimbangi
Tsatsa.
“Kwang Min menceritakannya padaku...”
“ah.. ne...”ucap Bella langkahnya terhenti dan memegang
kepalanya.
“yah tapi berkat itu aku semakin yakin dengan oppa kyu...,
saat dia menemukanku aku rasa dia begitu...”Tsatsa terus berbicara tanpa
mengetahui Bella yang jatuh tak sadarkan diri di belakangnya.
Lina terbangun oleh sentuhan lembut di pipinya, ketika dia
membuka mata yang di lihatnya pertama kali adalah Hyung yang tersenyum padanya.
Lina membalas senyum Hyung dan merapatkan selimutnya.
“pagi my yeobo...”ucap Hyung mesra sambil mencium kening
Lina.
“ne..., pagi Hyung ku...”balas Lina dengan suara serak (?).
“kau tak ingin memberiku morning kiss?” goda Hyung sambil
membelai lekuk wajah Lina.
“ish kau ini...” Lina mencium kilat pipi Hyung dan membuat
Hyung tersenyum dan membalas ciuman Lina di bibirnya dengan kilat (harap g usah
di bayangin #Plak...),”apa yang akan kita lakukan hari ini?”
“aku hanya ingin bersama mu di sini spanjang hari...”jawab
Hyung sambil merapatkan dirinya pada Lina.
“andweee..., kau ini ish... sudahlah aku akan mandi dulu...”jawab
Lina jengkel dan akan beranjak namun Hyung menahannya,”yah Hyung...” rengek
Lina.
Hyung tersenyum jahil dan merapatkan pelukannya pada
Lina,”ini pertama kalinya untukku..., aku memang sering berkencan dengan yeoja
tapi seperti ini baru ku alami bersamamu dan aku tak ingin melepaskannya
sedetik saja..., aku mencintaimu...”Hyung kembali mengecup kening Lina dan
menatap istrinya penuh kebahagiaan,”aku ingin mengucapkan itu setiap pagi...”
Lina tersenyum menatap Hyung dan melingkarkan tangannya di
leher Hyung,”ne..., jika kau lupa biar aku saja yang mengingatkannya...” keduanya
kembali berciuman pagi itu (aduuuuhhh pasangan baruuu iniiiii (|=o=\) author
maluuu #plakkk yang bikin sapa sih ckckck ).
“aku ingin ke Gangneung...”ucap Dhicca pada supir
pribadinya.
“tapi nona...”
“kalau begitu turunkan saja aku di halte...” perintah Dhicca
dengan suara dingin.
Dengan berat sang sopir menuruti kata-kata Dhicca.
Perjalanan yang cukup lama menempuh waktu satu jam hingga dia tiba di sebuah
kota.
“tunggu saja di sini...”perintah Dhicca, dan si sopir hanya
bisa mengangguk menuruti.
Dhicca berjalan ke arah kompleks sekolah tua di kota itu. Dhicca
membaca sebuah kertas dan berjalan ke arah belakang gedung sekolah.
Sebuah rumah berdiri kuat. Classic yang sangat terjaga dan
indah. Perlahan Dhicca mengetuk rumah itu. Seorang wanita tua keluar dan
menatap Dhicca dengan wajah terkejut.
“Byul...” ucap wanita tua itu.
“annyeong nyonya... benarkah ini rumah nyonya Han Byul?”
tanya Dhicca.
“ne...ne..., tapi siapa kau? Kenapa kau...”
“Jung Dhicca... aku anak nyonya Han Byul...” Dhicca menunduk
sopan pada wanita tua itu.
Wanita itu terpekik senang dan mempersilahkan Dhicca masuk.
Dhicca menatap sekeliling dengan seksama, banyak foto besar dan usang. Foto
wanita blasteran yang sangat cantik. Benarkah ini rumah ibunya? Tapi... mengapa
yang ada foto nyonya Navi?’ fikir Dhicca.
Tak lama wanita tua itu keluar dengan teko panas dan cangkir
yang sudah retak,”mianhe..., aku hanya bisa memberimu ini..., aku sudah lama
tinggal sendiri semenjak anak dan menantuku meninggal dunia...”wanita itu
tersenyum getir dan menyuguhkan secangkir teh panas pada Dhicca,”ku kira kau
benar-benar telah meninggal...”tangis wanita tua itu.
Dhicca mengusap punggung wanita itu berusahamenenangkan.
“bolehkah aku bertanya?” ucap Dhicca setelah wanita itu tenang. Anggukannya
menandakan setuju,”benarkah ini rumah ibuku?”
Wanita itu terdiam dan tertunduk,”anieyo..., rumah ini milik
keluarga nona Navi..., aku dan Byul hanya di perbolehkan tinggal dan mengurus
rumah ini...”.
Dhicca terdiam berusaha tetap tenang,”aku tak mengerti
halmeoni...”
Wanita itu menatap takjub pada Dhicca yang memanggilnya
Halmeoni,”cucuku... huhu... aku sudah mengatakan pada Byul itu ide gila...,
tapi mereka tak mau perduli...huhuhu...” tangisnya Dhicca hanya diam dan
menunggu neneknya melanjutkan kata-katanya,”Byul dan Navi adalah teman baik
sejak SMU bahkan nona Navi membiayai sekolah Byul, dimana ada Byul di situ ada
Navi..., mereka sangat dekat, keduanya bersama-sama berkuliah di Prancis, tentu
saja karena nona Navi berasal dari sana...dan mereka berdua tak terpisahkan,
hingga aku dengar kabar dari Byul, nona Navi menikah... dan kembali ke
Korea...kami hanya sempat bertemu beberapa kali..., Byul kembali dan menjenguk
Navi dia mengatakan bahwa nenekmu menyukainya... dan Byul mengatakan pada ku
bahwa dia terpaksa berbohong menjadi orang kaya karena nona Navi memintanya...,
aku tak tau apa yang terjadi dan aku hanya mendapat kabar bahwa Byul akan di
nikahkan dengan suami nona Navi..., tentu saja bagi kami ini tragedi..., tapi
Byul mengatakan..., akan membalas budi sahabat baiknya..., setelah
melahirkanmu...,beberapa tahun kemudian Byul dan menantuku mengalami
kecelakaan...”tangis nenek tua itu kembali pecah. Terbukti sekarang...,
statusnya sebagai anak berada hanya latar dari cinta segitiga, ketiga orang
tuanya. Benar..., bagaimanapun semua bukan miliknya, jika bukan karena keluarga
Navi... dia tak akan bisa menikmati semua ini.
“halmeoni..., boleh kah aku melihat kamar eomma?” tanyanya
dengan perlahan. Sang nenek mengangguk dan mengantarkan Dhicca menuju kamar
atas.
Sebuah kamar dengan jaring laba-laba memenuhi setiap sudut.
Penuh debu karena memang tak pernah di buka. Dhicca menatap sekeliling kamar
dengan seksama, tangannya meraih sebuah foto di salah satu meja, foto ibunya
bersama sahabat baiknya Navi. Foto yang lain sama saja menampilkan wajah sang
ibu dan Navi yang penuh keceriaan. Dhicca tersenyum dan meletakkan kembali foto
itu ketempatnya. Dhicca meraih sesuatu yang terjepit di antara meja rias dan lemari,
sebuah buku harian tua,”halmeoni..., boleh aku membawanya?” tanya Dhicca, sang
nenek hanya mengangguk dan menatap Dhicca dengan penuh rasa sayang.
“di sebelah kamar Byul..., ada kamar nona Navi..., kau ingin
lihat?”tanya sang nenek lagi menyarankan.
Dhicca terdiam sejenak dan mengangguk,”ne...” Dhicca
melangkah ragu ke ruangan besar dan sangat besar itu, dua kali lebih besar dari
pada kamar ibunya. Bagaimanapun itu sama saja seperti di sebelah, penuh dengan
foto-foto Navi dan Byul, hanya satu yang berbeda, sebuah lukisan besar Navi
yang memeluk bayi dalam dekapannya, bayi itu tampak tertutup selimut dan di
sebelah Navi ada ayahnya Yong Hwa. Terlihat di situ siapa yang melukis.
“nyonya Navi yang melukisnya, saat nona hamil dia mengatakan
dia melukis ini agar dia bisa memperlihatkan pada anaknya jika dia harus
meninggal saat melahirkan..., dia ingin anaknya tau betapa nona Navi mencintai
anaknya itu..., dan betapa berharganya dia... hingga nona memperjuangkannya
hingga akhir...” jelas sang nenek dengan nada yang sangat lembut menatap
lukisan itu.
Dhicca menatap lukisan keluarga bahagia itu dan menggenggam
harian sang ibu,’aku tau..., aku...akan membuatnya kembali... akan ku
perlihatkan ini pada Linda..., akan ku perlihatkan lukisan ini padanya agar
Linda tau..., orang tuanya bukan membuangnya...’ yakin Dhicca dalam hati janji itu
terpatri jelas.
Dhicca kembali setelah berpamitan,Dhicca termenung sepanjang
jalan menuju mobilnya hingga menabrak seseorang yang tak di sadarinya,”au...”
“ah mian...”ucapnya,”Dhicca...”
“Sensanim...”pekik Dhicca pada Ji Hoon mantan gurunya.
“sedang apa kau di sini dan...” Ji Hoon menatap Dhicca yang
tampak berubah 5 tahun berlalu begitu cepat rupanya...
“Issssshh...”ucap Frans Chan kesal saat bunga ke 60 datang.
Tempat sampahnya penuh dengan bunga mawar yang di kirimkan Si Won padanya.
“sudahlah Sunbaenim..., temui saja penggemarmu itu...”ucap
Zie yang merasa kasihan pada Frans Chan. Dengan meghentak kesal Frans Chan
membawa bunga ke 60 keluar.
Frans Chan mencari sosok namja itu dan menemukannya sedang
berbincang dengan penjual bunga cilik,”apa yang kau mau hah?” tanya Frans Chan
kesal.
“lihatkan dia keluar...”ucap Si Won lalu mengeluarkan
beberapa lembar uang dan memberikannya pada anak itu,”gomawo...” penjual bunga
itu segera pergi.
“mengajakmu makan...”jawab Si Won spontan kemudian merangkul
Frans Chan.
“yak...yak..., lepaskan aku... sudah ku katakan semalam aku
tak ingin melihatmu lagi...” bentak Frans Chan menatap kesal namja itu.
“aku tau...”
“kau sudah bertunangan ingat!” Frans Chan beralasan lagi.
“aku menundanya..., aku akan mencoba sekali lagi..., aku
akan mencobanya sekali lagi menangkap hatimu..., meskipun aku harus merebutmu
dari Hee Chul..., aku akan menangkap hatimu...”jawab Si Won dan membuat Frans
Chan terpana.
“aku bisa...”ucap Linda bersikeras untuk berski sendiri
bukan double ski bersama Jun Ki.
“ani..., tanganmu masih sakit kan...” ucap Jun Ki
menolaknya.
“yah..., ini sudah akan sembuh...”
“bohong...”
Para kru terdiam menatap kedua pasangan reality show yang
tampak berbeda dari semalam.
“yah...yah Linda Park... sudahlah..., benar katanya double
ski saja...”ucap sang sutradara yang sudah cukup pusing mendengar pertengkaran
itu.
“Shireo (tak mau)” Linda berbalik dan duduk di kursinya
sambil melipat tangannya ke dada.
“yah..., Linda jangan membuatku malu...”pinta Rezty.
“aku hanya ingin berski sendiri..., itu wajarkan?” tanya
Linda berargumen.
“kau seperti anak kecil...” cela Jun Ki.
“biar saja...weeek...” Linda menjulurkan lidahnya pada Jun
Ki dengan kesal.
“baiklah-baiklah..., properti..., tolong siapkan satu
peralatan ski lagi...”sang sutradara pada akhirnya mengalah pada permintaan
Linda.
Proses syuting di mulai. Keduanya menaiki penyebrangan
dengan aktingnya Jun Ki merangkul Linda mesra seperti tak ada apa-apa saja ==a.
Sementara Linda hanya tersenyum kecut.
“pintar sekali kau berakting...”bisik Linda.
“tentu saja karena aku actor...” jawab Jun Ki singkat.
“hah..., mengesalkan...==a”Linda tak berkata lagi dan menikmati
pemandangan dari transportasi penyebrangan itu. Setibanya di tempat berski di
lereng bukit yang tertimbun salju.
“dingin sekali...hachimmm...”Linda bersin dengan mulusnya
(?). dengan cepat Jun Ki meraih syalnya dan melilitkannya di leher Linda hingga
tenggelam dalam syal Jun Ki hingga hanya terlihat dari mata ke atas.
Jun Ki tertawa dan kembali membuat Linda kesal,”yak..., apa
yang kau tertawakan?”
“kau seperti boneka salju...” tawa Jun Ki kembali pecah,
dengan sekali getok (?) Linda menjitak kepala Jun Ki dan meninggalkannya menuju
managernya.
“mengesalkan..., semalam dia berlaku sok romantis...,
sekarang mejahiliku..., apa dia memiliki kepribadian ganda?”omel Linda.
“yah... sudahlah..., kau memang lucu..., jangan marah...ini
tongkat skimu...” Rezty menyerahkan tongkat ski pada Linda yang langsung
mencobanya dengan mata berbinar,”kau senang sekali?”
“tentu saja..., aku sudah lama tak bermain ini sejak
terakhir kali bersama Seung..., dia yang mengajariku berski...” Linda beralasan
dan memasang peralatan skinya.
Jun Ki yang mendengar hanya tersenyum sinis. tentu saja
masih cemburu wkwkwkwk...
“yak..., aku pasti akan menang darimu...” jawab Linda dengan
angkuhnya saat syuting di mulai.
“baiklah..., buktikan saja...”tantang Jun Ki. Keduanya mulai
meluncur bersama awalanya memang lancar tapi luka di tangannya kembali
berdenyut hebat. Tanpa sengaja Linda melewati rute yang seharusnya tidak di
lewati ski pemula.
“yah...yah...berhentilah aku mohon...”harap Linda menahan
rasa sakit di tanganya dan Blugh... dengan lancarnya Linda menabrak sebuah
pohon,”au... siaaaaaaaalll...”maki Linda sambil mengusap kepalanya yang
terbentur.
Linda menatap sekeliling, namun tak ada tanda-tanda para kru
dan orang lain di situ. Linda mencoba untuk tak panik tapi tetap saja rasa
khawatir mulai menyerangnya.
“yaa..., HEIIIIII...”suara Linda hilang di telan salju yang
mulai turun,”REZTYYYYYYY..., YAAAAAA AKUUUUUUU DIIII SINIIIIIIII...”teriak
Linda sekencangnya. Linda duduk meringkuk di bawah pohon dan terdiam lama.
Krekkk.... Linda diam mendengarkan sekali lagi,Kreeeekkk... Linda menatap sekelilingnya
dan baru menyadari dia berada di ujung tebing,”omooo...”Linda menggeser tempat
duduknya namun retakan itu semakin jelas bunyinya,”t...ttollloong...”ucap Linda
terbata. Berbagai upaya telah dia coba tapi setiap kali dia bergerak retakan
itu semakin jelas terlihat di depannya,”yah..., siapa saja... tolong aku...,
aku mohon....”
“LINNNDAAAAAA...”Teriak seseorang dari kejauhan.
“ya...ya..., AKUU AKUUU DIII SINII...”balas Linda sambil
melambaikan tangannya gembira. PRAK...
“Linda...”Jun Ki berlari ke arah Linda dengan panik.
“ANDWE...,jangan jangan ke sini...”pekik Linda sambil
menatap sekelilingnya.
Jun Ki terdiam menatap retakan di tengah antara dirinya dan
Linda,”..., pegang tanganku...”Jun Ki menjulurkan tangannya pada Linda. Dengan
berhati-hati Linda berusaha menerima uluran tangan Jun Ki. ‘ani...jika aku
bergerak... kami berdua yang akan jatuh...’fikir Linda,”jangan mendekat...”ucap
Linda,”kita akan jatuh berdua jika kau mendekat...”
Greb...dengan cepat Jun Ki menangkap tangan Linda dan
berusaha menariknya perlahan,”walaupun harus jatuh berdua..., aku tak
perduli... aku tak akan melepaskan tanganmu lagi...tak akan pernah...”
Linda sempat terdiam pada akhirnya dia hanya menerima uluran
namja aneh yang telah menyentuh hatinya itu,sedikit lagi... Jun Ki berusaha
menarik Linda perlahan...BRAKKK...PRAKKK...
“GYAAAAAAA....”Linda melesat jatuh saat ujung tebing itu
terbelah. Tanpa fikir panjang Jun Ki melompat dan berusaha meraih Linda. Dengan
cepat keduanya meluncur ke bawah dan terus jatuh. Jun Ki memeluk Linda erat dan
melindunginya ketika keduanya mendarat tepat di semak-semak yang tertutup
salju.
“ada apa? Ahjumma... ada apa dengan Bella? Kenapa
dengannya?” tanya Tsatsa panik.
“tak apa..., dia sudah sadar...”Herlina berusaha
menyembunyikan fakta sebenarnya.
“ada apa denga cucuku Herlin?” tanya sang nenek dengan
perhatian. Herlina menatap keduanya dan mendesah pendek,”tak apa..., dokter
Ryung hanya mengatakan Bella terlalu banyak fikiran...”
“benarkah?” Tsatsa bertanya setengah tak percaya.
“ne..., jangan khawatir...”Herlin mengangguk saat Bella
keluar dari kamarnya da menatap orang-orang yang berwajah panik.
“aku tak apa-apa..., jangan khawatir..., halmeoni... mianhe
aku merepotkanmu...” ucap Bella setengah menunduk.
“ani...ani...istirahatlah...”ucap sang nenek sambil
tersenyum ramah.
“ania..., bukankah aku telah berjanji akan mengantarkan
Tsatsa untuk memeriksa mata...”ucap Bella membantah.
“tak usah Bella..., aku akan pergi bersama Halmeoni...”ucap
Tsatsa menolak.
“baiklah..., tapi aku harus tetap pergi..., aku berjanji
pada Kwang Min...”ucap Bella merasa tak nyaman.
“biar aku yang mengantarmu..., sekalian aku akan ke rumah
Nam Gil...”Herlina mengajukan diri
dengan tertunduk malu.
“yah..., kapan kau akan menikah dengannya? Kau harus
menyusul Hyung mu...”ucap sang nenek menggoda dan membuat Herlina bertambah
malu.
“halmeoni..., jangan seperti itu..., aku...malu..., Nam Gil
juga masih sibuk dengan pasiennya...”jelas Herlina dengan berat,”sudahlah...
Bella tunggu aku...aku akan mengambil tas ne...” Bella hanya mengangguk kilat.
“baiklah ayo nak..., kita pergi...”sang nenek menuntun
Tsatsa menuju mobil yang telah siap.
“gomawo..., ahjumma..., kau tak perlu menjemputku...aku akan
kembali bersama Kwang Min...”Bella menunduk sesaat sebelum akhirnya menutup
pintu mobil.
Bella menatap stadion basket di depannya, satdion di mana
terakhir kali Bella bertanding sebelum akhirnya dia tak bisa berjalan dan harus
menggunakan tongkat. Bella melangkah masuk, dia teringat janjinya semalam
dengan Kwang Min.
Bella terus melangkah tertatih menuju ke tengah lapangan
saat Kwang Min datang dengan sebuah kotak di tangannya.
“kau lama sekali...”ucap Bella sambil tersenyum.
“mianhe..., aku mencari sesuatu untukmu...”jawab Kwang Min
membalas senyum Bella.
“apa yang kau bawa?” tanya Bella sambil menatap kotak di
tangan Kwang Min.
Kwang Min mengangkat kotaknya dan tersenyum,”kau dulu...,
ada apa? Apa kau masih sakit? Mengapa kau memintaku datang ke sini?” .
Bella tersenyum dan berbalik pelan menatap
ring,”pertandingan terakhirku sebelum akhirnya aku cidera parah..., kau masih
ingat? Kita bertemu di sini...”
“ne..., waktu itu mungkin aku sangat menyebalkan...” ringis
kwang Min menggaruk kepalanya pelan.
“..., aku sangat merindukan saat di mana aku berlari...,
mengejar bola dan memasukkan nya ke dalam ring..., jika aku melakukan itu aku
seprti dapat melepaskan bebanku..., tapi sekarang...”
“Bella...”
“Kwang Min..., aku telah berjanji padamu..., aku berjanji akan
bersamamu...aku berjanji akan menjadi
Bella yang dulu..., dan aku ingin kau lihat...aku akan jadi Bella yang
dulu...”Bella berjalan menjauh dari Kwang Min hingga Ring basket, dengan cepat
Bella melepas tongkat ketiaknya dan memegang kuat besi ring,”ani...ani...,
jangan mendekat...” pinta Bella saat Kwang Min akan menolongnya,”berdirilah di
sana..., aku akan datang padamu...”
Kwang Min terdiam terpaku Yeoja di depannya...,
Bella...Bella yang percaya diri akan memengangkan pertandingan, Bella yang memiliki
kekuatan untuk terus berusaha dengan kekuatannya sendiri..., kini dia bangkit.
Menghampirinya dengan langkah tertatih. Perlahan kali ini... benar
keputusannya...yeoja itu...
“ugh...”desah Bella kesakitan namun dia terus berusaha
dengan seluruh kenekatannya. Bella melepas pegangannya ke tiang besi dan
berjalan ke arah Kwang Min yang menunggunya.
“aku tau..., aku akan menunggumu..., aku akan menunggumu
untuk benar-benar menyukaiku..., aku akan selalu menunggumu Bella...aku tau kau
pasti bisa melakukannya....”pekik Kwang Min dengan senyum terkembang indah.
Bella membalas senyum Kwang Min dan kembali berjalan
sedikit-demi sedikit,”aku bisa....”yakin Bella dengan langkah yang sangat
menyesakkan tapi harus. Harus membuang masa di mana dia terpuruk, namja di
depannya menunggu dan akan terus menunggunya. Hampir...hampir tiba...Bella
terus menahan rasa kelu dan sakit di kakinya, sedikit lagi...BRUGH... Bella
jatuh tepat di pelukan Kwang Min,”ak...u... Bisa....”ucap Bella terbata.
“aku tau..., aku yakin kau bisa melakukannya....”jawab Kwang
Min dengan lembut.
“gomawo..., gomawo...jeongmal gomawo...dengan ini aku bisa
mengatakan dengan bebas bahwa aku..., aku mencintaimu...”Bella merapatkan
pelukannya dan membuat Kwang Min sedikit terkejut.
“Bella...”
“aku tak ingin menyesal lagi..., aku tak ingin orang yang
aku sukai pergi lagi..., selamanya..., maukah kau menemaniku... aku yeoja keras
kepala, yeoja yang kadang akan membuatmu berada di badai salju..., yeoja yang
akan selalu menyusahkanmu..., maukah kau berjanji tak akan meninggalkanku?”
tanya Bella melepas pelukannya dan masih berpegangan di pundak Kwang Min sambil
menatap mata Namja yang menatapnya tak percaya,”kau tak ingin ya?”
“ani..., tentu saja aku bersedia..., seharusnya aku yang
mengucapkan itu bukan kau..., ck... kau membuat karismaku hilang...”canda Kwang
Min dan membuat Bella tertawa,”senyummu sangat cantik..., kau seperti melamarku
kau tau? Pertama kali melihatmu di pertandingan..., aku telah jatuh cinta pada
Yeoja keras kepala ini..., kau selalu bersemangat dan tak perduli dengan dirimu
sendiri..., aku berfikir..., bagaimana cara mendapatkanmu..., aku jahat ketika
kau tak mengingat masalalumu aku seperti sedang mencuci otakmu, tapi saat
bersamamu dan saat kau menerimaku..., aku sangat bahagia..., yeoja yang selama
ini membuatku berdebar menerimaku dengan senyum indahnya..., dan yang ingin ku
katakan hari ini padamu...”Kwang Min mengeluarkan sebuah cincin indah dengan
mata rubi biru yang sangat cantik,”aku ingin mengikatmu..., aku berjanji padamu
akan membawamu ke altar... aku berjanji...itu tak akan lama..., maukah kau menungguku
hingga saat itu tiba?” tanya Kwang Min sambil menatap Bella yang berganti
keterkejutannya.
“kau tau bagaimana kondisiku?”
“aku siap..., apapun asalkan bersamamu..., aku siap menerima
apapun keadaanmu...”jawab Kwang Min tegas.
Bella tersenyum dan mengangguk,”ne...algesseyo (baiklah),
aku bersedia...”jawab Bella.
Kwang Min membalas senyuman Bella dan memasangkan cincin itu
di jari Bella. Keduanya saling memandang dan tersenyum, Kwang Min menarik Bella
dan menciumnya.
Di tempat lain Ji Yong berdiri dan menggenggam sapu
tangannya, Ji Yong melihat kejadian itu dari awal hingga akhir. Kwang Min lah
yang menghubunginya dan ingin mengatakan sesuatu pada Ji Yong untuk datang
menemuinya membuktikan siapa yang di pilih Bella. Ji Yong tersenyum getir dan
meninggalkan tempat itu sambil menatap langit dengan wajah menyedihkan.
“ne..., dua minggu lagi kita dapat melakukan operasi...”ucap
Sang dokter sambil tersenyum pada
Tsatsa.
“gomawo..., kalau boleh aku tau baksanim..., siapa yang akan
mendonorkan matanya untukku?”tanya Tsatsa dengan rasa ingin tau.
“ah tapi..., maaf kami tak bisa memberitahu siapa yang ingin
mendonorkan matanya..., privasi para pasien...”ucap sang dokter dengan berat.
“tapi..., aku ingin berterimakasih padanya aku mohon...,
jebal...”pinta Tsatsa.
“baksanim..., aku mohon demi cucuku katakan siapa pendonor
itu...”ucap sang nenek meminta.
Sang dokter terdiam berfikir,”ne..., dia sekarang berada di
kamar pasien..., jika kau ingin menemuinya aku bisa menunjukkannya padamu...”
“ne...ne....”angguk Tsatsa bersemangat.
Dengan keingin tahuan yang sangat besar Tsatsa dan sang
nenek mengikuti dokter itu ke kamar pasie,”ini..., maaf aku tak bisa menemani
masuk...”
“ne...”
“kau ingin masuk? Tapi sepertinya sedang ada orang
nak...”ucap sang nenek pada Tsatsa.
“nae..., halmeoni..kita...” Tsatsa terdiam ketika mendengar
suara yang di kenalnya, dengan perlahan Tsatsa merapatkan diri ke pintu ruang
paseien.
“ada apa?”
“aku mendengar suara Oppa Kyu halmeoni...”jawab Tsatsa dan
kembali mendengarkan.
(“aku mohon Kyu..., aku mohon untuk terakhir kali..., aku
ingin berkencan denganmu..., hanya sekali saja..., hanya sekali sebelum penyakit
ini merenggutku...”pinta seorang Yeoja dengan nada lemah.)
(“ani...ani...,aku....”)
(“aku tau kau mencintai Tsatsa aku tau kau begitu
mencintainya..., ku mohon ku mohon hanya sekali saja..., setelah itu aku akan
merelakanmu..., merelakanmu dengan orang yang ku cintai..., ku mohon
Kyu...”pinta yeoja itu sebelum terdengar batuk keras.)
Terdengar langkah khawatir yang menjauh dari
pintu,(“mengapa? Mengapa kau ingin mengorbankan dirimu?”)
(“aku..., aku ingin kau bahagia dengan yeoja itu Kyu..., dia
telah mengobati luka karena aku telah menyakitimu..., aku ingin bagian tubuhku
berguna untuk orang lain setelah penyakit ini benar-benar
membunuhku...”ucapannya semakin lemah.)
Tsatsa terdiam, mwo? Jadi pendonornya adalah yeoja itu?
Yeoja mantan pacar Kyuhyun?,”ania...”
“ada apa Tsatsa?”tanya sang halmeoni,”dia namjachingumu?”
“halmeoni aku ingin pergi...”pinta Tsatsa yang langsung
berurai air mata dengan cepat sang nenek membawa Tsatsa kembali.
“yah..., lepaskan akuu...”bentak Frans Chan pada Si Won yang
tampak tak perduli.
“susah payah aku mengajakmu ke sini..., setidaknya ayo kita
makan dulu...”ucap Si Won dan memesan satu panci penuh bubur.
“kau gila? Kau ingin makan atau mengamuk?” pekik Frans Chan
ketika bubur itu datang.
“aku tak perduli..., aku ingin lebih lama bersamamu...”ucap
Si Won lalu mengambil sebuah mangkuk dan menyerahkannya pada Frans Chan yang
terpaksa menerima,”cepat ambil...”
“hah...”desah Frans Chan kesal dan mengambil bubur dari
panci.
Si Won menatap Frans Chan sambil tersenyum dan mengisi penuh
mangkoknya dengan bubur,”aku mendengar dari Hee Chul apa yang terjadi padamu...
dan Hyung...”
Frans Chan sempat terdiam sejenak, dan kembali melanjutkan
makannya berusaha tak perduli.
“dia juga mengatakan bahwa dia bersalah padamu...” lanjut Si
Won.
Frans Chan menghentikan makannya dan menatap Si Won tajam.
“aku juga telah bersalah padamu..., aku menceritakan pada
Hee Chul tentangmu..., aku mencarimu untuk meminta maaf tapi aku tak berani dan
takut kau akan membenciku..., aku menyuruh HeeChul dan memintanya menjadi
T-Chan yang pengecut...., aku tak sangka dia akan menyukaimu...” ringis Si Won
dengan perasaan bersalah.
Frans Chan menghentikan makannya dan mendesah
sejenak,”kau..., kalian berdua membuatku bingung..., aku akui aku juga bersalah
pada kalian berdua..., aku tak akan memilih siapapun..., itulah keputusanku...,
keputusan yang aku buat sejak 5 tahun yang lalu..., aku hanya ingin memulainya
dari awal..., aku ingin kau menjadi temanku... T-Chan...”jawab Frans Chan
dengan nada tenang.
Si Won sempat membelalak lalu mendesah dan tersenyum
sinis,”aku tau pada akhirnya kau akan mengatakan itu..., baiklah jika itu
maumu..., aku akan menjadi temanmu..., menjadi T-Chan mu..., aku tak ingin
memaksamu lagi, aku tak ingin lagi kau semakin membenciku... itu lebih
menyakitkan bagiku...” jelas Si Wo yang baru berani menatap mata Frans Chan.
Frans Chan tersenyum pada Si Won dan berkata
pelan,”Gamsha... T-Chan...”
Keduanya saling tersenyum dan tertawa lepas. Sekian lama
pada akhirnya itu lah yang di yakini Frans Chan tak akan ada yang tersakiti
dengan ini, hanya dia yang tak menyadari dirinya sendiri yang akan tersakiti...
“ya..., bangunlah hei... tuan Jun Ki bangunlah...” pinta
Linda panik sambil menggoyangkan tubuh Jun Ki yang lemah tak berdaya,”ya....,
jangan bercanda aku akan mencari pertolongan...” sambil menahan tangisnya Linda
beranjak dari sisi Jun Ki namun tarikan halus membuatnya jatuh dan menatap mata
namja itu.
“jangan pergi..., jangan pergi..., tetaplah bersamaku...”
ucap Jun Ki perlahan.
“ya..., akhirnya kau bangun..., aku kira kau sudah mati
hue..., kepalamu berdarah... ini pasti karena aku huaaaaaaaaaa...” tangis Linda
sambil menutup wajahnya.
Jun Ki tersenyum dan memeluk Linda dengan posisi
tertidur,”aku tak akan mati..., aku tak akan mati asalkan kau ada di sisiku...”
“ya..., kita berdua jatuh dari tebing..., dan kau terluka
karena aku..., apa kau gila... melompat begitu saja...”maki Linda di tengah
isaknya.
“saat kau jatuh aku tak dapat berfikir selain
menyelamatkanmu..., sudah ku katakan bukan? sekalipun aku jatuh dari tebing aku
tak perduli aku akan selalu ada di mana kau berada...” ucap Jun Ki sambil
tersenyum dan membelai kening Linda mengusir (?) rambut yang menutupi wajah
Linda,”aku tau apa yang kau fikirkan..., aku hanya ingin kau perlahan
mengenalku..., aku tau kau tak suka hal itu..., aku tak akan membandingkanmu
dengannya..., aku akan mengatakan padamu bahwa sekarang aku menyukai Linda
Park...”
Linda terdiam dan menatap Jun Ki tak percaya, ani lebih
tepatnya dia gugup. Namja itu pasti tau bahwa hatinya berdebar sangat kencang,
fikirannya sibuk bertarung antara Seung dan Jun Ki pada akhirnya dia kalah
fikirannya di penuhi namja di depannya,”kau aneh..., aku sudah memiliki
Seung..., berhentilah sebelum kau lebih tersakiti...” jawab Linda dingin.
“aku tak perduli meskipun aku yang harus kalah pada
akhirnya..., aku akan terus berjuang... aku akan mendapatkan hatimu sebelum kau
mengenakan gaun putih bersama namja lain..., jika orang lain mengatakan aku
gila..., aku memang sudah gila...” jawab Jun Ki dengan tegas. Matanya lurus
menatap tajam Linda. Perasaan itu tiba-tiba saja muncul,’namja pabo..’ maki
Linda di dalam hatinya mereka berdua hanyut dalam suasana romantis hingga
akhirnya berciuman.
Ji Hoon menyerahkan sebotol minuman hangat pada Dhicca.
Kemudian duduk di bangku taman di sebelah Dhicca dengan raut memperhatikan apa
yang di tatap Dhicca di tengah kolam. Sepasang bebek dan ke dua anaknya sedang
berenang tenang di tengah.
“apa yang kau fikirkan?”tanya Ji Hoon setelah agak lama
terdiam.
Dhicca menggeleng dan mendesah sesaat,”ania..., aku hanya
berfikir untuk mengulang saat-saat aku bahagia dengan keluarga besarku...,
umma..., kak Frans Chan, ahjumma Rindi, adik-adikku... dan Linda...”senyum di
wajah Dhicca segera memudar di gantikan rasa hampa yang menyelimuti wajahnya.
Ji Hoon hanya diam sejenak dan kembali berkata lembut,”sudah
lama tak bertemu..., aku merasa kau sudah berubah banyak..., apa penyakitmu
telah sembuh?”tanya Ji Hoon.
Dhicca mengangguk sesaat dan meminum minumannya,”tentu
saja..., jika tidak pengorbanan Linda akan percuma saja...”ringis Dhicca dengan
aura berat.
“jadi masalahmu karena Linda...”angguk Ji Hoon tersenyum
menanangkan.
Dhicca mengangguk dan tertunduk,”aku seperti merebut sesuatu
darinya sensanim...,apa yang seharusnya tak pantas aku miliki...”nada sedih itu
semakin membuatnya hampa.
“kau yakin Linda akan menyalahkanmu?” tanya Ji Hoon dengan
sikap normal mencoba memotivasi yeoja di depannya.
Dhicca menghela nafas dan menggeleng pelan.
“menurutmu jika kau seperti ini apa yang akan dia lakukan?”
tanya Ji Hoon lagi.
Dhicca mengerutkan alisnya dan berfikir keras lalu
tertawa,”dia pasti akan melakukan hal konyol untuk menghiburku..., sekalipun
dia harus mempermalukan dirinya sendiri buahahahaha...”tawa Dhicca seketika
lepas saat memikirkan saat dulu Linda menghiburnya dengan melakukan atraksi
konyol hingga satu sekolah menjulukinya si kapten aneh.
Ji Hoon tersenyum menatap Dhicca yang akhirnya tertawa
lepas.
“kau benar sensanim..., kenyataannya Linda lah yang lebih
sering melindungiku..., tapi kali ini..., aku yakinkan aku yang akan
melindunginya...”Dhicca beranjak dan menatap sekeliling taman yang sepi lalu
berteriak,”YYYYYAAAAAAAAAAKKKK...JUNG DHICCCAAAAAAA...MULAAAIIII SAATTT INIII
KKKAUUU HARUUUUSSSS MEMEGANNNGGG KATA-KATAMUUU..., KAUUU HARUS MENGEMBALIKANNN
LINDA DI MANA SEHARUSNYA DIA BERADA... DAN KAUUU HARUS MENJADDI YEOJA YANG
KUAT... KAU BISAAA DHICCA... TUNJUKKKANNN TUNJUKKKAAA..NN”
Ji Hoon bangkit dan berdiri di sebelah Dhicca kemudian mengangkat
tangan yang sebelah dan berkata,”aku saksinya..., dan aku yakinkan aku akan
mendukung muridku ini..., dan dia pasti bisa mewujudkannya...”
Dhicca sempat terkejut dengan apa yang di lakukan Ji Hoon
kemudian keduanya tertawa bersama.
Rindi terdiam menatap keluar jendela dari kamarnya. Apa yang
dia lakukan di sini? Apa yang terjadi padanya. Fikiran Rindi bertarung hebat
mengingat apa yang baru saja di mimpikannya.
Namja itu datang..., namja yang selama 5 tahun membuatnya
lupa siapa dirinya dan apa yang di lakukannya, namja yang membuatnya harus
mendekam di tempatnya sekarang ini. Terkurung seperti tahanan.
Namja itu..., ya... Jong Hun datang dalam mimpinya dan
memintanya kembali. Kembali? Bukankah dia yang membuatnya seperti ini? Namja
itu, namja yang sangat di cintainya yang pergi begitu saja.
“aku tak ingin kau
menyiksa dirimu seperti ini...”ucap Jong Hun dalam mimpinya.
“kau yang membuatku seperti ini...”balas Rindi dengan nada
keras.
“mianhe...”ucap
Jong Hun dengan nada penyesalan.
“maaf? Tapi kau pergi dan meninggalkanku..., kau
meninggalkanku Jong Hun!” pekik Rindi keras.
“aku tau..., aku tau
aku bersalah padamu..., seharusnya aku tau jika kau seperti ini aku tak usah
bertemu denganmu..., maafkan aku...”ucap Jong Hun dengan nada penyesalan
dan berlutut pada Rindi yang meneteskan air matanya,”lupakan aku..., aku mohon...lupakan aku dan hiduplah dengan
wajar...,aku tak bisa melihatmu seperti ini terus..., kau ingin aku tersiksa
bersalah di kematianku..., aku tak ingin melihatmu seperti ini...”
“terlambat Jong Hun..., biarkan aku gila karena mu...”ucap
Rindi keras kepala.
“aku membenci diriku
sendiri...”ucap Jong Hun sambil memukul dirinya sendiri.
Rindi menarik tangan Jong Hun namun sia-sia Rindi hanya
mendapati tangannya menembus Jong Hun, dan itu membuatnya panik,”yak...kenapa
aku tak bisa memegangmu...Jong Hun hentikan hentikan...” pinta Rindi pada Jong
Hun yang terus memukul dirinya sendiri.
“ania..., aku pabo...
aku namja tak bertanggung jawab yang membuatmu menderita seperti ini...,
biarkan aku menghukum diriku sendiri...”Jong Hun terus memukul tubuhnya
sekuat dia bisa dan membuat Rindi tak tahan.
“BAIKLAH BAIKLAAAAHH...HENTIKAAANNN...”pinta Rindi
berteriak.
Jong Hun berhenti dan menatap Rindi sambil tersenyum,”lupakan aku...”
“aku tidak bisa Jong Hun...”tangis Rindi pecah,Jong Hun
berusaha meraihnya namun percuma hanya seperti angin menembus yeoja yang
menangis itu.
“hiduplah dengan baik
demi aku...” pinta Jong Hun.
“kenapa kau setega ini padaku? Apakah kau tak mencintaiku
lagi?” tuntut Rindi.
Dengan rasa bersalah Jong Hun memegang dadanya,”tatap aku...”pinta Jong Hun lembut.
Perlahan Rindi menatap Jong Hun, namja itu begitu sempurna
namun wajahnya yang tersiksa terpatri jelas terlihat.
“aku mencintaimu...,
tentu saja...tetapi...jika aku harus membuatmu terluka dan terpuruk seperti
ini..., aku ingin kau membenciku..., akan aku katakan sekarang..., aku tak bisa
mencintaimu lagi...”ucap Jong Hun yang membuat Rindi terdiam kaku marah dan
frustasi.
“apa maksudmu? Mempermainkan aku...?”
“jika itu membuatmu
melupakan aku..., ya...” jawab Jong Hun tegas.
Rindi menahan getaran kemarahan dan mengepalkan
tangannya,”kau...selama ini aku terus menganggapmu ada terus memikirkanmu
hingga aku gila..., aku gila karena mu dan membuat seluruh anggota keluargaku
menderita...semua karena kau karena kauuuu JONG HUNNN” teriak Rindi penuh
amarah.
Jong Hun tersenyum dan mengangguk,”ne aku tau..., kau salah jika mencintai namja sepertiku..., kau salah
Rindi..., aku namja pabo yang tak berperasaan..., lupakan aku...”
“lupakan? Hah lupakan? YAK JONG HUNNN !! baiklah jika itu
maumu..., aku akan melupakanmu selamanyaaa...!!”Rindi telah di liputi perasaan
frustasi yang memuncak di dalam dirinya hingga mengatakan hal itu.
Wajah Jong Hun di hiasi senyum aneh yang membuatnya lebih
tenang dari sebelumnya kamudian tangannya membelai lembut kepala Rindi,”hiduplah dengan normal demi orang-orang di
sekelilingmu...”hanya kata-kata itu yang Jong Hun ucapkan sebelum dia
menghilang menjadi kepulan asap dan Rindi terbangun dengan mata melotot di
tempat tidurnya dengan tangan terikat.
“apa yangtelah aku lakukan?” ucap Rindi air matanya menetes,
apa yang selam ini terjadi membuatnya ingat ania..., mimpi ini mimpi... dia
hanya berada di dunia yang penuh dusta.
Semalam Nickhun membawanya dan mengamuk memukul para suster
hingga harus diikat seperti ini. Apa yang telah di lakukan orang-orang di
sekelilingnya? Membuatnya terjebak di tempat yang bahkan tak di kenalnya. Tidak
dia tak gila... hentikan,”HENTIKAAAAAAAAAAANNN...”
“halmeoni... ada apa?”tanya Bella panic setelah neneknya
menelfone dan mengatakan Tsatsa mengunci diri di kamar dan tak terdengar
apapun. Kwang Min yang menemaninya hanya menunduk kilat pada sang nenek memberi
salam.
“aku tak tau apa yang terjadi padanya..., setelah kembali
dari rumah sakit dia jadi seperti ini..., aku takut terjadi sesuatu...”ucap
sang nenek dengan panik,”aku telah memanggil tukang kunci tapi akan lebih baik
bila kau yang membujuknya...” jawab sang nenek di antara ke khawatiran.
“TSATSA...TSATSA...INI AKU TSATSA... KU MOHON BUKA
PINTUNYA...”pinta Bella sambil menggedor kuat pintu kamar Tsata. Namun tak ada
jawaban dari Tsatsa hanyaada hening dan isakan pilu.
“bagaimana jika di dobrak saja...” saran Kwang Min dan
menatap sang nenek dengan sopan.
“nae kau benar halmeoni aku takut Tsatsa akan melakukan
suatu hal yang buruk...” jawab Bella dengan nada menyetujui.
Sang nenek mengangguk pasrah dan memanggil beberapa pelayan
pria untuk membantu Kwang Min mendobrak kamar Tsatsa. Dalam hitunga detik Kwang
Min beserta pelayan itu berhasil mendobrak pintu kamar Tsatsa.
“APA YANG KAU LAKUKAN!!!”pekik Bella marah dan menghampiri
Tsatsa dengan cepat menghempaskan botol obat penenang miliknya yang akan di
minum Tsatsa dengan dosis tinggik. PLAK..., obat itu terjatuh dan membuat
Tsatsa tersentak,”KAU PABO TSATSA...KAU GILA!!!”
“Bella...”tangis Tsatsa kembali pecah, dengan erat Tsatsa
memeluk Bella dan menangis di pelukannya.
BRUGH...
Lina menabrak turis asing saat sedang berjalan bersama Hyung
di pantai. Entah mengapa tatapannya tak fokus seperti ada yang mengganjal di
hatinya.
“yah..., ada apa denganmu? Ini sudah kali ke lima kau
menabrak turis lain...” ucap Hyung sambil merangkul Lina agar tak menabrak
lagi.
“a...ani..., aku hanya... terfikir anak-anakku...”jawab Lina
lirih.
“anak-anak kita...”ralat Hyung dengan sabar. Dan membuat
Lina tersenyum samar,Hyung mengambil handphonennya dan menyerahkannya pada
Lina,”gunakanlah..., hubungi rumah dan pastikan mereka baik-baik saja ne...”
Lina tersenyum dan menerima ponsel Hyung lalu menghubungi
anaknya.
“ck..., kenapa tak ada yang mengangkat?” tanya Lina gusar,
Lina berusaha memencet nomer lain dan bernafas lega ketika mendengar suara Herlin,”annyeong...,
nae Herlin... ini aku...tidak...aku hanya ingin tau bagaimana dengan yang
lain..., ah ne... aku tau baiklah jika mereka baik-baik saja..., apa yang
mereka lakukan hingga tak mengangkat telfone dariku? Oh baiklah..., sampaikan
salamku pada mereka... ne... aku akan kembali besok...nae
Herlin...haha...nae...kau sedang berkencan dengan Nam Gil bukan..., araseo...ne
annyeong...”trek tut tut tut..., Lina menatap ponsel Hyung sambil mendesah
berat entah mengapa hatinya masih merasa tak tenang saat ini tapi saat melihat
Hyung terus menatapnya Lina berusaha mengabaikkannya.
“ada apa? Apa kau masih merasa tak tenang? Jika kau
ingin..., kita akan kembali hari ini...”ucap Hyung yang tau kegelisahan Lina.
“ani..., sudahlah aku tak apa..., aku tak akan merusak
moment berbulan madu kita lebihdari ini...”janji Lina sambi tersenyum pada sang
suami (aciyeeee...).
“yeobo..., jangan tutupi masalahmu dariku oke..., aku ingin
kau berbagi padaku apapun yang terjadi...”jelas Hyung dengan logat sok dewasa.
Lina tersenyum kecil dan mengangguk,”ne yeoboku...”
“kajja..., kita akan terlambat untuk bersiap dinner hari
ini..., aku telah memesan tempat di restoran...” jelas Hyung dengan
semangatnya.
Lina mengangguk dan balas merangkul pinggang Hyung dengan
penuh mesra.
“jika itu masalahmu..., kau bodoh untuk berfikir dengan cara
itu kau bisa tenang..., kau fikir apa yang akan umma lakukan jika dia tau kau
seperti ini?”tanya Bella sedikit menyudutkan,”kau suka jika umma menyalahkan
dirinya?”
Tsatsa menggeleng pelan dan menyeka air matanya,”ani..., aku
hanya ingin menjadi tenang saja..., mianhe...jeongmal mianhe...”pinta Tsatsa
dengan perasaan yang teramat bersalah.
Bella mendesah pelan dan mengusap punggung saudaranya
itu,”bukan dengan cara seperti itu..., kau hanya akan menyakiti orang-orang di
sekelilingmu..., aku tak ingin kau seperti ini lagi...”
“nae..., mianhe Bella mianhe..., aku tak mengerti apa yang
harus aku lakukan aku tak mengerti mengapa perasaan bersalah bercampur dengan
rasa cemburuku? Aku bersalah tak seharusnya aku menerima donor mata itu..., aku
bersalah...” tangis Tsatsa namun kali ini hanya sebuah isakan pedih.
“oppamu?” tanya Bella setengah menebak.
Tsatsa mengangguk pelan sambil mengusap air matanya,”dengan
jelas, aku mendengarnya berkata pada yeoja itu...,yeoja itu yang akan
mendonorkan matanya padaku...”
“kau yakin?” tanya Bella.
Tsatsa mengangguk kuat dan kembali meneteskan air matanya.
“berhentilah menangis..., itu akan membuatmu semakin
pusing..., aku yakin oppamu memikirkannya dan aku yakin dia melakukan yang
terbaik yang dia bisa..., kau mencintainya?” Bella berkata tenang.
Tsatsa kembali mengangguk dan menjadi sedikit tenang.
“dia hanya perlu waktu..., kau harus berbicara dengannya
lagi...” ucap Bella keduanya terdiam lama,”aku harus pergi dulu aku rasa Kwang
Min menungguku bersama halmeoni...”
Bella mengambil tongkatnya dan berjalan menuju pintu saat
Tsatsa berkata,”aku tak akan melakukan operasi itu...”
Bella berbalik dan menatap Tsatsa yang meremas seprai
kasurnya dengan erat,”kau harus memikirkannya dulu...” jawab Bella sebelum
akhirnya keluar dan berpapasan deng sang nenek yang menguping (nenek2
==a),”halmeoni...”
“dia menghadapi hal sulit nak..., akan ku lakukan
sesuatu..., apapun yang terjadi kalian adalah cucuku...”yakin sang nenek.
“kemana saja kau tadi?” tuntut Dong Wook kesal saat Dhicca
baru datang usai makan siang kantor.
“aku melakukan hal yang seharusnya aku lakukan...”ucap
Dhicca dengan wajah serius sambil membaca arsip di depannya.
“hah..., apa yang kau lakukan hah?” balas Dong Wook menarik
Dhicca agar menatapnya,”apa yang akan kau lakukan dengan semua arsip ini?”
tanya Dong Wook tak kalah serius.
“kau tak perlu tau..., cukup mengajariku saja...” jawab
Dhicca penuh misteri.
“hah..., walaupun kau tak mau mengatakannya padaku tapi aku
tau jalan fikiranmu...” Dong Wook berkata sinis pada Dhicca.
“kalau begitu aku tak perlu mengatakannya padamu bukan? Aku
tau kau mengetahui pemilik saham terbesar perusahaan ini...” jawab Dhicca dan
menepis tangan Dong Wook dari pundaknya kemudian kembali sibuk menatap berkas.
“berhenti membuat dirimu semakin sulit Dhicca...”
Dhicca meletakkan lembaran kertas dan memutar kursinya lalu
menatap Dong Wook kesal,”tidak aku tidak mau..., akan ku lakukan hingga
akhir..., akan ku lakukan apa yang seharusnya aku lakukan...”
“kau akan menderita...”
“aku tak perduli..., akan ku buat segalanya kembali pada
pemiliknya...” yakin Dhicca menatap mata Dong Wook penuh keyakinan.
Dong Wook mendesah dan membalas tatapan Dhicca,”aku tak
ingin melihatmu terluka...”
“apa perdulimu?”ucap Dhicca ketus.
“aku perduli...”
Dhicca mendengus kesal dan kembali akan melanjutkan
pekerjaan ketika Dong Wook memutar kursinya dan mencium bibirnya.
“Senior Frans Chan...” ucap Zie mengejutkan Frans Chan yang
sedang termenung ke layar monitornya.
“ah nae... ada apa?” tanya Frans Chan kemudian.
“ani..., ada apa denganmu? Kau tak ingin kembali?” tanya Zie
lagi.
Frans Chan menatap jam tangannya dan menepuk dahinya,”ah...,
ne sudah waktunya pulang...”Frans Chan dengan cepat merapikan mejanya,Brak...,
buku harian milik Jinai jatuh di sebelah kaki Frans Chan yang langsung
memungutnya. Dengan berat Frans Chan memasukan harian itu ke tasnya kemudian
pergi.
Frans Chan terdiam menatap buku harian itu di mobilnya
setelan menepikannya di daerah namdaemun, Frans Chan membukanya dan menemukan
sebuah foto yang terselip di tengah. Foto mereka bertiga. Namun Jinai merusak
foto wajahnya sendiri dan menuliskan ‘pabo’ dengan tinta merah. Frans Chan
meneteskan air mata saat membaca isi harian Jinai itu. Frans Chan terdiam
membaca harian di lembar terakhir.
[m.a.t.i
nae..., kata-kata itu pantas untukku..., aku tau tak seharusnya aku berbuat
seperti ini, tapi semua telah terlanjur...,aku harus membunuh dan terbunuh...,
jika aku berhasil mendapatkan apa yang mereka pinta..., mereka akan melepaskan
ibuku..., Keluarga Kim memang populer, tapi benarkah mereka mengincarnya?
Benarkah keluarga Kim yang berhubungan dengan keluarga Frans Chan? Aneh benar
jika mereka terlibat..., apa yang membuatnya begitu di incar? Bos besar
memiliki hubungan dengan keluarga Kim? Lucu..., Frans Chan? Jika benar... apa
yang harus ku lakukan? Aku merindukannya merindukan sahabatku...,aku rindu
berkumpul bersama mereka...yah Jinai pabo..., kau tak pantas bersama mereka
lagi sekarang..., tanganmu telah berlumuran darah..., kau membunuh orang-orang
yang menghalangi kelompokmu..., gengster hahaha...lucu..., aku bersaing dengan
sahabatku dan cemburu dengan sahabatku..., aku tak pantas hidup..., akan ku
hancurkan pesta itu...,apa yang ku lakukan? Pembelaan diri? Atau ingin mati? Aku
akan bisa melihat Santha di pesta itu..., nae...eomma mianheo... jika aku tak
kembali dan aku mati..., setidaknya akan ada yang melindngimu..., aku
mencintaimu...].
Frans Chan menutup buku harian itu dengan alis berkerut
marah dan frustasi. Jia dia ada..., jika dia tak melarikan diri dari masalah
tentu Jinai akan ada dan masih ada untuknya. Terlambat semuanya telah terjadi.
Frans Chan mencengkram setiran mobilnya dengan marah.
Tok Tok... beberapa pria mengetuk kaca mobil Frans Chan.
Ani..., mereka bermaksud jahat...,Frans Chan menatap mobil hitam di depan
mobilnya yang baru di sadarinya. Siapa mereka?
“yak turun kau...”pekik laki-laki yang tadi mengetuk kaca
Frans Chan.
Frans Chan menurunkan kaca mobilnya sedikit lalu
berkata,”ada apa?maaf aku tak mengenal kalian...”
“kau polisi bagian investigasi itu kan?” tanya nya dengan
nada dingin.
“ne... ada apa?”
“Cepat buka atau aku akan memecahkan kaca mobilmu...”BRAK
laki-laki itu mngetuk keras kaca mobil Frans Chan dengan brutal.
“ish sial...”Frans Chan melirik tasnya, tidak dia tak
membawa berkas itu..., tapi apa yang mereka incar?
“yak apa yang kalian lakukan?” ucap sebuah suara yang
membuat Frans Chan terkejut.
“Si Won...”
“kau tak perlu ikut campur...”laki-laki lain berkata dengan
marah.
“huh...,aku bertanya pada kalian...”balas Si Won dengan
dingin.
“jangan ikut campurr...”dua laki-laki lain menyerang Si Won
yang melawan. Ani...ani...’pekik hati Frans Chan yang langsung keluar dari
mobilnya. Seorang laki-laki menekuk tangannya ke belakang dengan cepat Frans
Chan mengeluarkan jurusnya hingga keadaan terbalik. Dua laki-laki yang membuat
Si Won tersungkur langsung menyerang Frans Chan dengan brutal.
“ck dasar sial...”maki Frans Chan yang langsung menendang
laki-laki di depannya, dan sekali hentak Frans Chan berhasil memukul mundur
lawannya yang mendapat kode setalah mengambil tas Frans Chan dari
mobil,”yak...yak kembalikan tasku dasar brengsek....”maki Frans Chan berusaha
mengejar namun dia langsung berbalik dan menatap Si Won,”yak..., kau tak apa?” tanya
Frans Chan panik.
Si Won menggeleng dan memegang bibirnya yang berdarah dengan
kesal,”aku ternyata tak bisa lebih keren dari ini maafkan aku...” ucapnya
dengan nada lemah.
“pabo..., untuk apa kau melakukan itu aku akan merasa
bersalah padamu jika terjadi sesuatu padamu..., apa yang kau lakukan?
Menguntitiku?” tanya Frans Chan dengan cepat mengeluarkan sapu tangannya dan
menyeka darah dari bibir Si Won.
“aku hanya merasa akan terjadi sesuatu padamu...,aku hanya
merasa harus mengikutimu hari ini...” jawab Si Won sekenanya. Tangannya
memegang tangan Frans Chan yang menyeka darahnya sambil tersenyum,”
syukurlah..., syukurlah kau tak terluka...”
Deg..., Frans Chan terdiam, perasaan itu kembali muncul,
ani...Frans Chan berusaha membantahnya, berusaha mengingkari apa yang sedang
dia rasakan sekarang.
“kau yakin? Jangan memaksakan diri...”pinta Kwang Min yang
menemani Bella sepanjang hari itu berlatih berjalan di taman rumah keluarga
Kim.
“yah..., aku pabo sudah menyia-nyiakan 5 tahun ini..., aku
ingin dapat berjalan dengan normal lagi...”yakin Bella berusaha beranjak dari
tempatnya yangberpegang pada bangku taman berjalan ke arah Kwang Min.
“aku tak ingin kau lelah...” pinta Kwang Min dengan nada
memohon.
“aku tak lelah...”Bella terus bersikeras mencoba dan
mencoba, hingga hanya beberapa langka Bella merasakan segalanya berputar dan
dia kembali tak sadarkan diri dengan membentur bangku taman.
“Bella..., yah...yah Bella...”ucap Kwang Min mencoba
menyadarkan kekasihnya yang tak sadarkan diri,Kwang Min berusaha mengangkat
Bella dalam dekapannya dan tanpa sadar darah mengalir dari hidungnya,”argh...”
Kwang Min jatuh terduduk dan pada akhirnya keduanya jatuh tak sadarkan diri,
dengan tangan Kwang Min menggenggam erat tangan Bella.
Deg... Deg... Deg...
Degup jantung berbunyi keras, apa ini? Perasaan apa ini?
Kenapa perasaan menyeramkan itu kembali lagi??
Deg Deg Deg...
Apa yang harus ku ingkari? Aku menyukainya? Lagi?
Berkali-kali aku harus terhempas dan sakit? Apa yang aku lakukan?
Deg Deg Deg...
Perasaan apa ini? Apa yang harus ku lakukan? Perasaan
bersalah? Mengkasihani diriku sendiri yang tak berdaya terikat dalam belenggu?
Ini...ini...
Deg Deg Deg...
Pabo..., kau pabo..., kau milik orang lain... apa yang kau
lakukan? Kau harus menyudahinya..., tapi ania..., kau yakin sekarang hatimu di
penuhi olehnya..., kau terlilit oleh perasaanmu sendiri...
Deg... Deg...
Kau menyukainya dari dulu..., kau tak bisa
menghindarinya..., tapi tapi ini..., ini membuatku semakin menginginkannya
lebih..., kembali...kembali berulang kali... apa yang harus aku lakukan??
Deg...deg...
Cemburu? Ania... kau merasa kau tak mampu..., kau hanya
menyulitkannya dan akan menjadi wanita jahat yang menjeratnya dalam ketidak
berdayaanmu..., kau pabo..., kau harus mengakhirinya...
Deg...
Degup jantungku seakan berhenti..., ini seperti putaran
lorong kosong yang menyakitkan..., ada apa denganku? Apa yang salah? Kenapa aku
merasak suatu bencana? Ania... aku yakin aku mencintainya... tapi tubuhku
kenapa? Kenapa harus merasakan rasa sakit..., genanggaman tangannya... apa ini?
Apa yang membuat hatiku begitu sakit??....
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar